Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Harga Diri?

Harga diri adalah penilaian yang mengacu pada penilaian positif, negatif, netral dan ambigu yang merupakan bagian dari konsep diri, tetapi bukan berarti cinta diri sendiri.

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Harga Diri ?

Terbentuknya harga diri menurut Coopersmith dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:

Latar belakang sosial

Latar belakang sosial meliputi :

  1. Kelas Sosial

    Kelas sosial merupakan aspek yang berhubungan dengan status sosial ekonomi. Kelas sosial umum klasifikasikan dalam tiga tingkatan yaitu kelas atas, kelas menengah, kelas bawah. Tingkat pendidikan, pekerjaan dan pendapatan keluarga akan menempatkan individu dalam kedudukan kelas social tertentu dalam masyarakat yang kemudian akan mempengaruhi harga diri seseorang.

    Orang tua yang berada pada kelas social atas akan mempengaruhi terbentuknya harga diri yang tinggi pada anak. Anak akan merasa bangga dan merasa dirinya berharga karena kebutuhannya selalu terpenuhi dan bisa menikmati fasilitas yang dimiliki orang tuanya. Anaknya yang berasal dari kelas social menengah mempunyai harga diri yang menengah pula. Hal ini disebabkan orang tua dapat memberikan kebutuhan anak secukupnya beranggapan dirinya tidak berharga dibanding teman-temanya yang lain.

  2. Agama

    Agama sebagai kepercayaan ritual terorganisasi secara social dan diberlakukan oleh anggota masyarakat. Setiap agama memiliki jumlah pemeluk dan nilai-nilai yang berbeda dengan agama lainnya. Hal tersebut berpengaruh pada harga diri seseorang. Anak yang berasal dari agama yang berbeda dengan mereka yang agamanya dianut oleh kaum minoritas. Demikian pula dengan ketaatan seseorang terhadap nilai-nilai agama yang dianutnya membuat dirinya memiliki rasa bangga dan bahagia. Perasaan bangga ini membuat individu memiliki harga diri yang tinggi.

  3. Riwayat pekerjaan orangtua

    Orangtua yang memiliki pekerjaan tetap dan dapat meraih prestasi dalam pekerjaannya akan memberikan rasa aman dan bangga pada diri anak. Keadaan seperti membuat anak menilai dirinya secara positif. Sebaliknya, orangtua yang pekerjaannya, bahkan pernah dipecat pada suatu jabatan tertentu, akan berdampak pada diri anak dan akibatnya dan mempengaruhi cara peniliain anak terhadap dirinya sendiri. Anak akan merasa malu, tidak memiliki harga diri, dan tidak berguna baik dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Hal ini dapat mengakibatkan anak memiliki harga diri yang rendah.

Karakteristik pengasuhan

Karakteristik pengasuhan meliputi hal-hal sebagai berikut :

  1. Harga diri dan stabilitas ibu

    Hubungan emosioanl antara ibu dan anak biasanya sangat dekat sehingga apa yang dirasakan oleh ibu akan dilihat dan dihayati oleh anak dan akhirnya akan mempengaruhi kepribadian anak termasuk harga dirinya.

    Demikian pula dengan stabilitas emosional ibu akan tercermin pada diri anak. Ibu yang memiliki emosi yang stabil biasanya tenang sehingga tidak menyebabkan anak merasa bingung. Sebaliknya, ibu yang memiliki harga diri dan pribadi yang tidak stabil akan tercermin pula pada diri anak. Anak akan memandang dirinya sebagai orang yang sama seperti apa yang dialami oleh ibunya sehingga anak tidak bisa menilai secara positif akan dirinya sendiri.

  2. Nilai-nilai pengasuhan

    Menerapkan nilai-nilai yang positif pada anak perlu dilakukan oleh orang tua. Dalam proses sosialisasi terkandang anak memiliki sikap atau pendirian yang bertentangan dengan ketentuan social, maka dari itu orang tua dituntut untuk meluruskan kembali perilaku anak yang kurang tetap tersebut. Bila orang tua gagal menangani perilaku, maka orang tua dianggap telah gagal dalam mengembangkan harga diri yang tinggi pada diri anak mereka.

  3. Riwayat perkawinan

    Remaja yang berasal dari keluarga yang kacau biasanya lebih banyak mengalami kesulitan dalam hubungan sosial daripada remaja yang berasal dari keluarga yang utuh. Keadaan orang tua yang seperti itu menyebabkan sulit bagi anak menerima kenyataan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada harga diri remaja itu sendiri. Anak akan merasa malu, bingung dan takut terhadap masa depan dan kehidupannya karena kehilangan percaya diri. Perkawinan kembali dari orang tua juga akan berakibat harga diri rendah pada anak. Coopersmith mengemukakan bahwa anak-anak yang berasal dari orang tua tiri dan orang tua wali akan memiliki harga diri yang rendah.

  4. Perilaku peran pengasuhan

    Anak yang memiliki harga diri yang tinggi biasanya berasal dari ayah dan ibu yang berperan sama dalam mengasuh anak-anaknya. Perbedaan peran antara ayah dan ibu dalam mengasuh anak menyebabkan anak menjadi bingung tidak tahu mana yang harus didengar atau dipatuhi, apakah ayah atau ibu.

