Faktor-faktor apa saja yang dapat menghambat terjadinya perubahan sosial?


Apa saja faktor-faktor yang dapat menghambat terjadinya perubahan sosial didalam masyarakat? Dan bagimana solusinya?

Faktor - faktor Penghambat terjadinya perubahan sosial antara lain :

Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain

Masyarakat yang hidup terasing mengakibatkan tidak akan mengetahui perkembangan kemajuan yang telah dicapai oleh masyarakat lain. Biasanya masyarakat tersebut terkungkung pola-pola pemikirannya oleh tradisi, dan tidak menyadari bahwa msyarakatnya telah tertinggal dibandingkan dengan masyarakat yang lain, sehingga tidak memiliki gambaran ataupun keinginan untuk merubah kondisi masyarakatnya agar menjadi lebih maju.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan yang terlambat.

Kondisi masyarakat yang terlambat ilmu pengetahuannya dapat dijumpai pada masyarakat yang pernah terjajah lama oleh masyarakat atau bangsa lain. Selain itu bisa juga terjadi pada masyarakat yang terasing atau tertutup. Kondisi tersebut melahirkan masyarakat yang statis, dan tidak mampu berkembang karena keterbatasan ilmu pengetahuannya.

Sikap masyarakat yang sangat tradisional

Sikap masyarakat yang suka mengagung-agungkan tradisi dan masa lampau, serta anggapan bahwa tradisi secara mutlak tidak dapat dirubah, akan menjadi penghambat jalannya proses perubahan, karena masyarakat dihinggapi rasa takut atau menganggap tabu untuk meninggalkan dan merubah tradisi lama dengan tradisi yang baru.

Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau vested interests

Dalam setiap masyarakat terdapat sistem pelapisan / strtifikasi sosial yang memposisikan sekelompok orang untuk menikmati posisi / kedudukan sosial pada lapisan atas. Hal ini sering terjadi pada masyarakat feodal dan masyarakat yang tengah mengalami transisi. Mereka yang memiliki posisi / kedudukan pada lapisan atas, akan selalu mempertahankan posisi tersebut dan sukar sekali untuk mau melepaskan kedudukannya.

Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan

Setiap masyarakat memiliki unsur-unsur budaya yang dipandang menjadi dasar integrasi bagi keberlangsungan hidup masyarakat yang harmonis. Oleh sebab itu masyarakat berusaha memelihara dan mempertahankannya agar keharmonisan tetap terjaga. Masuknya unsur-unsur budaya luar sering disikapi dengan kekhawatiran dapat menyebakan terjadinya perubahan pada unsur-unsur kebudayaan tersebut dan menggoyahkan integrasi masyarakatnya, sehingga cenderung ditolak.

Prasangka terhadap hal-hal baru ( asing ) atau sikap yang tertutup

Bagi masyarakat yang pernah dijajah oleh bangsa-bangsa Barat, prasangka - prasangka negatif serta sikap yang tertutup tersebut masih sering melekat dengan kuat, karena tidak bisa melupakan pengalaman-pengalaman pahit yang pernah mereka terima selama dijajah. Karena saat ini hal – hal baru umumnya datang dari dunia Barat, maka oleh masyarakat disikapi dengan prasangka sebagai upaya untuk melakukan penjajahan kembali. Oleh sebab itu masuknya hal-hal baru cenderung ditolak oleh masyarakat.

Hambatan-hambatan yang bersifat Ideologis

Setiap bangsa atau masyarakat tentu memiliki ideologi yang mengandung nilai - nilai dasar sebagai pedoman dalam hidup bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Oleh sebab itu nilai-nilai ideologi merupakan nilai universal yang berfungsi sebagai alat pemersatu / integrasi dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat tersebut. Masuknya unsur budaya baru yang dianggap tidak sesuai apalagi bertentangan dengan nilai-nilai ideologi tersebut, cenderung akan ditolak karena dikhawatirkan dapat mengganggu kestabilan dan integrasi dalam kehidupan mereka.

