[Fakta atau Hoax] Kementerian Kominfo Menerapkan Sistem Literasi

  • Fakta
  • Hoax

0 voters

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengatakan, akan menghindari langkah pemblokiran internet untuk menangkal berita bohong atau hoaks. Penanganan hoaks ke depan akan menitikberatkan literasi digital.

Pencegahan atau menangkal hoaks dilakukan sendirian pihak Kementerian Kominfo. Melainkan, dilakukan bersama-sama dengan pihak ketiga, melalui cek fakta atau verifikasi. Sebelum dugaan hoaks masuk ke Kementerian Kominfo, ia ingin agar masyarakat ikut berperan. Menurutnya, yang memegang kontrol adalah masyarakat, sehingga bisa memberi koreksi terhadap informasi-informasi yang bertebaran di dunia maya.

Dengan begitu, menurutnya perlu ada perubahan pendekatan yang dilakukan kementerian dalam menangkal hoaks, yakni dengan memberikan pemahaman digital pada masyarakat. Oleh karena itu, literasi digital perlu didorong sampai menyentuh level paling bawah. Hal ini penting, karena sebelum mencari informasi secara daring, masyarakat perlu memiliki kesadaran sebagai pengguna.

Melalui program literasi digital, Kementerian Kominfo menargetkan pada 2021 sedikitnya 12,5 juta orang terliterasi digital. Kemudian, pada 2040 targetnya ada 50 juta orang memiliki tingkat literasi digital yang baik. Plt Direktur Pemberdayaan Informatika Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Slamet Santoso mengatakan, kebijakan pemblokiran internet di Papua untuk membendung hoaks merupakan pembelajaran. "Ini pembelajaran, bahwa kami memang perlu membenahi sistem pengendalian konten di masyarakat, supaya tidak melanggar hak asasi manusia (HAM). Seperti diketahui, pemerintah memblokir akses internet terhadap 29 kota/kabupaten di Provinsi Papua dan 13 kota/kabupaten di Provinsi Papua Barat pada 19-20 Agustus 2019. Pemerintah kemudian melanjutkan pemutusan akses internet pada 21 Agustus hingga 4 September 2019, dan melakukan perpanjangan pemblokiran dari 4-11 September 2019.

Langkah itu ditempuh dengan dalih untuk meminimalkan penyebaran hoaks selama kerusuhan Papua. Saat itu, Kementerian Kominfo yang dipimpin Rudiantara mengklaim menemukan 33 hoaks dan 849 lokator sumber seragam alamat digital atau uniform resource locator (URL), yang memuat konten provokatif terkait Papua. Atas tindakan pemerintah itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, South East Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), LBH Pers, YLBHI, KontraS, Elsam kemudian melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hasilnya, Hakim PTUN memutuskan Presiden Joko Widodo dan Menteri Komunikasi dan Informatika telah melanggar hukum karena memblokir akses internet di Papua dan Papua Barat pada tahun lalu.

2 Likes

Informasi merupakan komoditas utama bagi masyarakat. Kalangan masyarakat yang membutuhkan informasi pun beragam, mulai dari pendidik hingga ibu rumah tangga. Seorang pendidik bertanggung jawab mengembangkan keilmuannya dengan mendapatkan informasi ilmiah berupa artikel dalam jurnal, buku modul, dll. Seorang ibu rumah tangga juga membutuhkan informasi antara lain pengetahuan keterampilan berbasis rumahan seperti menjahit, dekorasi, memasak, dll. Keseluruhan hal tersebut dapat diketahui dengan mencari informasi. Berdasarkan kedua contoh tersebut dapat diketahui bahwa informasi sangat dekat dan selalu dicari-cari oleh berbagai aspek masyarakat.

Pada era globalisasi seperti saat ini, informasi dapat dengan mudah diakses dari mana, kapan dan dimana saja. Kemudahan tersebut tercipta karena perkembangan pesat dari teknologi berupa alat atau tool berupa gadget. Walaupun banyak kemudahan dalam pencarian informasi bukan berarti tidak ada tantangan di dalamnya. Informasi jumlahnya sangat banyak dan banyak subjeknya. Isi informasi juga hampir sama sehingga butuh hal yang dinamakan kemas ulang informasi. Hal ini dilakukan agar informasi tersaji lebih menarik untuk dikonsumsi masyarakat pengakses. Melalui kemas ulang, informasi memiliki karakter sesuai pembuat informasi. Selain itu kemas ulang juga dapat dikatakan sebagai jalan lain memudahkan temu kembali informasi diantara banyaknya informasi yang beredar saat ini.