    Demikian pula halnya dengan orang tua yang tidak dapat melakukan perannya sebagai orang tua bagi anak-anaknya. Keadaan seperti ini mempengaruhi perkembangan pribadi anak dan menyebababkan terbentuknya harga diri yang rendah pada diri anak.

  5. Peran pengasuhan ayah

    Berdasarkan studi yang dilakukan oleh cooperstmith pada ibu dan anak bahwa kelompok anak memiliki harga diri positif dari ayah yang memilki hubungan lebih dekat dan hangat dengan anak- anaknya. Hal ini disebabkan karena anak-anaknya merasa bahwa dirinya dihargai dan dilindungi dengan penuh kehangatan sehingga perasaan seperti ini membuat dirinya bangga dan memiliki harga diri yang positif.

  6. Interaksi ayah dan ibu

    Pola interaksi antara ayah dan ibu yang kasar dan keras diharapkan anak-anaknya akan terbaca oleh anaknya dan membuat mereka merasa tidak nyaman, tegang, takut dan tidak memiliki rasa percaya diri. Hal ini akan berakibat pada terbentuknya harga diri yang rendah pada diri anak. Anak- anak dengan harga diri yang tinggi jarang sekali menyaksikan dan merasakan ketegangan antara ayah dan ibunya.

harga diri

Karakteristik Subjek

Adapun karakteristik subjek meliputi beberapa hal sebagai berikut:

  1. Atribut fisik

    Permasalahan yang sering dialami remaja adalah artibut fisik. Postur tubuh yang dinilai kurang ideal oleh orang lain maupun diri sendiri terkadang menyebabkan remaja malu untuk berhubungan dengan orang lain, tidak percaya diri cenderung menjadi pendiam dan malas bergaul. Keadaan tersebut dapat mempengaruhi kepribadiannya termasuk harga dirinya, mereka akan menilai dirinya sebagai orang yang tidak memiliki harga diri yang positif.

  2. Kemampuan umum

    Intelegensi atau kemampuan umum dapat mempengaruhi harga diri seseorang. Bila individu memiliki gambaran yang pasti tentang dirinya sebagai orang yang mampu menghadapi tantangan baru, memiliki rasa percaya diri, harga diri serta tidak putus asa apabila mengahadapi kegagalan. Individu seperti ini dapat digolongkan sebagai orang yang memiliki harga diri tinggi. Sebaliknya orang yang mempunyai kemampuan umum di bawah rata-rata akan memandang dirinya sebagai orang tidak berharga atau tidak berguna baik dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Dia selalu merasa takut menghadapi tantangan yang baru, tidak aktif dan cepat putus asa dalam menghadapi kesulitan. Individu seperti ini adalah orang yang mempunyai harga diri yang rendah.

  3. Pernyataan sikap

    Seseorang yang menilai dan menyatakan dirinya sebagai orang yang tidak mampu melakukan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya, maka ia akan mengembangkan perasaan tak bernilai dan sering merasa sedih, depresi, malas dan murung. Keadaan seperti ini akan berpengaruh pada terbentuknya harga diri yang negative.

  4. Masalah dan penyakit

    Menurut coopersmith orang yang harga dirinya cenderung rendah sering mengalami gejala seperti: penyakit menular, penyakit turunan, menurunya nafsu makan dan gelisah daripada orang yang termsuk dalam kategori harga diri yang tinggi. Hal ini disebabkan karena individu secara terus menerus merasa bahwa penyakit yang dialaminya sebagai masalah yang serius. Dengan demikian ia akan mengembangkan perasaan terhadap dirinya sebagai orang yang tidak berharga dan tidak berguna bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

  5. Nilai-nilai diri

    Setiap orang menginginkan penilain positif terhadap dirinya, akan tetapi dalam kehidupan social pada umumnya tidak semua orang selalu dapat memberikan penilaian yang positif terhadap dirinya sendiri. Hal ini disebabkan adanya perbedaan individu. Individu yang selalu memandang dirinya sebagai orang yang lebih atau sama dengan orang lain cenderung dapat mengembangkan harga dirinya yang positif dalam dirinya.

  6. Aspirasi

    Hal yang berhubungan dengan inspirasi adalah keberhasilan. Istilah keberhasilan memiliki makna yang berbeda untuk setiap orang. Rasa tidak berhasil dari usahanya dapat menimbulkan kekecawaan dan merasa dirinya sebagai orang yang tidak akan pernah berhasil karena memiliki kemampuan dan tidak berguna bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.

Riwayat Awal dan pengalaman

Faktor ini meliputi beberapa hal diantaranya:

  1. Ukuran dan posisi dalam keluarga

    Anak yang berasal dari keluarga yang lebih baik dari tiga orang anak akan terjadi persaingan antara saudara untuk mendapatkan perhatian yang lebih dari orang tuanya. Selain itu, posisi dalam keluarga juga memberikan pengaruh penting dalam pengalaman social anak.

  2. Cara memberi makna (feeding practices)

    Anak yang berasal dari keluarga yang tidak memperhatikan kebutuhan makanan berpengaruh pada perkembangan anak dan perkembangan harga dirinya karena anak merasa anak tidak aman.

