Etika bekerja dalam pandangan Islam

Etika%20Kerja

Beberapa pandangan Islam terkait denga etika kerja antara lain,

  1. Melakukan pekerjaan dengan baik

Allah memerintahkan umatnya agar melakukan suatu pekerjaan dengan baik dan sungguh-sungguh. Di dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman:

“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mu’minuun).

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. AlBaqarah).

Selain itu, didalam Hadits Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Allah mencintai salah seorang di antara kamu yang melakukan suatu pekerjaan dengan baik (ketekunan).” (HR. Al Baihaqi).

Dalam memilih seseorang untuk diserahi suatu tugas, Rasulullah saw melakukannya secara selektif, di antaranya dilihat dari segi keahlian, keutamaan, dan kedalaman ilmunya. Beliau juga selalu mengajak mereka agar tekun dalam menunaikan pekerjaan.

  1. Taqwa dalam melakukan pekerjaan

Al-Qur’an banyak sekali mengajarkan kita agar taqwa dalam setiap perkara dan pekerjaan. Jika Allah SWT ingin menyeru kepada orang-orang mukmin dengan nada panggilan seperti “Wahai orang-orang yang beriman”, biasanya diikuti oleh ayat yang berorientasi pada kerja dengan muatan ketaqwaan. Di antaranya, “Keluarkanlah sebahagian dari apa yang telah Kami anugerahkan kepadamu.” “Janganlah kamu ikuti/rusak sedekah-sedekah (yang telah kamu keluarkan) dengan olokan-olokan dan kata-kata yang menyakitkan.”

"Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwlah kamu kepada Allah. “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah).

“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS. Al-A’raf).

Kerja mempunyai etika yang harus selalu diikutsertakan didalamnya, oleh karena kerja merupakan bukti adanya iman dan parameter bagi pahala dan siksa. Hendaknya para pekerja dapat meningkatkan tujuan akhirat dari pekerjaan yang mereka lakukan, dalam arti bukan sekedar memperoleh upah dan imbalan, karena tujuan utama kerja adalah demi memperoleh keridhaan Allah SWT sekaligus berkhidmat kepada umat. Etika bekerja yang disertai dengan ketaqwaan merupakan tuntunan Islam.

  1. Adanya sikap baik budi, jujur dan amanah, kesesuaian upah, tidak menipu, merampas, mengabaikan sesuatu, dan semena-mena

Pekerja harus memiliki komitmen terhadap agamanya, memiliki motivasi untuk menjalankan kewajiban-kewajiban Allah, seperti bersungguh-sungguh dalam bekerja dan selalu memperbaiki muamalahnya.

Disamping itu, mereka harus mengembangkan etika yang berhubungan dengan masalah kerja sehingga menjadi suatu tradisi kerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip agama. Cara seperti ini mempunyai dasar yang kuat dalam ajaran Islam.

Akhlak Islam tidak tergantung pada manusia bekerja atau tidak bekerja, namun akhlah Islam lahir dari aqidah Islam, konsisten pada ajaran-ajaran Islam serta bertalian dengan halal dan haram.

  1. Adanya keterikatan individu terhadap diri dan kerja yang menjadi tanggung jawabnya

Sikap ini muncul dari iman dan rasa takut individu terhadap Allah. Kesadaran ketuhanan dan spiritualitasnya mampu melahirkan sikap-sikap kerja positif. Kesadaran bahwa Allah melihat, mengontrol dalam kondisi apapun, serta akan menghisab seluruh amal perbuatannya secara adil dan fair, kemudian akan membalasnya dengan pahala atau siksaan di dunia. Allah SWT berfirman:

“Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik,” (QS. AlKahfi).

Kesadaran inilah yang menuntut untuk bersikap cermat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja, berusaha keras memperoleh keridhaan Allah, dan memiliki hubungan yang baik dengan relasinya.

Dewasa ini sikap semacam itu telah banyak dilupakan orang. Hal ini disebabkan karena lemahnya komitmen terhadap agama dan kurangnya konsistensi terhadap ajaran-ajarannya. Oleh karenanya, harus diupayakan penanaman ketaqwaan dalam hati dan jiwa manusia.

  1. Berusaha dengan cara halal dalam seluruh jenis pekerjaan

Rasulullah SAW pernah ditanya tentang pekerjaan yang paling utama. Beliau menjawab:

“Jual beli yang baik dan pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri .” (HR. Abu Ya’la).

Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Baik, mencintai yang baik, dan tidak menerima (sesuatu) kecuali yang baik dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin sesuatu yang diperintahkan kepada para utusan-Nya.” (HR. Muslim dan Tirmidzi).

“Mencari yang halal adalah wajib bagi setiap muslim.” (HR. Ath Thabrani)

“Empat hal sekiranya ada pada diri anda maka sesuatu yang tidak ada pada diri anda (dari hal keduniaan) tidak membahayakan anda, yaitu menjaga amanah, berbicara benar, berperangai baik, dan iffah dalam hal makanan.” (HR. Ahmad dan Ath Thabrani).