Salah satu bentuk kemas ulang informasi adalah infografis. Infografis menurut Newson dan Haynes dalam Saptodewo (2014: 194) merupakan representasi visual yang grafis informasi data yang atau pengetahuan dimaksudkan untuk menyajikan informasi yang kompleks dengan cepat dan jelas. Selain cepat, bentuk infografis lebih menarik karena dilengkapi dengan gambar yang mewakili isi informasi. Kementrian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO) sebagai salah satu struktur dalam pemerintahan yang berkonsentrasi pada penyebaran informasi serta pendukung teknologi informasi dan komputer memiliki kemampuan untuk memberikan konten informasi pada masyarakat dengan merata serta mudah dicerna. Salah satu cara untuk memperluas jangkauan informasi yang dibuat melalui media sosial. Media sosial dianggap mudah untuk menjadi alat penyebaran informasi karena terintegrasi baik dengan internet serta memiliki pilihan-pilihan untuk menyisipkan berbagai jenis dokumen. Pada penelitian ini akan melakukan tinjauan pada akun resmi ( official account ) LINE dari Kementrian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO).

POKOK MASALAH

Media sosial mudah untuk digunakan oleh segala kalangan masyarakat, hal ini menyebabkan KEMKOMINFO melalui akun resmi LINE miliknya memberikan konten informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Masyarakat bisa dengan mudah memperolah informasi berbentuk infografis yang dihasilkan oleh KEMKOMINFO dengan menambhakan akun resminya pada aplikasi LINE masing-masing. Saat ini masyarakat yang menikmati fasilitas penyebaran informasi dari Kementrian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO) mencapai 404.976 pengikut. Oleh karenai itu penelitian ini mengambil pokok pembahasan mengenai bagaimana tinjauan informasi dalam bentuk infografis pada akun resmi LINE Kementrian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO).

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini berguna untuk mengetahui bagaimana tinjauan informasi dalam bentuk infografis pada akun resmi LINE Kementrian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO)

DEFINISI INFORMASI

Faibisof dan Ely dalam Yusuf (2009:347) memberikan batasan informasi dengan pernyataan bahwa information is a symbol or a set of symbol which has the potential for meaning . Pernyataan tersebut berarti informasi adalah lambang atau seperangkat lambang yang mempunyai arti. Kemudian dalam buku yang sama, Yusuf menjelaskan bahwa Informasi terdiri dari informasi tidak terekam dan informasi terekam. Informasi terekam masih dibedakan antara yang tidak ilmiah dan yang ilmiah. Pada konteks informasi dalam dunia kepustakaan pemeparan bagaimana informasi itu sendiri dijelaskan oleh Estabrook dalam Yusuf (2009:11) bahwa informasi adalah suatu rekaman fenomena yang diamati, atau bisa juga berupa putusan-putusan yang dibuat seseorang. Pendapat Estabrook selaras dengan argumen Yusuf mengenai bagaimana pembatassan konsep pengertian atau makna dari informasi itu sendiri. Dalam Yusuf (2009:347) menjelaskan bahwa sulit membatasi konsep informasi secara tegas dan menyeluruh, dan para ahli pun merasa enggan untuk membatasinya dengan tegas. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa informasi merupakan peristiwa, pengetahuan, rekaman data, gambar, grafik, dan dokumen yang disampaikan atau dikomunikasikan secara lisan maupun dalam bentuk rekaman.informasi mengandung konten atau isi hasil dari pengetahuan yang berhasil tertuang dalam media. Informasi dalam konteks media sosial memiliki pengertian sebagai sumber utama adanya publikasi. Informasi menjadi komoditi bagi media sosial sehingga tetap hidup dan menarik untuk diakses.

DEFINISI KEMAS ULANG INFORMASI (INFORMATION REPACKAGING)

Widyawan (2014 :55) memaparkan pengertian bahwa kemas ulang informasi merupakan proses sistematik untuk memberikan nilai tambah pada informasi, dimana penambahan nilai termasuk analisis dan sintesis, menyunting dan memformat, serta menerjemahkan dokumen. Selanjutnya, kemas ulang menjamin keterbaruan, ketepatan, kesahihan, kelengkapan, kemudahan pemahaman, kenyamanan penggunaan, dan penyesuain informasi untuk memenuhi kebutuhan pengguna Informasi yang dikemas kembali memberi kemudahan dalam penyebaran informasi dan temu kembali informasi. Pengertian ini selaras dengan pendapat yang dikemukakan oleh Oyadonghan (2016: 217) melalui artikelnya yaitu

Information repackaging means to repackage again or anew, in a more attractive format, to be effective in meeting the information needs of library user. Repackaging the information in a way that can be handy, readily understood; packaging information and arranging all these materials in a way that is appropriate to the user, thus combining two essential concepts inherent in the term repackaging, that is, reprocessing, and repackaging

(Kemas ulang informasi berarti pengemasan kembali atau baru, dalam format yang lebih menarik, agar efektif dalam memenuhi kebutuhan informasi pengguna perpustakaan. Mengemas ulang informasi dengan cara yang mudah, mudah dimengerti; mengemas informasi dan mengatur semua bahan-bahan ini dengan cara yang sesuai bagi pengguna, sehingga menggabungkan dua konsep penting yang melekat dalam istilah pengemasan ulang, yaitu, pemrosesan ulang, dan pengemasan ulang)