  3. Masalah dan trauma pada masa anak-anak

    Pengalaman pahit dan peristiwa menakutkan yang pernah dialami sejak masa anak-anak dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian termasuk harga diri anak itu sendiri. Pengalaman seperti itu akan membekas dalam waktu yang lama dan sulit untuk membuangnya dan menyebabkan dirinya merasa kehilangan rasa percaya diri. Kehilangan rasa percaya diri ini akan meyebabkan terbentuknya harga diri yang rendah.

  4. Hubungan sosial awal

    Keluarga merupakan unit social pertama dan utama yang dijumpai anak dalam hidupnya. Dari keluarga anak mengenal konsep diri, peranan yang harus diperankan sesuai dengan jenis kelaminnya, keterampilan intelektual maupun social. Dengan demikian hubungan social yang baik diantara anggota keluarga memberikan rasa aman dan berpengaruh pada terbentuknya harga diri yang tinggi pada diri anak.

Hubungan orang tua- Anak

Hubungan orang tua dengan anak merupakan faktor mendasar yang mempengaruhi perkembangan anak, termasuk harga dirinya. Studi yang dilakukan coopersmith lebih menekankan pola asuh orang tua yaitu sikap dan perilaku orang tua yang cenderung otoriter menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri terhadap kemampuannya sendiri. Poal asuh yang permisif ditandai dengan supervisi yang longgar dan bimbingan yang minim terhadap anak yang menjadi individu yang kurang dapat menghargai orang lain, emosi yang tidak stabil dan control social yang kurang. Ini yang menyebabkan anak tergolong memiliki harga diri yang rendah.

harga diri

Michener & Delamater memaparkan bahwa sumber‐sumber terpenting yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan self-esteem adalah:

  • Pengalaman dalam Keluarga
    Coopersmith (Dayaksini dan Hudaniah, 2003) menyimpulkan ada tipe perilaku orang tua yang dapat meningkatkan self-esteem:

    1. menunjukkan penerimaan, afeksi, minat, dan keterlibatan pada kejadian‐kejadian atau kejadian yang dialami anak,

    2. menerapkan batasan‐batasan jelas perilaku anak secara teguh dan konsisten,

    3. memberikan kebebasan dalam batas‐batas dan menghargai inisiatif,

    4. bentuk disiplin yang tak memaksa (menghindari hak-hak istimewa dan mendiskusikan alasan‐alasannya daripada memberikan hukuman fisik).

  • Umpan Balik dalam Performance
    Self-esteem diperoleh sebagai agen penyebab yang aktif terhadap apa yang terjadi di dunia dan dalam pengalaman untuk mencapai tujuan serta mengatasi kesulitan. Self-esteem sebagian terbentuk berdasarkan perasaan kita tentang kemampuan (kompetensi) dan kekuatan (power) untuk mengontrol kejadian-kejadian yang menimpa diri kita.

  • Perbandingan Sosial
    Perbandingan sosial adalah hal penting yang mempengaruhi selfesteem, karena perasaan mampu atau berharga diperoleh dari performance yang tergantung kepada siapa membandingkan, baik dengan diri sendirimaupun orang lain. Bahkan tujuan pribadi secara luas berasal dari aspirasi untuk sukses dalam perbandingannya dengan orang lain yang kita kagumi. Evaluasi mungkin paling banyak diterima dari lingkungan sosial terdekat, seperti keluarga, teman sebaya, guru dan teman‐teman kerja.

Menurut pendapat Centi (2005) dan Dariuszky (2004), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi self-esteem adalah, sebagai berikut,

Orang Tua


Dalam hal informasi atau cermin tentang diri kita, orang tua memegang peranan paling istimewa. Jika mereka secara tulus dan konsisten menunjukkan cinta dan sayang kepada kita, kita dibantu untuk memandang diri kita pantas untuk dicinta, baik oleh orang lain maupun oleh diri kita sendiri. Sebaliknya, jika orang tua kita tidak memberi kehangatan, penerimaan dan cinta dalam hubungan kita dengan mereka,

Kita mungkin tumbuh dengan rasa ragu-ragu mengenai kepantasan kita untuk dicinta dan diterima. Jika mereka menghargai kita, kita melihat diri kita sebagai yang berharga. Tetapi jika tanggapan mereka terhadap kita hanya berupa kritik, koreksi dan hukuman melulu, kita mungkin menyangkal kebaikan kita sebagai pribadi dan menjadi yakin bahwa kita pantas untuk diperlakukan buruk.

Penilaian yang orang tua kenakan kepada kita untuk sebagian besar menjadi penilaian yang kita pegang tentang diri kita. Harapan mereka terhadap kita, kita masukkan kedalam cita-cita diri kita. Harapan itu merupakan salah satu patokan penting yang kita pergunakan untuk menilai kemampuan dan prestasi kita. Jika kita tidak mampu memenuhi sebagian besar harapan itu, atau jika keberhasilan kita tidak diakui oleh orang tua kita, kita mungkin mengembangkan rasa tidak becus dan harga diri rendah. Dengan beribu cara, orangtua memberitahu tentang siapa kita. Pemberian tahu itu mempengaruhi apa yang kita pikir tentang diri kita.

