Alvin (2007) mengemukakan stres akademik diakibatkan oleh dua faktor yaitu eksternal dan internal.
- Faktor internal yang menyebabkan stres akademik, yaitu:
- Pola pikir
Individu yang berpikir bahwa mereka tidak dapat mengendalikan situasi mereka cenderung mengalami stres yang lebih besar. Semakin besar kendali yang siswa pikir dapat ia lakukan, semakin kecil kemungkinan stres yang akan siswa alami.
- Kepribadian
Kepribadian seorang siswa dapat menentukan tingkat toleransinya terhadap stres. Tingkat stres yang optimis biasanya lebih kecil dibandingkan dengan siswa yang sifatnya pesimis.
- Keyakinan
Penyebab internal selanjutnya yang menentukan tingkat stres pada siswa adalah keyakinan atau pemikiran terhadap diri. Keyakinan terhadap diri memainkan peranan penting dalam menginterpretasikan situasi-situasi disekitar individu. Penilaian yang diyakini siwa, dapat mengubah cara berfikirnya terhadap suati hal bahkan dalam jangka panjang dapat membawa stres secara psikologis.
- Faktor eksternal yang menyebabkan stres akademik ialah :
- Pelajaran Lebih Padat
Kurikulum dan sistem pendidikan telah ditambah bobotnya dengan standar yang lebih tinggi. Akibatnya persaingan semakin ketat, waktu belajar bertambah dan beban pelajar semakin berlipat. Walaupun beberapa alasan tersebut penting bagi perkembangan pendidikan dalam negara, tetapi tidak dapat menutup mata bahwa hal tersebut menjadikan tingkat stres yang dihadapi siswa meningkat pula.
- Banyaknya Kegiatan yang Ingin Dilakukan Tetapi Waktu Terbatas
Dengan berlimpahnya produk dan mainan, media yang inovatif, peralatan elektronik canggih dan internet, orang dewasa dan anak-anak dihujani dengan beraneka ragam barang. Hal ini menimbulkan keinginan untuk memilikinya. Ditambah lagi, kehidupan saat ini banyak sekali wahana rekreasi yang semakin berkembang. Anak-anak menjadi stres jika keinginannya tidak dapat dipenuhi orang tuanya. Komponen ini juga menguraikan bagaimana anak-anak ingin melakukan kegiatan yang mereka sukai seperti olahraga, menggambar, dan berimajinasi dengan teman- teman sebayanya sambil bermain. Akan tetapi, waktu yang mereka miliki terbatas karena kegiatan pelajaran tambahan setelah jam belajar di sekolah. Ketika mereka kembali dari kegiatan tersebut, anak- anak merasa lelah. Terkadang mereka masih harus mengulang di rumah hingga belajar dengan terpaksa.
- Tekanan untuk Berprestasi Tinggi
Anak-anak sangat ditekan untuk berprestasi tinggi dalam ujian- ujian mereka. Tekanan ini dapat datang dari sekolah, guru, teman sebaya dan terutama datang dari orang tua. Secara tidak sadar, orang tua melontarkan ungkapan-ungkapan dan perlakuan yang mengarahkan anak untuk berprestasi tinggi.
- Dorongan Meniti Tangga Sosial
Pendidikan kini telah menjadi simbol status sosial. Orang-orang dengan kualifikasi akademik tinggi akan dihormati masyarakat dan yang tidak berpendidikan tinggi akan dipandang rendah. Siswa yang berhasil secara akademik sangat disukai, dikenal, dan dipuji oleh masyarakat. Sebaliknya, siswa yang tidak berprestasi di sekolah disebut lamban dan malas. Mereka dianggap sebagai pembuat masalah dan cenderung ditolak oleh guru, dimarahi oleh orangtua, dan diabaikan teman-teman sebayanya.