Berdasarkan dua pendapat di atas sudah dapat diambil kata kunci untuk mendefinisikan apa yang dimaksud dengan kemas ulang informasi. Kemas ulang informasi intinya adalah perubahan bentuk informasi tanpa membuat isi informasi di dalamnya berubah, perubahan tersebut bisa menambah nilai informasi serta mempermudah penyelarasan pengetahuan dari pembuat informasi kepada penerimanya. Informasi dikemas ulang menjadi bentuk yang lebih mudah dipahami tanpa menambah maupun mengurangi konten informasi yang ada di dalamnya.

FUNGSI KEMAS ULANG INFORMASI

Berdasarkan hasil penelitian Pebrianti (2015:30) dapat diketahui fungsi kemas ulang informasi secara teknis antara lain:

  1. Sarana pendokumentasian informasi.

Informasi memiliki bentuk lain sehingga dapat menjadi dokumentasi hasil terbitan maupun bentuk informasi. Selain itu dalam ranah keilmuan perpustakaan melalui kemas ulang informasi dapat mempermudah temu kembali karena informasi yang terstruktur dapat diambil intinya sehingga onten informasi dapat dengan mudah dipahami.

  1. Sarana memilih informasi yang bermanfaat bagi pemustaka secara sistematis.

Pembuatan kemas ulang informasi juga mempertimbangkan susunan infromasi yang diproduksi terlebih dahulu, akan tetapi susunan itu memiliki banyak kata penjelas sehingga apabila pembaca memiliki kekurangan intrepretasi akan mengakibatkan perbedaan pemahaman pengetahuan dari pembuat informasi kepada pembaca. Melalui kemas ulang, informasi akan lebih ringkas, padat, tanpa mengesampingkan kekayaan kontennya.

  1. Sarana penyajian dan alih informasi yang lebih ekstensif.

Bentuk informasi yang berubah diharapkan dapat menjangkau jenis pembaca yang luas. Keberagaman bentuk informasi menyebabkan sesorang memiliki kebebasan untuk mengakses informasi tersebut. Melalui kemas ulang infromasi, masyarakat dapat memilih bentuk informasi yang diinginkan dengan konten informasi yang sama. Apabila seseorang lebih menyukai bentuk berbasis gambar maka orang lain yang lebih menyukai informasi dalam bentuk tekas juga akan memiliki pemahaman yang sama meskipun bentuk informasinya berbeda.

  1. Sebagai alat terjemahan.

Cara seseorang dalam menangkap suatu informasi berbeda-beda tiap individunya. Oelh karena itu, kemas ulang informasi bisa menjadi alternatif seseorang dalam memahami konten informasi yang sebenarnya ingin disampaikan oleh penulisnya.

  1. Sebagai peluang untuk menerapkan hasil penelitian.

Beberapa bentuk kemas ulang informasi merupakan hasil pengembangan dari penelitian seseorang. Masyarakat yang masih belajar dapat menerapkan hal ini agar memahami konsep kemas ulang informasi. Karya hasil penelitian juga seringkali dikemas dalam bentuk berbeda yang mudah dipahami agar konten penelitiannya bisa ditangkap oleh pembaca.

  1. Sarana penyajian informasi relevan secara langsung.

Informasi yang baik adalah informasi dengan tingkat aktualisasi yang baik sesuai keadaan fenomena yang sebenarnya. Akan tetapi terkadang masih terdapat kesulitan menyampaikan informasi dengan kadar penleitian menjadi relevan pada kebutuhan pemenuhan informasi dalam masyarakat. melalu kemas ulang informasi maka dapat menghubungkan bagaimana kebutuhan informasi masyarakat pada bentuk informasi yang sesuai.

DEFINISI INFOGRAFIS

Saptodewo (2014:195) melalui artikelnya menjelaskan bahwa grafik Informasi, atau lebih dikenal dengan infografis adalah cara penyajian informasi, data, atau pengetahuan dengan penggunaan alat-alat visual. Pendapat tersebut selaras dengan pengertian yang dipaparkan oleh Miftah, dkk (2016:87) bahwa infografis merupakan sebuah konsep umum penyajian informasi yang dalam penerapannya didasari oleh kreatifitas, keindahan (daya tarik), ketepatan isi dengan ilustrasi, serta keefektifan waktu yang diperlukan dalam menginterpretasikan informasi. Infografis banyak dilakukan dalam penyajian informasi, melalui infografis dapat menyederhanakan informasi dengan sifat kompleks menjadi informasi yang berbentuk lebih mudah dipahami. Infografis mampu menarik perhatian karena mudah diingat, mengetahui bahwa bentuk dari infografis selalu lebih ringkas dan tidak bertele-tele.