Orangtua yang terlalu memperhatikan, yang gampang cemas, yang merasa harus dekat dengan anak terus-menerus, mudah menghasilkan anak yang takut-takut dan tidak aman. Jika orang tua meninggal dan tidak ada penggantinya, anak-anak akan mendapat kesulitan untuk membentuk gambaran yang positif. Jika orang tua menunjukkan minat dan perhatian kecil saja kepada anak-anak mereka, ada kemungkinan besar, anak mendapat gambaran diri yang negatif terhadap diri mereka. Tanggapan balik dari orangtua merupakan penentu penting untuk konsep diri. Tanggapan itu, bila dikehendaki anak tumbuh dengan merasa berharga, dicintai dan cakap, haruslah menampakkan anak itu memang berharga, pantas dicintai dan cakap.

Sekolah


Tokoh utama di sekolah adalah guru. Pribadi, sikap, tanggapan dan perlakuan seorang guru membawa dampak besar bagi penanaman gagasan dalam pikiran siswa tentang diri mereka. Untuk kebanyakan siswa, guru merupakan model. Mereka tampak menguasai banyak bidang ilmu pengetahuan dan pandai. Sikap, tanggapan dan perlakuan guru amat besar pengaruhnya bagi pengembangan harga diri siswa. Karena segala itu dilakukan dan dikemukakan di muka umum, di muka kelas. Siswa yang banyak diperlakukan buruk (dihukum dan ditegur) cenderung lebih sulit mengembangkan kepercayaan dan harga diri. Sebaliknya siswa yang banyak dipuji, mendapat penghargaan dan diberi hadiah karena prestasi studi, seni atau olahraga cenderung lebih mudah membentuk konsep-konsep diri yang positif.

Salah satu segi dalam pendidikan di sekolah, entah secara tertutup atau terbuka adalah persaingan antarsiswa baik dalam satu kelas maupun di sekolah secara keseluruhan. Ada kompetisi dalam studi, seni, olahraga,cari pacar. Semua kompetisi dan persaingan itu menghasilkan pemenang dan penderita kalah. Siswa yang kerap menang dalam kompetisi tentu saja lebih mudah mendapatkan kercayaan dan harga diri. Sebaliknya yang selalu kalah lebih sulit mengembangkan konsep diri yang positif.

Teman Sebaya


Hidup kita tidak terbatas di lingkungan keluarga saja. Kita juga berteman dan bergaul dengan orang-orang di luar rumah. Dalam pergaulan dengan teman-teman itu, apakah kita disenangi, dikagumi, dan dihormati atau tidak, ikut menentukan dalam pembentukan gambaran diri kita.

Pada masa muda ketika keluar rumah dan masuk ke dalam pergaulan dengan teman dan kenalan, kita dipaksa untuk meninjau kembali gambaran diri yang kita bentuk di rumah.

Perlakuan teman dan kenalan kita dapat menguatkan atau membuyarkan gambaran diri kita. Kecuali oleh perlakuan teman dan kenalan, gambaran diri kita juga dipengaruhi oleh perbandingan kita dengan mereka. Bila kita menemukan diri kalah “cakep”, pandai dalam studi hebat berolah raga dan olah seni dibandingkan dengan mereka,

Gambaran diri kita yang positif juga terhambat tumbuh. Sebaliknya jika kita sama baik, atau malah lebih baik dari mereka, rasa harga diri kita dipacu untuk berkembang.

Masyarakat


Sebagai anggota masyarakat sejak kecil kita sudah dituntut untuk bertindak menurut cara dan patokan tertentu yang berlaku dalam masyarakat kita. Norma masyarakat itu diteruskan kepada kita lewat orang tua, sekolah, teman sebaya dan media cetak dan elektronik seperti radio dan televisi. Norma itu menjadi bagian dari cita-cita diri kita. Semakin kita mampu memenuhi norma dan diterima oleh masyarakat, semakin lancar harga diri kita berkembang.

Harga diri kita juga dipengaruhi oleh perlakuan masyarakat terhadap kita. Bila kita sudah mendapat cap buruk dari masyarakat sekitar kita, sulit bagi kita untuk mengubah gambaran diri kita yang jelek. Lebih parah lagi bila kita hidup dalam masyarakat diskriminatif, dimana dikenal istilah mayoritas dan minoritas. Bila kita ada di pihak mayoritas harga diri kita lebih mendapat angin untuk berkembang.

Sementara bila kita menjadi anggota kelompok minoritas dan banyak mengalami perlakuan buruk dari kelompok mayoritas, lebih sulit bagi kita untuk menerima dan mencintai diri kita.

Pengalaman


Banyak pandangan tentang diri kita dipengaruhi juga oleh pengalaman keberhasilan dan kegagalan kita. Keberhasilan studi, bergaul, berolah raga dan seni atau berorganisasi lebih mudah mengembangkan harga diri kita. Sedang kegagaglan ini sudah mulai terjadi sejak masa kecil kita dan akan tetap terjadi selama hidup kita. Pengalaman-pengalaman kegagalan dapat amat merugikan perkembangan harga diri dan gambaran diri yang baik. Bila kegagalan-kegagalan terus menerus menimpa diri kita, gambaran diri kita dapat hancur.

