Faktor apa saja yang mempengaruhi ketidakmampuan seseorang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan?

Ketidakmampuan penyesuaian diri

Ketidakmampuan penyesuaian diri adalah ketidakmampuan seseorang untuk menyesuaikan dirinya sesuai dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup agar tercapai keharmonisan pada diri sendiri serta lingkungannya dan diterima secara sosial.

Faktor apa saja yang mempengaruhi ketidakmampuan seseorang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan ?

Menurut Adler, terdapat tiga faktor penyebab ketidakmampuan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial, dimana, satu dari ketiga faktor ini cukup menyebabkan munculnya ketidaknormalan. Faktor tersebut adalah :

  • Kelemahan fisik yang berlebihan

    Kelemahan fisik yang berlebihan, baik itu faktor bawaan ataupun akibat kecelakaan maupun penyakit, tidak cukup untuk menyebabkan ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri. Ketidakmampuan menyesuaikan diri, akibat kelemahan fisik, harus disertai dengan perasaan rendah diri atau inferior yang menonjol. Perasaan subjektif ini mungkin timbul karena tubuh yang tidak sempurna, namun perasaan ini adalah hasil dari daya kreatif.

    Pada dasarnya, setiap orang lahir ke dunia dengan “dikaruniai” kelemahan fisik, dan kelemahan ini mengarah pada perasaan inferior. Orang-orang dengan kelemahan fisik yang berlebihan terkadang membentuk perasaan inferior yang berlebihan karena mereka berusaha keras untuk melakukan kompensasi terhadap kelemahan mereka.

    Mereka cenderung menjadi terlalu peduli pada diri sendiri dan kurang mempertimbangkan keadaan orang lain. Mereka merasa seakan-akan hidup ditempa musuh, rasa takut yang telah mengalahkan hasrat mereka untuk mencapai keberhasilan, dan mereka yakin bahwa masalah utama dalam hidup dapat diselesaikan hanya dengan sikap mementingkan diri sendiri.

  • Gaya hidup manja

    Gaya hidup manja kebanyakan ada dalam hidup orang-orang neurotik. Orang-orang yang manja memiliki minat sosial yang lemah, namun punya hasrat yang kuat untuk terus mempertahankan hubungan yang bersifat parasit, seperti hubungan yang mereka miliki sebelumnya dengansalah satu atau kedua orang tua mereka. Mereka mengharapkan orang lain untuk merawat, melindungi dan memuaskan kebutuhan mereka. Karakteristik yang menonjol dari mereka adalah putus asa yang berlebihan, kebimbangan, oversensitif, tidak sabar, dan emosi yang berlebihan, terutama kecemasan. Mereka memandang dunia dengan kecacatan pribadi dan meyakini bahwa mereka berhak untuk menjadi yang pertama dari segalanya.

    Anak-anak yang manja tidak menerima terlalu banyak kasih sayang. Sebaliknya, mereka merasa tidak dicintai. Orang tua mereka memperlihatkan kurangnya kasih sayang dengan cara melakukan terlalu banyak untuk anaknya dan memperlakukan mereka seolah-olah mereka tidak mampu untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri. Oleh karena anak-anak ini merasa dimanja, maka mereka membentuk gaya hidup yang manja pula. Anak-anak ini pula mungkin merasa diabaikan. Terbiasa dilindungi oleh orang tua sehingga mereka takut untuk berpisah dengan orang tua seperti itu. Ketika mereka harus mengurus diri mereka sendiri, mereka merasa ditinggalkan, diperlakukan tidak baik, dan diabaikan. Pengalaman-pengalaman seperti ini menambah timbunan perasaan inferior.

  • Gaya hidup terabaikan

    Faktor eksternal ketiga yang menyebabkan ketidakmampuan menyesuaikan diri adalah pengabaian. Anak-anak yang merasa tidak dicintai dan tidak diinginkan akan membentuk gaya hidup yang terabaikan. Pengabaian adalah konsep relatif. Tidak ada orang yang merasa benar-benar terabaikan atau tidak diinginkan. Kenyataan bahwa seorang anak bisa melewati masa bayi adalah bukti bahwa seseorang merawat anaknya dan bahwa benih minat sosial telah ditanam.