Kemudian menurut Glasgow dalam Miftah, dkk (2016:88) Infografis sering disebut pula sebagai ilustrasi informasi. Miftah kemudian memaparkan pendapatnya bahwa infografis yang dikenal masyarakat sekarang ini lebih memfokuskan diri kepada bentuk penyampaian informasi yang disajikan melalui grafik ataupun data statistik, namun sebenarnya infografis dalam hal ini juga mencakup beberapa komponen mendasar yang pada umumnya terdapat dalam karya desain, diantaranya adalah ; gambar, pemilihan warna, pemilihan simbol yang digunakan dan bagaimana komposisi warna dan bentuk yang digunakan agar informasi yang disajikan dapat terlihat menarik dan memenuhi kriteria standar visualisasi yang dibutuhkan masyarakat (Miftah, dkk: 2016).

DEFINISI MEDIA SOSIAL

Mulawarman (2017:36) menjelaskan bahwa media sosial adalah alat komunikasi yang digunakan oleh pengguna dalam proses sosial. Pendapat yang dikemukakan Mulawarnan senada dengan fakata bahwa media sosial merupakan bentuk dari proses sosial, menurut Durkheim dikutip dalam Fuchs (2014) media dan semua perangkat lunak merupakan “sosial” dan menjelaskan bahwa keduanya merupakan produk dari proses sosial.

Selanjutnya tujuan adanya media sosial dikemukakan oleh Eric,dkk (2015) yang memberikan pengertian bahwa:

In some cases, social media are used in all three sectors. For purposes of illustration, this study discusses the application of social media in the domains of marketing, customer relationship management (CRM), knowledge sharing, collaborative activities, organizational communications, education and training, and so on.

Dalam beberapa kasus, media sosial digunakan di ketiga sektor. Untuk tujuan ilustrasi, penelitian ini membahas aplikasi media sosial dalam domain pemasaran, manajemen hubungan pelanggan (CRM), berbagi pengetahuan, kegiatan kolaboratif, komunikasi organisasi, pendidikan dan pelatihan, dan sebagainya.

Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat diketahui bahwa media sosial menjadi pengantar masyarakat dalam berkehidupan sosial melalui alat lain yang disebut dengan perangkat lunak dan menjadi alat penghubung dengan bentuk lain dalam interaksi sosial. Melalui media sosial informasi dapat dibagikan dengan mudah serta bagi produsen informasi akan memudahkan mereka untuk menyebarkan konten informasi yang ingin dipahamkan.

METODE PENELITIAN

Menurut Hardjana (2003:25) metode adalah cara yang sudah dipikirkan masak-masak dan dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah tertentu guna mencapai tujuan yang hendak dicapai. Melalui metode maka kegiatan yang akan dilakukan akan lebih sistematis dan membantu menyelesaikan sesuatu dengan metode terbeut agar mudah serta cepat terselesaikan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan Historis. Menurut Wibowo (2011:43) metode deskriptif kualitatif adalah penggambaran secara kualitatif fakta, data atau objek material yang bukan berupa rangkaian angka, melainkan berupa ungkapan bahasa atau wacana (apapun itu bentuknya) melalui interpretasi yang tepat dan sistematis. Deskriptif diambil sebagai metode karena hasil penelitian ini akan memperlihatkan data seuai kenyataan yang ada tanpa menambah atau mengurangi kondisi data yang didapat. Kemudian pendekatan historis dilakukan karena cara peneliti untuk mendapatkan bahan dalam tulisan berdasarkan penulusuran historis kegiatan dalam akun resmi LINE milik Kementrian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO).

HASIL PENELITIAN

Kementrian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO) melalui akun resmi LINE miliknya sudah memiliki 404.976 pengikut (data tahun 2019). Konten utama dalam akun resmi LINE KEMKOMINFO adalah infografis dari isu-isu terkini dalam masyarakat Indonesia. Berdasarkan berita pada laman berita online Indotelko.com pada tanggal 11 Juli 2017, akun LINE resmi milik Kementrian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO) diresmikan pada Selasa, 11 Juli 2017. Sejak diluncurkan, pada hari yang sama pengikut akun tersebut sudah mencapai 5.656 orang. Penggunaan media sosial LINE pada ranah pemerintah merupakan kegiatan yang pertama kali dilakukan dari pemerintah Republik Indonesia. Sebelum adanya akun LINE resmi dari KEMKOMINFO masih belum ada lembaga pemerintah yang membuka platform online yang dekat dan memiliki banyak alat mulai dari media sosisal pada umumnya hingga akses percakapan seperti LINE.