Ikatan Batin


Ikatan batin adalah suatu bentuk hubungan pribadi misalnya antara anak dan ibu khususnya melalui asosiasi yang konstan ataupun sering. Proses pembentukan ikatan batin antara ibu dan anak dimulai jauh sebelum kelahiran sang bayi. Selama sembilan bulan masa kehamilan, lingkungan dalam kandungan amat penting bagi perkembangan janin, kondisi fisik dan emosional sang ibu memainkan peranan penting dalam penciptaan lingkungan ini.

Peristiwa-peristiwa yang dialami sang ibu terkadang sedemikian kuat pengaruhnya sehingga sang janin “terpaksa” lahir secara prematur di dunia ini. Para bayi yang lahir prematur terkadang takut sekali terhadap ibunya, bila sang bayi lahir cacat, sebagian ibu tidak mampu menerima kehadiran bayinya tersebut. Akibatnya, ikatan batin antara sang anak dengan sang ibu menjadi terganggu.

Terganggunya ikatan batin pada saat-saat dini ini, cenderung menyebabkan merosotnya harga diri dan kepercayaan diri sang ibu yang baru melahirkan tersebut. Buruknya lagi, harga diri dan kepercayaan diri yang merosot ini cenderung tertular kepada sang bayi melalui proses pengasuhan dan pemeliharaannnya. Ikatan batin antara anak dengan ayah sering dianggap sama pentingnya dengan ikatan batin antara anak tersebut dengan sang ibu.

Anak-anak yang sedang tumbuh perlu mengalami perasaan diinginkan dan dicintai kedua orang tuanya. Bila cinta yang diperolehnya kurang memadai, maka anak yang sedang tumbuh tersebut terancam oleh bahaya terbentuknya harga diri yang rendah dalam dirinya.

Hubungan Emosional


Hubungan emosional juga terbentuk antara bayi dengan pengasuhnya. Kualitas hubungan emosional ini krusial dalam pembentukan konsep diri dan perasaan berharga dalam diri bayi tersebut kelak.

John Bowlby, seorang ahli psikologi berkebangsaan Inggris, menegaskan bahwa hubungan emosional masa kanak-kanak ini sangat berpengaruh terhadap semua hubungan yang akan dibentuk dan dijalani anak itu pada kemudian hari.

Hubungan emosional yang aman menguatkan perasaan berharga dalam jiwa sang anak, karena dalam jiwa anak yang bersangkutan tumbuh perasaan bahwa dirinya dihargai. Hubungan emosional yang tidak aman akan dirasakan bayi jika pengasuhnya, ibunya sendiri atau orang dewasa yang lain, cemas dan tidak mampu mengadakan kontak emosional yang memadai dengan sang bayi, atau tidak mempunyai pemahaman yang benar mengenai perlunya kontak-kontak semacam itu.

Pengakuan (Approval)


Approval adalah unsur krusial dalam pertumbuhan perasaaan berguna dan harga diri seorang anak. Salah satu definisi approval adalah “mengakui kebaikan, memuji”. Pengakuan (approval) oleh orang tua dan tokoh-tokoh penting lainnya dalam kehidupan seorang anak (termasuk para kakak, yang berpengaruh besar terhadap sang adik), merupakan wujud suatu kontrol atau pengendalian.

Seseorang yang pada masa kanak-kanak kurang atau tidak memperoleh pengakuan, dalam masa dewasanya sering bertindak berlebihan untuk mendapatkan pengakuan, bahkan kehausannya akan pengakuan seolah-olah tidak akan pernah terpuaskan. Dua kata lain yang erat kaitannya dengan approval adalah penerimaan (acceptance) dan peneguhan (affirmation).

Bertumbuh dan Berkembang (Growing Up)

Bertumbuh dan berkembang berarti mengalami atau berhadapan dengan perkembangan-perkembangan fisik dan emosional, yang juga berarti mulai bertanggung jawab secara dewasa. Orang-orang muda mulai membentuk hubungan pergaulannya sendiri dan dalam proses tersebut, sebagian diantara mereka tidak mampu menumbuhkan serta mengembangkan harga dirinya.

Harga diri tidak berhenti pertumbuhannya ketika seseorang telah memasuki masa dewasa. Harga diri merupakan proses yang bisa meningkat atau sebaliknya merosot, yang berlangsung terus-menerus sepanjang usia, akan tetapi landasan bagi suatu harga diri yang sehat dibangun pada masa kanak-kanak. Peristiwa-peristiwa kehidupan seringkali terasa seakan-akan berkomplot untuk menghantam diri kita, dan pukulan atau hantaman emosional bisa menghancurkan harga diri kita, misalnya pukulan batin akibat perceraian yang penuh percekcokan, kematian suami atau isteri seseorang, kelahiran seorang bayi cacat, atau jatuh sakit.

Menurut Michener, DeLamater & Myers (dalam Anggraeni, 2010) menyebutkan bahwa terdapat tiga faktor dari harga diri, yaitu family experience, performance feedback, dan social comparison.

  1. Dalam family experience, hubungan orang tua-anak dikatakan penting untuk perkembangan harga diri. Pengaruh keluarga terhadap harga diri menunjukkan bahwa self-concept yang dibangun mencerminkan gambaran diri yang dikomunikasikan atau disampaikan oleh orang-orang terpenting dalam hidupnya (significant others).