Adat atau Kebiasaan dalam Masyarakat

Adat atau kebiasaan yang hidup di masyarakat merupakan pola - pola perilaku bagi anggota masyarakat dalam memenuhi segala kebutuhan pokoknya. Ada kalanya adat atau kebiasaan tersebut begitu kokoh ternanam dalam kehidupan masyarakatnya, sehingga sulit untuk diubah, seperti yang berkaitan dengan bidang kepercayaan, sistem mata pencaharian, pembuatan rumah, cara berpakaian tertentu dan sebagainya.

Nilai bahwa Hidup itu pada hakekatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki

Berkembangnya nilai-nilai tersebut di dalam masyarakat akan melahirkan sikap hidup yang apatis. Mereka meyakini bahwa kehidupan di dunia memang penuh dengan kesusahan dan kesulitan yang dipahami sebagai kodrat yang harus diterima dan dijalaninya, karena kehidupan tidak mungkin diubah dan diperbaiki.

Adapun cara untuk mengatasi faktor penghambat tersebut antara lain dengan melakukan edukasi (pendidikan) kepada masyarakat secara terus menerus, sehingga masyarakat paham dan yakin mengapa perlu dilakukan perubahan sosial didalam sosial masyarakat.

Teori Konflik merupakan teori yang lahir untuk menggantikan fungsionalisme struktural. Tidak lama setelah memegang posisi memimpin dalam teori sosiologis, fungsionalisme-struktural segera mendapatkan serangan yang terus meningkat mulai dari beberapa segi, yaitu: fungsionalisme struktural dituduh secara politis konservatif, tidak mampu menangani perubahan sosial karena berfokus pada struktur-struktur yang statis dan tidak mampu menganalisis konflik sosial secara memadai (Raitzer, 2016).

Berikut beberapa faktor penghambat perubahan sosial dalam kaitannya dengan teori konflik:

1. Tindakan Kejahatan (Kriminalitas)

Masyarakat saat ini yang hidup serba kompleks telah memunculkan beragam masalah sosial, salah satunya adalah kriminalitas. Kriminalitas atau tindak kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Bahkan dapat dikatakan kriminalitas adalah muara dari problematika perubahan sosial yang harus siap ditanggung baik dalam jangka waktu lambat ataupun cepat. Hal ini kerena terjadinya tindakan kriminal secara sosiologis terkait dengan masalah jumlah penduduk, industri, pengangguran dan jumlah kemiskinan dalam masyarakat. Sedangkan Kartini Kartono menjelaskan dalam banyak kasus, kejahatan terjadi karena banyak faktor seperti faktor biologis, sosiologis, ekonomis, mental, fisik dan kehidupan pribadi (Jamaludin, 2015). Kejahatan akan senantiasa ada dan terus mengikuti perubahan zaman. Perkembangan masyarakat yang semakin maju, menyebabkan kejahatanpun ikut mengalami perubahan baik pada sisi bentuk maupun modusnya. Oleh karena itu sulit bagi suatu negara untuk melenyapkan kejahatan secara total. Emile Durkheim mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu gejala normal didalam setiap masyarakat yang bercirikan heterogenitas dan perubahan sosial oleh karena itu tidak mungkin kejahatan dapat dimusnahkan sampai tuntas.

Terdapat banyak pendapat yang menyatakan bahwa perubahan sosial dapat menyebabkan kriminalitas, hal tersebut karena perubahan tersebut dapat membawa seseorang untuk melakukan tindakan kejahatan yang dipengaruhi oleh keinginan-keinginan yang tidak terpenuhi atau terpaksakan dalam kehidupannya. Namun, disini juga perlu disadari bahwa perubahan sosial juga merupakan suatu proses menuju ke suatu keadaan yang lebih baik (harmoni), namun kehidupan harmoni tersebut juga tidak akan tercapai apabila selalu terjadi kejahatan/kriminalitas dimana-mana. Disini artinya adalah, kriminalitas adalah salah satu faktor yang juga menghambat perubahan sosial (menuju kehidupan yang lebih baik) bukan hanya sebagai imbas dari perubahan sosial. Hal tersebut karena setiap orang memiliki pandangan yang berbeda mengenai faktor yang mempengaruhi perubahan sosial.