Gambar 1: tampilan akun resmi LINE dari KEMKOMINFO

Berdasarkan hasil pengamatan, informasi yang disajikan oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO) dalam akun resmi LINE miliknya antara lain:

  1. Berita terkini mengenai isu terpopuler di Indonesia, informasi mengenai berita didapatkan dengan membuat divisi khusus untuk pencarian berita. Divisi tersebut dinamakan dengan Kolibri. Kolibri merupakan kependekan dari Kominfo Lintas Berita Terkini, melalui divisi tersebut maka infografis yang dipublikasi oleh KEMKOMINFO dapat diperiksa keabsahannya.
  2. Infografis mengenai himbauan pada tema tertentu, lembaga pemerintah akan selalu memproduksi informasi. Selain memberikan himbauan mengenai kondisi pemerintah, melalui akun resmi LINE KEMKOMINFO juga memberikan himbauan mengenai tema tertentu yang sedang hangat diperbincangkan di Indonesia.
  3. Infografis mengenai hasil kerja suatu kegiatan pada lembaga pemerintahan, sebagai media sosial maka akan lebih mudah apabila pemerintah memberikan sosialisai hasil kegiatannya melalui akun resmi LINE KEMKOMINFO. Setiap pemerintah memiliki kegiatan akan ditunjukkan transparasi secara sederhananya dalam media sosial ini.
  4. Infografis mengenai klarifikasi KEMKOMINFO terhadap berita-berita dan isu yang beredar. Apabila ditemukan informasi maupun berita-berita dalam negeri yang tidak terbukti kebenarannya akan ditindak tegas oleh KEMKOMINFO. Melalui akun resmi LINE KEMKOMINFO, masyarakat dapat mengetahui berita-berita apa saja yang tidak terbukti kebenarannya.
  5. Ucapan selamat pada momen tertentu. Sebagai negara dengan multikulturalisme maka apresisasi dalam bentuk ucapan selamat akan menjadi berarti bagi kalangan masyarakat yang merayakannya. KEMKOMINFO merupakan salah satu lembaga pemerintah maka melalui informasi ucapan ini menunjukkan suportivitas pemerintah mengenai acara-acara dan peringatan yang ada dimasyarakat.
  6. Kuis dengan pengetahuan seputar hal-hal terkait dengan Indonesia (Quiz seru dimalam minggu). Untuk mengundang umpan balik serta menambah pengetahuan pengikut akun resmi LINE KEMKOMINFO maka rubric khusu ini dibuat. Dalam rubrik ini, terdapat soal-soal pihan ganda dengan penjelasan jawaban yang memiliki ilustrasi menarik dan mudah diingat.
  7. Infografis mengenai prosedur dalam pengurusan hal-hal terkait pemerintahan. Media sosial dapat menadi sarana menyebarkan informasi, peluang ini dimanfaatkan oleh KEMKOMINFO melalui akun resmi LINE miliknya untuk memberikan informasi mengenai pelayanan publik yang disediakan pemerintah. KEMKOMINFO memberikan infografis berisi alur proses kegiatan pengurusan seperti, pajak, e-ktp, Kartu Indonesia Pintar, dll.
  8. Permainan menemukan kata berdasarkan petunjuk (Cari-Cari Kata Senin Main). Sasaran adanya media sosial berupa akun resmi LINE juga menuju masyarakat dibawah umur sehingga informasi yang diberikan dapat diterima oleh semua umur. Pada rubruk Cari-Cari Kata ini memuat pertanyaan yang jawabannya dapat ditemukan dalam susunak huruf yang terpisah-pisah. Melalui rubrik ini juga menyediakan penjelasan mengenai jawaban yang seharusnya diperoleh.

Keseluruhan konten informasi yang dimiliki Kementrian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO) dalam akun resmi LINE miliknya berbentuk infografis sehingga menarik untuk dilihat. Berdasarkan fakta mengenai daya perhatian seseorang pada laman berbasis online, hanya kurang dari 5 detik seseorang dapat memutuskan untuk tertarik maupun tidak pada konten yang ada diinternet. Informasi yang dimuat pada akun resmi LINE Kementrian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO) termasuk menarik dan mendatangkan perhatian karena berbentuk infografis. Sesuai dengan teori yang dipaparkan di atas bahwa kemas ulang memberikan nilai tambah pada informasi yang diproduksi. Meski jumlah kata semakin berkurang, efektifitas pemahaman dari pokok isi informasi lebih mudah tersampaikan. Informasi dengan bentuk infografis milik Kementrian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO) sudah mampu menjelaskan poko pembahasan yang ingin dipaparkan. Selain itu terdapat gambaran yang mewakili intrepretasi pembaca ketika melihat infografis dalam akun resmi LINE tersebut.

Masyarakat juga dimanjakan dengan fasilitas live chat atau percakapan langsung kepada administrator sehingga tujuan nomor enam dari tujuan dalam Rencana Strategis Kementrian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO) tahun 2015-2019 yang berbunyi “ Meningkatkan partisipasi publik terhadap pengambilan kebijakan publik ” dapat mudah terealisasikan. Masyarakat yang sudah mengikuti akun resmi LINE KEMKOMINFO dapat memberikan tanggapannya melalui ruang percakapan maupun kolom komentar pada tiap informasi yang dibagikan oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO) itu sendiri.