  2. Dalam performance feedback, umpan balik yang terus menerus terhadap kualitas performa kita seperti kesuksesan dan kegagalan, dapat mempengaruhi harga diri. Kita memperoleh harga diri melalui pengalaman kita sebagai tokoh yang membuat sesuatu terjadi di dunia, yang dapat mencapai cita-cita dan dapat mengatasi rintangan.

  3. Dalam social comparison, sangat penting untuk harga diri karena perasaan memiliki kompetensi tertentu didasarkan pada hasil performa yang dibandingkan baik dengan hasil yang diharapkan diri sendiri maupun hasil performa orang lain.

Menurut Coopersmith (Anindyajati & Karima, 2004) terdapat empat faktor yang dapat mempengaruhi harga diri, yaitu:

1. Penerimaan atau Penghinaan Terhadap Diri

Individu yang merasa dirinya berharga akan memiliki penilaian yang lebih baik atau positif terhadap dirinya dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami hal tersebut. Individu yang memiliki harga diri yang baik akan mampu menghargai dirinya sendiri, menerima diri, tidak menganggap rendah dirinya, melainkan mengenali keterbatasan dirinya sendiri dan mempunyai harapan untuk maju dan memahami potensi yang dimilikinya, sebaliknya individu dengan harga diri rendah umumnya akan menghindar dari persahabatan, cenderung menyendiri, tidak puas akan dirinya, walaupun sesungguhnya orang yang memiliki harga diri yang rendah memerlukan dukungan.

2. Kepemimpinan atau Popularitas

Penilaian atau keberartian diri diperoleh seseorang pada saat individu tersebut harus berperilaku sesuai dengan tuntutan yang diberikan oleh lingkungan sosialnya yautu kemampuan seseorang untuk membedakan dirinya dengan orang lain atau lingkungannya. Pada situaasi persaingan, seseorang akan menerima dirinya serta membuktikan seberapa besar pengaruh dan kepopulerannya. Pengalaman yang diperoleh pada situasi itu membuktikan individu lebih mengenal dirinya, berani menjadi pemimpin, atau menghindari persaingan.

3. Keluarga dan Orang Tua

Keluarga dan orang tua memiliki porsi terbesar yang mempengaruhi harga diri, ini dikarenakan keluarga merupakan modal pertama dalam proses imitasi. Alasan lainnya kareana perasaan dihargai dalam keluarga merupakan nilai pentinga dalam mempengaruhi harga diri.

4. Keterbukaan dan Kecemasan

Individu cenderung terbuka dalam menerima keyakinan, nilai-nilai, sikap, moral dari seseorang maupun lingkungan lainnya jika dirinya diterima dan dihargai. Sebaliknya seseorang akan mengalami kekecewaan bila ditolak lingkungannya.

Sedangkan menurut Frey & Carlock (Anindyajati & Karima, 2004) mengemukakan faktor-faktor dari harga diri, yaitu:

  • Interaksi dengan Manusia Lain

Awal interaksi adalah melalui ibu yang kemudian meluas pada figur lain yang akrab dengan individu. Ibu yang memiliki minat, afeksi, dan kehangatan akan menimbuljan harga diri yang positif, karena anak merasa dicintai dan diterima seluruh kepribadiannya.

  • Sekolah

Lingkungan sekolah adalah sumber pentung kedua setelah keluarga. Jika individu memiliki persepsi yang baik mengenai sekolah, individu akan memiliki harga diri yang positif. Bila sekolah dianggap tidak memberikan umpan balik yang positif bagi individu, harga diri akan rendah. Harga diri yang tinggi umumnya dikaitkan dengan keberhasilan individu pula.

  • Pola Asuh

Bagaimana orang tua mengasuh anaknya mempengaruhi harga diri anak.

  • Keanggotaan Kelompok

Jika individu merasa diterima dan dihargai oleh kelompok, individu akan mengembangkan harga diri lebih baik di banding individu yang merasa terasing.

  • Kepercayaan dan Nilai yang dianut Individu

Harga diri yang tinggi dapat dicapai bila ada keseimbangan antara nilai dan kepercayaan yang dianut oleh individu dengan kenyataan yang didapatkannya sehari-hari.

  • Kematangan dan Herediter

Individu yang secara fisik tidak sempurna dapat menimbulkan perasaan negative terhadap dirinya.

Menurut Kozier dan Erb, terdapat empat elemen pengalaman yang berpengaruh terhadap perkembangan harga diri seseorang, yaitu:

Orang-orang yang berarti atau penting

Seseorang yang berarti adalah seorang idividu atau kelompok yang memiliki peran penting dalam perkembangan harga diri selama tahap kehidupan tertentu. Orang yang berarti adalah orang tua, saudara kandung, teman sebaya, guru dan sebagainya. Pada berbagai tahap perkembangan terdapat satu atau beberapa orang yang berarti. Melalui interaksi sosial dengan orang yang berarti dan umpan balik tentang bagaimana perasaan dan label orang yang berarti tersebut, individu akan mengembangkan sikap dan pandangannya mengenai dirinya.

Harapan akan peran sosial

Pada berbagai tahap perkembangan, individu sangat di pengaruhi oleh harapan masyarakat umum yang berkenaan dengan peran spesifiknya. Masyarakat yang lebih luas dan kelompok masyarakat yang lebih kecil memiliki peran yang berbeda dan hal ini tampak dalam derajat yang berbeda mengenai keharusan dalam memenuhi peran sosial. Harapan-harapan peran sosial berbeda menurut usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, etnik dan identifikasi karir.