    Anak-anak yang disiksa dan diperlakukan tidak baik mempunyai minat sosial yang minim dan cenderung menciptakan gaya hidup yang terabaikan. Mereka hanya sedikit memiliki rasa percaya diri dan membuat perkiraan yang terlalu jauh yang berkaitan dengan masalah-masalah utama dalam hidup. Mereka tidak percaya pada orang lain dan tidak mampu bekerja sama untuk kebaikan bersama. Mereka melihat masyarakat sebagai musuh, merasa terasing dari orang lain, dan mengalami rasa iri yang kuat terhadap keberhasilan orang lain. Anak-anak yang terabaikan punya banyak karakteristik seperti anak-anak manja, tetapi secara umum mereka lebih mudah curiga dan memiliki kemungkinan lebih besar untuk membahayakan orang lain.

Kampus adalah salah satu lingkungan baru bagi mahasiswa baru. Kondisi yang dihadapi sangat berbeda dengan kondisi lingkungan sekolah sebelumnya. Maka, kerap kali mahasiswa baru mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya (kampus).

Faktor yang menghambat mahasiswa untuk menyesuaikan diri di perguruan tinggi dengan baik (Orfield & Paul, 1988; dalam Waller 2009) antara lain:

  • Adanya pemisahan atau tidak baurnya pergaulan kampus
    Adanya pemisahan atau tidak baurnya pergaulan di kampus dapat disebabkan oleh terlalu ketatnya persaingan antar peer-group , tekanan senioritas, dan lain-lain.

  • Biaya kuliah yang mahal dan beban tanggungan hidup semasa kuliah
    Masalah keuangan, yaitu biaya kuliah yang mahal dan besarnya beban tanggungan hidup semasa kuliah dapat menghambat mahasiswa untuk dapat menyesuaikan dirinya di perguruan tinggi dengan baik.

  • Tidak memadainya asistensi bagi mahasiswa yang tidak siap ( unprepared )
    Tidak semua mahasiswa tahun pertama siap untuk mulai berkuliah. Banyak mahasiswa yang belum siap untuk menghadapi perubahan di pendidikan tinggi, terutama bagi mahasiswa yang berasal dari daerah. Tidak adanya asistensi atau bantuan bagi mahasiswa yang belum siap tersebut dapat menghambatnya dalam menyesuaikan diri di perguruan tinggi.

Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, dapat mengakibatkan individu melakukan penyesuaian yang salah. Penyesuaian diri yang salah ditandai dengan berbagai bentuk tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, agresif, dan sebagainya. Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah yaitu:

  • Reaksi Bertahan (Defence Reaction)
    Individu berusaha untuk mempertahankan dirinya, seolah-olah tidak menghadapi kegagalan. Ia selalu berusaha untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak mengalami kegagalan.

  • Reaksi Menyerang (Aggressive Reaction)
    Orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah menunjukkan tingkah laku yang bersifat menyerang untuk menutupi kegagalannya. Ia tidak mau menyadari kegagalannya. Reaksi-reaksinya tampak dalam tingkah laku:

  1. Selalu membenarkan diri sendiri
  2. Mau berkuasa dalam setiap situasi
  3. Mau memiliki segalanya
  4. Bersikap senang mengganggu orang lain
  5. Menggertak baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan
  6. Menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka
  7. Menunjukkan sikap menyerang dan merusak
  8. Keras kepala dalam perbuatannya
  9. Bersikap balas dendam
  10. Memperkosa hak orang lain
  11. Tindakan yang serampangan dan
  12. Marah secara sadis
  • Reaksi Melarikan Diri ( Escape Reaction )
    Dalam reaksi ini orang mempunyai penyesuaian diri yang salah akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalan, reaksinya tampak dalam tingkah laku sebagai berikut: berfantasi yaitu memasukan keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk angan-angan (seolah-olah sudah tercapai}, banyak tidur, minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu ganja, narkotika, dan regresi yaitu kembali kepada awal (misal orang dewasa yang bersikap dan berwatak seperti anak kecil) dan lain-lain.