Tampilan dari infografis hasil pengolahan dokumen oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO) berbasis gambar dengan teks yang mudah dipahami. Berikut salah satu tampilan himbauan mengenaai wabah monkeypox:

kominfo
Gambar 2: poster himbauan mengenai pencegahan penularan virus monkeypox

Pesan diolah dalam bentuk visual sehingga bentuk teks yang kaku dapat mudah dipahami. Hal ini membuktikan bahwa bentuk infografis dalam informasi dalyang disebarkan Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO) mempermudah pemahaman pembaca. Lebih lanjut, makna yang ingin ditanamkan tidak akan berbeda jauh dengan pengetahuan hasil intrepretasi masyarakat umum pembaca

KESIMPULAN

Informasi yang disediakan oleh Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO) berbentuk infografis. Infografis tersebu merupakan hasil kemas ulang dari dokumen imaupun berita yang saat ini sedang menjadi topik hangat sehingga informasi dari akun resmi LINE Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO) dapat dipertanggungjawabkan.

Terdapat delapan informasi yang disediakan oleh Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO) antara lain; 1. Berita terkini mengenai isu terpopuler di Indonesia 2. Infografis mengenai himbauan pada tema tertentu 3. Infografis mengenai hasil kerja suatu kegiatan pada lembaga pemerintahan 4. Infografis mengenai klarifikasi KEMKOMINFO terhadap berita-berita dan isu yang beredar 5. Ucapan selamat pada momen tertentu 6. Kuis dengan pengetahuan seputar hal-hal terkait dengan Indonesia (Quiz seru dimalam minggu) 7. Infografis mengenai prosedur dalam pengurusan hal-hal terkait pemerintahan, dan 8. Permainan menemukan kata berdasarkan petunjuk (Cari-Cari Kata Senin Main).

DAFTAR PUSTAKA

Agus M. Hardjana. 2003. Komunikasi intrapersonal & Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Eric W.T. Ngai Ka-leung Karen Moon S.S. Lam Eric S. K. Chin Spencer S.C. Tao , (2015)," Social media models, technologies, and applications An academic review and case study ", Industrial Management & Data Systems, Vol. 115 Iss 5 pp. 769 – 802

Fuchs, C. (2014). Social media a critical introduction. Los Angeles: SAGE Publication, Ltd.

Fatmawati, Endang. 2016. Kemas Ulang Informasi: Suatu Tantangan Bagi Pustakawan. Artikel arsip perpustakaan Fakultas Ekonomi UNDIP. Semarang: FE UNDIP

IndoTelko.com. 2017. Kominfo jangkau Millenial dengan LINE. Berita online pada tanggal 11 Juli 2017 diakses melalui https://www.indotelko.com/read/1499766762/Kominfo-Millenial-LINE pada 18 Mei 2019.

Lankow, J., & Ritchie, J. (2014). Infografis: Kedahsyatan Cara Bercerita Visual. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Miftah, Nurul Muthiah; Rizal, Edwin; Anwar, Khairul Rully. 2016. Pola Literasi Visual Infografer Dalam Pembuatan Informasi Grafis (Infografis). JURNAL KAJIAN INFORMASI & PERPUSTAKAAN Vol.4/No.1, Juni 2016, hlm. 87-94 ISSN: 2303-2677

Muchlis. 2017. Analisis Kemas Ulang Informasi Di Perpustakaan Utsman Bin Affan Universitas Muslim Indonesia. Skripsi. Makassar: Universitas Islam Negeri Alauddin.

Okoroma, Nwakaego Francisca. 2014. Information Repackaging to Target Groups for a Fee: A Strategic Plan. Education Journal. Vol. 3, No. 5, 2014, pp. 308-315. doi: 10.11648/j.edu.20140305.17

Oyadonghan, Chinyere Joyce; Eke, Mmanuoma Felix; Fyneman, Biokuromoye. 2016. Information Repackaging and Its Application in Academic Libraries. International Journal of Computer Science and Information Technology Research ISSN 2348-120X (online) Vol. 4, Issue 2, pp: (217-222) www.researchpublish.com

Pawit, M. Yusuf. 2009. Ilmu Informasi, Komunikasi, dan Kepustakaan. Ed.1. Jakarta: Bumi Aksara.

Wibowo. 2011. Manajeman Kinerja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Wulansari, Ayu. 2017. Library Pathfinder: Kemas Ulang Informasi Dalam Memudahkan Temu Kembali Bagi Pemustaka. JURNAL PUBLIS Vol. 1 No.2 Tahun 2017.