Krisis setiap perkembangan psikososial

Dalam menghadapi tugas-tugas perkembangan tertentu, individu akan memiliki krisis disetiap tahap perkembangannya. Hal ini dikemukakan oleh Erikson dimana jika individu tersebut gagal menyelasaikan krisis tersebut dapat menyebabkan masalah dalam diri, konsep diri dan harga dirinya. Erikson juga menambahkan bahwa, tugas perkembangan pada periode remaja adalah pencarian identitas diri, yaitu periode dimana individu akan membentuk diri (self), gambaran diri (self-image), mengintegrasikan ide-ide individu mengenai dirinya dan tentang bagaimana cara orang lain berfikir tentang dirinya. Untuk mencapai identitas diri yang positif atau “aku” yang sehat, remaja memerlukan orang-orang dewasa yang penuh perhatian serta teman-teman sebaya yang kooperatif

Gaya penanggulangan masalah

Strategi yang dipilih individu untuk menanggulangi situasi yang mengakibatkan stres merupakan hal yang penting dalam menentukan keberhasilan individu untuk beradaptasi pada situasi tersebut dan menentukan apakah harga diri dipertahankan, meningkat atau menurun.

Ramadhan (2012) mengungkapkan beragam faktor yang dapat membentuk harga diri individu baik berbentuk positif atau negatif, yaitu sebagai berikut:

  1. Pengalaman
    Pengalaman yang bersifat positif dapat berpengaruh dalam proses pembentukan harga diri yang positif, begitu pula sebaliknya bila pengalaman yang didapat oleh individu negatif maka dapat berpengaruh dengan pembentukan harga diri yang negatif.

  2. Pola Asuh
    Pola asuh yang orangtua terapkan saat membesarkan anaknya mempengaruhi proses perkembangan harga diri milik anaknya. Apabila pola asuh yang diberikan orangtua positif maka harga diri yang terbentuk akan positif, begitu pula sebaliknya.

  3. Lingkungan
    Lingkungan positif dan nyaman dapat membentuk harga diri yang positif, namun lingkungan yang negatif dan tidak nyaman akan membentuk harga diri yang negatif juga.

  4. Sosial Ekonomi
    Menurut Coopersmith (1998, dalam Ramadhan, 2012) sosial ekonomi adalah dasar dari perilaku individu dalam memenuhi dorongan sosialnya yang membutuhkan dukungan secara finansial. Bila keadaan sosial ekonomi memadai maka dapat berpengaruh pada harga diri yang positif, namun bila keadaan sosial ekonomi tidak memadai maka dapat berpengaruh pada harga diri yang negatif.

Menurut Coopersmith (Anindyajati & Karima, 2004) terdapat empat faktor yang dapat mempengaruhi harga diri, yaitu:

  1. Penerimaan atau penghinaan terhadap diri
    Individu yang merasa dirinya berharga akan memiliki penilaian yang lebih baik atau positif terhadap dirinya dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami hal tersebut. Individu yang memiliki harga diri yang baik akan mampu menghargai dirinya sendiri, menerima diri, tidak menganggap rendah dirinya, melainkan mengenali keterbatasan dirinya sendiri dan mempunyai harapan untuk maju dan memahami potensi yang dimilikinya, sebaliknya individu dengan harga diri rendah umumnya akan menghindar dari persahabatan, cenderung menyendiri, tidak puas akan dirinya, walaupun sesungguhnya orang yang memiliki harga diri yang rendah memerlukan dukungan.

  2. Kepemimpinan atau popularitas
    Penilaian atau keberartian diri diperoleh seseorang pada saat individu tersebut harus berperilaku sesuai dengan tuntutan yang diberikan oleh lingkungan sosialnya yaitu kemampuan seseorang untuk membedakan dirinya dengan orang lain atau lingkungannya. Pada situasi persaingan, seseorang akan menerima dirinya serta membuktikan seberapa besar pengaruh dan kepopulerannya. Pengalaman yang diperoleh pada situasi itu membuktikan individu lebih mengenal dirinya, berani menjadi pemimpin, atau menghindari persaingan.

  3. Keluarga dan orang tua
    Keluarga dan orang tua memiliki porsi terbesar yang mempengaruhi harga diri, ini dikarenakan keluarga merupakan modal pertama dalam proses imitasi. Alasan lainnya karena perasaan dihargai dalam keluarga merupakan nilai penting dalam mempengaruhi harga diri.

  4. Keterbukaan dan kecemasan
    Individu cenderung terbuka dalam menerima keyakinan, nilai-nilai, sikap, moral dari seseorang maupun lingkungan lainnya jika dirinya diterima dan dihargai. Sebaliknya seseorang akan mengalami kekecewaan bila ditolak lingkungannya.