2. Pertentangan

Pertentangan masyarakat berpeluang besar menjadi sebab perubahan sosial. Menurut Soerjono Soekanto, pertentangan-pertentangan tersebut mungkin dapat terjadi antara individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok yang dapat menimbulkan perubahan sosial. Pertentangan antara kelompok mungkin dapat terjadi antara generasi tua dan generasi muda. Pertentangan demikian itu kerap kali terjadi, terutama pada masyarakat yang tengan berkembang dari tahap tradisional menuju modernitas. Generasi muda yang belum terbentuk kepribadiannya, lebih mudah menerima unsur-unsur kebudayaan asing yang dalam beberapa hal mempunyai taraf yang lebih tinggi. Berbeda dengan golongan tua yang masih mempertahankan pemikiran konservatifnya dan cenderung sangat protektif dalam menghadapi segala perubahan. Keadaan demikian menimbulkan perubahan-perubahan tertentu dalam masyarakat, misalnya pergaulan yang lebih bebas antara wanita dan pria atau kedudukan mereka yang kian sederajat didalam masyarakat dan lain sebagainya.

3. Terjadinya Pemberontakan (Revolusi)

Terjadinya pemberontakan atau revolusi didalam tubuh masyarakat itu sendiri dapat terjadi karena adanya pemberontakan atau perlawanan besar-besaran dan tiba-tiba dengan menggunakan kekerasan oleh kekuatan-kekuatan dalam masyarakat terhadap kondisi yang ada. Terjadinya pemberontakan diawali dengan adanya ketidakpuasan sebagian masyarakat. Ketidakpuasan ini diarahkan pada sistem kekuasaan yang dianggapnya tidak cocok sehingga mendorong untuk keluar dan membuat sistem kekuasaan yang berbeda. Rezim yang bertindak despotik atau lalim menimbulkan ketidakadilan dimasyarakat sehingga mendorong sebagian masyarakat yang merasa tidak diuntungkan melakukan pemberontakan. Situasi dan kondisi ini memunculkan revolusi sebagai wujud dari pemberontakan. Adanya revolusi akan membawa perubahan-perubahan besar dalam tubuh masyarakat.

4. Konflik SARA

Menurut pengertian, SARA, yaitu suatu kekerasan yang dilatarbelakangi sentimental antar suku, agama, ras atau golongan tertentu. Konflik SARA biasanya tejadi karena adanya egoisitas seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan dengan jalan kekerasan. Dalam pengertian lain SARA dapat disebut diskriminasi yang merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, dimana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk saling membeda-bedakan. Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain maka hal tersebut yang diduga sebagai dasar utama dari tindakan diskriminasi Konflik SARA pada dasarnya lahir dari sikap Primordialisme, yaitu suatu paham yang menganggap bahwa kelompoknya lebih tinggi dan lebih hebat dari kelompok lain. Paham tersebut mengakibatkan anggota-anggotanya lebih menghormati kelompoknya sendiri dibandingkan dengan kelompok lain. Primordialisme dapat berdampak positif dan juga dapat berdampak negative. Dampak positifnya, lebih mengeratkan hubungan antar anggota-anggotanya, tetapi dampak negatif dari sikap seperti ini dapat membuat individu atau kelompok melihat kelompok lain lebih rendah dan hina dihadapan mereka, serta segala halnya harus seperti yang mereka lakukan. Konflik yang berbau unsur SARA biasanya diakibatkan oleh permusuhan turun temurun yag diatur oleh sistem tradisional yang meliputi dendam yang dipelihara oleh nenek moyang yang lalu diwariskan kepada generasi selanjutnya.