1 Like

Kesadaran Literasi KOMINFO melalui Pembuatan Kode Etik Komputerisasi

Ketika membaca buku berjudul Ethical and Social Issues in the Information Age yang dikarang oleh Kizza, topik utama pembahasan buku ini adalah komputerisasi sehingga bisa dikatakan bahwa topik ini sedikit jauh dari pembahasan utama yang diinginkan pembaca yaitu information society. Uniknya walaupun faktanya subjek utama buku ini menggambarkan informasi dalam teknologi informasi akan tetapi terdapat pemaparan mengenai bagaimana komunitas masyarakat saat ini yang disebut Information Age bisa menggunakan komputerisasi atau teknologi informasi dalam bermasyarakat sesuai kode etik dan perlindungan elektronik yang bisa disediakan oleh ahli teknologi informasi. Hal ini mengingatkan saya mengenai internet yang digunakan oleh masyarakat daerah pedesaan. Internet bagian dari hidup masyarakat saat ini. Pernyataan ini bukan sebatas pendapat saja, sudah menjadi fakta bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa adanya internet. Mulai dari yang paling esensial yaitu pekerjaan, sampai sebatas hiburan semua ada di dalam internet. Sebegitu besar pengaruh internet hingga kesadaran pemerintah menyediakan akses internet secara menyeluruh diadakan demi kesejahteraan warga negara.

Hasil dari program pemerintah melalui kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) pada bidang tersebut adalah program Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK). Artikel kali ini yang akan saya review membahas mengenai bagaimana masyarakat Sigi, Sulawesi tengah menggunakan internet hasil dari program tersebut.

Sudah sewajarnya bahwa demi mengukur penggunaan sesuatu menggunakan penelitian. saya menggunakan penelitian kuantitatif dengan kuesioner tujuh belas indikator. Pada sisi penelitian menurut saya penelitian dengan metode seperti ini lebih mudah dan dapat menggambarkan sebagian besar dari seluruh populasi yang ingin diteliti. Hasil yang dipaparkan pun bisa menjadi acuan untuk penelitian lanjutan sesuai dari saran dari saya.
Sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam tahap belajar, saya memandang bahwa hasil penelitian ini memicu orang lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kajian ini. Data-data hasil penelitian secara umum memberikan gambaran secara demografis penggunaan internet di salah satu daerah yang bisa dibilang terpencil ini. Program PLIK memiliki sasaran yaitu pada masyarakat desa demi peningkatan hasil produksi pertanian. Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa internet sudah menjadi bagian hidup masyarakat saat ini, maka melalui program ini internet diharapkan bisa menjadi alat untuk peningkatan perekonomian masyarakat khususnya bidang pertanian.

Faktanya internet yang ada lebih banyak oleh digunakan oleh kalangan masyarakat terpelajar dan berpenghasilan tinggi.

Pendapat ini sesuai dengan pernyataan saya pada poin pembahasan yaitu”Pengguna PLIK rata-rata berpenghasilan tinggi dan berpendidikan hingga tingkat atas”. Menurut saya hal ini memang mungkin terjadi karena program ini sebatas menyediakan internet tanpa gadget sebagai tool atau alat untuk mengaksesnya. PLIK mayoritas diakses oleh masyarakat berpenghasilan tinggi karena mereka memiliki alat, sedangkan untuk masyarakat berpendidikan cenderung menggunakan karena memang kebutuhan akademisi untuk bersentuhan langsung dengan internet.

Menurut laman dari KOMINFO dijelaskan bahwa program PLIK saat ini bukan hanya sebatas menyediakan internet bagi masyarakat desa melainkan literasi informasi digital demi pemanfaatan internet yang lebih efektif dan efisien. Pada artikel yang saya review kali ini, tidak ada data yang menjelaskan secara deskriptif bagaimana penggunaan internet di Sigi mencapai taraf literasi. saya memaparkan data-data hasil jawaban kuesioner dan menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat dua kalangan besar untuk usia dan jenis kelamin sesuai penggunaan internetnya.

Kalangan usia tua lebih memilih untuk akses lowongan pekerjaan, berita, peluang bisnis, dan bisnis online sedangkan untuk kalangan muda cenderung mengakses musik, video, dan hiburan lainnya. Berdasarkan jenis kelamin laki-laki lebih mendominasi dalam hal mengakses hiburan dibandingkan perempuan sedangkan untuk perempuan lebih cenderung pada informasi kesehatan, informasi fashion, dan resep masakan.

Hasil pemetaan demografis penggunaan internet tersebut pun juga sesuai dengan tulisan Proenza et al (2001). Dalam buku yang berjudul Telecenters for Socioeconomic and Rural Development in Latin America and the Caribbean tersebut menjelaskan bahwa gender memang memberikan perbedaan jenis konten informasi yang dicari melalui internet seperti yang ditemukan Ngemba dan Wahid (2015) pada penelitiannya.