Terbentuknya harga diri menurut Coopersmith dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:

  • Latar belakang sosial, meliputi :
  1. Kelas Sosial
    Kelas sosial merupakan aspek yang berhubungan dengan status sosial ekonomi. Kelas sosial umum klasifikasikan dalam tiga tingkatan yaitu kelas atas, kelas menengah, kelas bawah. Tingkat pendidikan, pekerjaan dan pendapatan keluarga akan menempatkan individu dalam kedudukan kelas sosial tertentu dalam masyarakat yang kemudian akan mempengaruhi harga diri seseorang. Orang tua yang berada pada kelas sosial atas akan mempengaruhi terbentuknya harga diri yang tinggi pada anak. Anak akan merasa bangga dan merasa dirinya berharga karena kebutuhannya selalu terpenuhi dan bisa menikmati fasilitas yang dimiliki orang tuanya. Anaknya yang berasal dari kelas sosial menengah mempunyai harga diri yang menengah pula. Hal ini disebabkan orang tua dapat memberikan kebutuhan anak secukupnya beranggapan dirinya tidak berharga dibanding teman-temanya yang lain.

  2. Agama
    Agama sebagai kepercayaan ritual terorganisasi secara sosial dan diberlakukan oleh anggota masyarakat. Setiap agama memiliki jumlah pemeluk dan nilai-nilai yang berbeda dengan agama lainnya. Hal tersebut berpengaruh pada harga diri seseorang. Anak yang berasal dari agama yang berbeda dengan mereka yang agamanya dianut oleh kaum minoritas. Demikian pula dengan ketaatan seseorang terhadap nilai-nilai agama yang dianutnya membuat dirinya memiliki rasa bangga dan bahagia. Perasaan bangga ini membuat individu memiliki harga diri yang tinggi.

  3. Riwayat pekerjaan orangtua
    Orangtua yang memiliki pekerjaan tetap dan dapat meraih prestasi dalam pekerjaannya akan memberikan rasa aman dan bangga pada diri anak. Keadaan seperti membuat anak menilai dirinya secara positif. Sebaliknya, orangtua yang pekerjaannya, bahkan pernah dipecat pada suatu jabatan tertentu, akan berdampak pada diri anak dan akibatnya dan mempengaruhi cara penilaian anak terhadap dirinya sendiri. Anak akan merasa malu, tidak memiliki harga diri, dan tidak berguna baik dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Hal ini dapat mengakibatkan anak memiliki harga diri yang rendah.

Menurut Kozier dan Erb (dalam Simbolon, 2008) ada empat elemen pengalaman yang berhubungan dengan perkembangan harga diri, yaitu:

  1. Orang-orang yang berarti atau penting
    Seseorang yang berarti adalah seorang individu atau kelompok yang memiliki peran penting dalam perkembangan harga diri selama tahap kehidupan tertentu. Orang yang berarti adalah orang tua, saudara kandung, teman sebaya, guru dan sebagainya. Pada berbagai tahap perkembangan terdapat satu atau beberapa orang yang berarti. Melalui interaksi sosial dengan orang yang berarti dan umpan balik tentang bagaimana perasaan dan label orang yang berarti tersebut, individu akan mengembangkan sikap dan pandangannya mengenai dirinya.

  2. Harapan akan peran sosial
    Pada berbagai tahap perkembangan, individu sangat di pengaruhi oleh harapan masyarakat umum yang berkenaan dengan peran spesifiknya. Masyarakat yang lebih luas dan kelompok masyarakat yang lebih kecil memiliki peran yang berbeda dan hal ini tampak dalam derajat yang berbeda mengenai keharusan dalam memenuhi peran sosial. Harapan-harapan peran sosial berbeda menurut usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, etnik dan identifikasi karir.

  3. Krisis setiap perkembangan psikososial
    Dalam menghadapi tugas-tugas perkembangan tertentu, individu akan memiliki krisis disetiap tahap perkembangannya. Hal ini dikemukakan oleh Erikson (dalam Monks, dkk, 2006) dimana jika individu tersebut gagal menyelasaikan krisis tersebut dapat menyebabkan masalah dalam diri, konsep diri dan harga dirinya. Erikson juga menambahkan bahwa, tugas perkembangan pada periode remaja adalah pencarian identitas diri, yaitu periode dimana individu akan membentuk diri (self), gambaran diri (self-image), mengintegrasikan ide-ide individu mengenai dirinya dan tentang bagaimana cara orang lain berfikir tentang dirinya. Untuk mencapai identitas diri yang positif atau “aku” yang sehat, remaja memerlukan orang-orang dewasa yang penuh perhatian serta teman-teman sebaya yang kooperatif

  4. Gaya penanggulangan masalah
    Strategi yang dipilih individu untuk menanggulangi situasi yang mengakibatkan stres merupakan hal yang penting dalam menentukan keberhasilan individu untuk beradaptasi pada situasi tersebut dan menentukan apakah harga diri dipertahankan, meningkat atau menurun.

Myers (1992, dalam Nurmalasari, 2007) mengemukakan karakteristik dari individu yang memiliki harga diri yang tinggi dan yang rendah, sebagai berikut:

  1. Karakteristik individu dengan harga diri tinggi
    • Dapat menghormati diri sendiri
    • Dapat mengakui dirinya berharga
    • Tidak merasa dirinya lebih baik daripada orang lain, namun tidak juga merasa lebih buruk.

  2. Karakteristik individu dengan harga diri rendah
    • Merasa tidak puas dengan dirinya sendiri.
    • Merasa tidak berharga
    • Menolak dirinya baik secara verbal dan aktif
    • Merasa tidak mampu berubah

Referensi