Beberapa penelitian menunjukkan memaafkan berhubungan dengan kebahagian psikologis, empati, permohonan maaf dan perspective taking, atribusi dan penilaian kekejaman orang yang menyakiti.
Empati
Empati adalah kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain. Kemampuan untuk empati ini erat kaitannya dengan pengambilalihan peran. Melalui empati terhadap pihak yang menyakiti, seseorang dapat memahami perasaan pihak yang menyakiti merasa bersalah dan tertekan akibat perilakunya yang menyakitkan.
Empati juga menjelaskan variabel sosial psikologis yang mempengaruhi pemberian maaf yaitu permintaan maaf (apologies) dari pihak yang menyakiti. Ketika pelaku meminta maaf kepada pihak yang disakiti maka hal itu bisa membuat korban lebih berempati dan kemudian termotivasi untuk memaafkannya.
Atribusi terhadap pelaku dan kesalahannya
Penilaian akan mempengaruhi setiap perilaku individu. Artinya, bahwa setiap perilaku itu ada penyebabnya dan penilaian dapat mengubah perilaku individu (termasuk pemaafan) di masa mendatang. Dibandingkan dengan orang yang tidak memaafkan pelaku, orang yang memaafkan cenderung menilai pihak yang bersalah lebih baik dan penjelasan akan kesalahan yang diperbuatnya cukup adekuat dan jujur.
Pemaaf pada umumnya menyimpulkan bahwa pelaku telah merasa bersalah dan tidak bermaksud menyakiti sehingga ia mencari penyebab lain dari peristiwa yang menyakitkan itu. Perubahan penilaian terhadap peristiwa yang menyakitkan ini memberikan reaksi emosi positif yang kemudian akan memunculkan pemberian maaf terhadap pelaku.
Tingkat Kelukaan
Beberapa orang menyangkal sakit hati yang mereka rasakan untuk mengakuinya sebagai sesuatu yang sangat menyakitkan. Kadang-kadang rasa sakit membuat mereka takut seperti orang yang dikhianati dan diperlakukan secara kejam. Mereka merasa takut mengakui sakit hatinya karena dapat mengakibatkan mereka membenci orang yang sangat dicintainya, meskipun melukai. Mereka pun menggunakan berbagai cara untuk menyangkal rasa sakit hati mereka. Pada sisi lain, banyak orang yang merasa sakit hati ketika mendapatkan bukti bahwa hubungan interpersonal yang mereka kira akan bertahan lama ternyata hanya bersifat sementara. Hal ini sering kali menimbulkan kesedihan yang mendalam yang akhirnya ketika hal ini terjadi, maka pemaafan tidak bisa atau sulit terwujudkan (Smedes, 1984).
Karakteristik Kepribadian
Ciri kepribadian tententu seperti ekstravert menggambarkan beberapa karakter seperti bersifat sosial, keterbukaan ekspresi, dan asertif. Karakter yang hangat, kooperatif, tidak mementingkan diri, menyenangkan, jujur, dermawan, sopan dan fleksibel juga cenderung menjadi empatik dan bersahabat. Karakter lain yang diduga berperan adalah cerdas, analitis, imajinatif, kreatif, bersahaja, dan sopan (McCullough dkk., 2001).
Dalam hal ini, harga diri memang tidak dijelaskan secara langsung, namun dijelaskan dalam bahasa yang berbeda. Terdapat beberapa ciri kepribadian di atas yang memiliki kesamaan dengan karakteristik individu dengan harga diri tinggi seperti yang diungkapkan oleh Coopersmith (1974), yakni: aktif dan ekspresif, tidak takut menghadapi pertentangan atau perdebatan, peduli dengan fenomena social, tidak sibuk dengan urusan pribadinya, terbuka dengan orang lain, dan optimis.
Kualitas Hubungan
Seseorang yang memaafkan kesalahan pihak lain dapat dilandasi oleh komitmen yang tinggi pada relasi mereka. Ada empat alasan mengapa kualitas hubungan berpengaruh terhadap perilaku memaafkan dalam hubungan interpersonal, yaitu :
-
Pasangan yang mau memaafkan pada dasarnya mempunyai motivasi yang tinggi untuk menjaga hubungan.
-
Dalam hubungan yang erat ada orientasi jangka panjang dalam menalin hubungan di antara mereka.
-
Dalam kualitas hubungan yang tinggi kepentingan satu orang dan kepentingan pasangannya menyatu.
-
Kualitas hubungan mempunyai orientasi kolektivitas yang menginginkan pihak-pihak yang terlibat untuk berperilaku yang memberikan keuntungan di antara mereka (McCullough dkk., 1998).