Sumber: techrepublic.com

Kesimpulan untuk keseluruhan pembahasan ini adalah tulisan Ngemba dan Wahid (2015) mengenai bagaimana masyarakat Sigi, Sulawesi tengah menggunakan internet hasil program PLIK ini masih di tahapan pemaparan data. Tulisan mereka ini memicu akademisi yang belajar mengenai informasi dan literasi khususnya melalui internet untuk melakukan penelitian lebih mendalam sehingga lebih selaras dengan judul yang ditunjukkan oleh Ngemba dan Wahid (2015) pada tulisan tersebut. Saya sendiri selaku mahasiswa yang masih belajar cukup tertarik akan kajian bagaimana internet dan informasi didalamnya dapat digunakan secara efektif dan efisien (red. Literasi informasi). Apabila terdapat kesempatan dan kemudahan akses maka akan lebih baik bagi saya untuk melanjutkan penelitian ini demi mendapat analisis yang lebih menyeluruh.

Kembali pada pembahasan buku berjudul Ethical and Social Issues in the Information Age Kizza memberikan pandangan mengenai penyampaian informasi oleh masyarakat dan bagaimana hubungannya dengan pembuatan kode etik komputerisasi. Pada era informasi, alat yang dibutuhkan dalam penyebaran informasi biasa disebut dengan teknologi informasi. Fokus utama pada buku ini adalah computing atau komputerisasi yang digunakan mayoritas masyarakat era informasi. Era informasi dapat dikatakan sejak ditemukannya komputer pada tahun 1970-an. Kizza, dalam bukunya menjelaskan bahwa sebelum masifnya penggunaan internet orang-orang biasa menggunakan catatan kecil (memo) atau bahkan mengirim surat melalui pos. Sedangkan setelah internet masif digunakan pesan bisa dikirim secara elektronik dan dengan waktu yang cepat. Hal ini selanjutnya oleh Kizza disebut dengan Confidentiality of Information.Akan tetapi yang menjadi kesulitan adalah apakah pesan-pesan yang dikirim sudah aman? Ataukah malah mengurangi nilai penyampaian informasi.

Pertanyaan tersebut terjawab pada penjelasan saya pada sub bab Ethics and Privacy. Setelah pengiriman pesan melalui mesin elektronik sering digunakan masyarakat, demi kelancaran promosi bisnis maka perlu ada pengamanan informasi. Informasi merupakan komponen utama pengiriman pesan dan penggunaan teknologi informasi.

Kizza menuliskan beberapa komponen pertimbangan dalam pembuatan kode etik informasi dalam komputerisasi yang digunakan oleh masyarakat antara lain:

The most common of these that must be in a good framework are; Recognize inherent ethical conflicts through comprehension, appreciation, and
evaluation of all ethical dimensions of problem, Understanding the problem and the facts of the problem, Knowing the parties involved, Being aware of alternatives, Demonstrating knowledge of ethical practices, Understand how the decision will be implemented and who will be affected, Understanding the impact the decision will have on the parties affected, Understand and comprehend the impact of the decision of the parties involved. (Kizza, 2010)

Berdasarkan delapan poin yang disebutkan oleh Kizza (2010) dapat disimpulkan bahwa membuat kode etik membutuhkan pertimbangan dari komponen masyarakat secara umum. Pada poin pertama sudah tertulis mengenai dimensi komprehensifitas, apresiasi, dan evaluasi dapat diambil melalui objek masyarakat sebagai pengguna. Bahkan selanjutnya pada poin tiga dijelaskan bahwa keterlibatan kelompok masyarakat (parties) juga harus diketahui. Kemudian pada poin enam, tujuh, dan delapan pertimbangan lain berupa pemahaman mengenai akibat yang mungkin dihasilkan dalam pembuatan kode etik tersebut.

Buku Ethical and Social Issues in the Information Age oleh Kizza secara umum memang membahas mengenai komputerisasi dan teknologi informasi yang digunakan khususnya pada era informasi. Akan tetapi terdapat beberapa pembahasan yang menunjukkan bahwa pembuatan kode etik penyebaran informasi dalam perangkat teknologi informasi dalam masyarakat bisa lebih sesuai dan normatif melalui kode etik.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Kizza, J. M. (2010). Ethical and social issues in the information age. London: Springer. doi:10.1007/978-1-84996-038-0
  2. KOMINFO RI. 2012. 11 Kelurahan Difasilitasi Internet. Diakses melalui https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/2279/11+Kelurahan+Difasilitasi+Internet/0/sorotan_media pada 17 Maret 2019
  3. Ngemba, Rasmita H dan Wahid, Fathul. 2015. Melek Informasi Ekonomi Masyarakat Pedesaan: Apakah Konten yang Diakses Berpengaruh?. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATi) 2015 Yogyakarta, 6 Juni 2015
  4. Proenza, F. J., Buch, R. B., & Montero, G. Telecenters for Socioeconomic and Rural Development in Latin America and the Caribbean. ITU, IADB, FAO. Washington DC: IADB - Inter- America Development Bank. 2001