  1. Dilarang memaksakan (memforsir) seseorang, alat-alat produksi, atau binatang dalam bekerja

Semua harus dipekerjakan secara proporsional dan wajar, misalnya tidak boleh mempekerjakan buruh atau hewan secara zhalim. Termasuk didalamnya penggunaan alat-alat produksi secara terus menerus. Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya tubuhmu mempunyai hak atas dirimu.”

Para ahli fiqih telah menegaskan pentingnya kasih sayang terhadap para pekerja dan hewan yang dipekerjakan. Mereka yang sadar amat memperhitungkan beban yang semestinya dipikul oleh para pekerja.

Mereka melarang membebani binatang diluar kekuatannya. Mereka menyuruh para pekerja menurunkan barang-barang muatan dari atas punggung hewan yang mengangkutnya jika sedang istirahat, agar tidak membahayakan.

Demikian pula terhadap alat-alat produksi, agar tidak dipergunakan secara terus menerus tanpa ada waktu istirahat, guna mengurangi kerusakan yang terlalu cepat, apalagi jika alat-alat tersebut milik umum.

  1. Islam tidak mengenal pekerjaan yang mendurhakai Allah

Dalam bekerja tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam seperti memeras bahan & bahan minuman keras, sebagai pencatat riba, pelayan bar, pekerja seks komersial (PSK), pengedar narkoba, dan bekerja dengan penguasa yang menyuruh kejahatan seperti membunuh orang dan sebagainya.

Rasulullah SAW bersabda :

“Tidak ada ketaatan terhadap makhluk untuk mendurhakai Sang Pencipta.” (HR. Ahmad bin Hambal dalam Musnad-Nya dan Hakim dalam Al Mustadraknya, kategori hadits shahih).

  1. Kuat dan dapat dipercaya (jujur) dalam bekerja

Baik pekerja pemerintah, swasta, bekerja pada diri sendiri, ataukah di umara, para hakim, para wali rakyat, maupun para pekerja biasa, mereka adalah orang-orang yang disebut “pegawai tetap”. Begitupun kelompok pekerja lain, seperti tukang sepatu, penjahit, dan lainnya ; atau para pedagang barang-barang seperti beras; atau para petani, mereka juga harus dapat dipercaya dan kuat, khususnya mereka mandiri dalam kategori terakhir.

Allah SWT berfirman :

"Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (Surat Al-Qasas : 26)

  1. Bekerja secara profesional (ahli)

Aspek profesionalisme ini amat penting bagi seorang pekerja. Maksudnya adalah kemampuan untuk memahami dan melaksankan pekerjaan sesuai dengan prinsipnya (keahlian). Pekerja tidak cukup hanya dengan memegang teguh sifat-sifat amanah, kuat, berakhlaq dan bertakwa, namun dia harus pula mengerti dan menguasai benar pekerjaannnya.

Umar ra. sendiri pernah mempekerjakan orang dan beliau memilih dari mereka orang-orang yang profesional dalam bidangnya. Bahkan Rasulullah SAW mengingatkan:

“Bila suatu pekerjaan tidak diserahkan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.” (Al-Hadits).

Jadi tanpa adanya profesionalisme atau keahlian, suatu usaha akan mengalami kerusakan dan kebangkrutan. Juga menyebabkan menurunnya kualitas dan kuantitas produksi, bahkan sampai pada kesemrawutan manajemen, serta kerusakan alat-alat produktivitas.

Hal-hal ini tentunya jelas akan menyebabkan juga terjadinya kebangkrutan total yang tidak diinginkan.

1 Like

Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Demi Dzat yang diriku ada di tangan-Nya, bahwa jika salah seorang diantara kalian mengambil tali lalu pergi ke gunung untuk mengambil kayu bakar lalu dipikulnya pada punggungnya, itu lebih baik batinya dari pada ia meminta-minta pada orang baik orang tersebut memberinya atau menolaknya” (HR. Bukhari)

Bekerja Sebagai Satu Kewajiban Seorang Hamba Kepada Allah SWT
image
Allah SWT memerintahkan bekerja kepada setiap hamba-hambaNya (QS. Attaubah/ 9 : 105)
Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”.

Bekerja Bekerja Sebagai Sebagai Satu Kewajiban Seorang Hamba Kepada Allah SWT Allah SWT

  • Seorang insan minimal sekali diharuskan untuk dapat memberikan nafkah kepada dirinya sendiri, dan juga kepada keluarganya.
  • Dalam Islam terdapat banyak sekali ibadah yang tidak mungkin dilakukan dilakukan tanpa biaya & harta, seperti seperti zakat, infak, shadaqah shadaqah, wakaf, haji dan umrah. Sedangkan biaya/ harta tidak mungkin diperoleh tanpa proses kerja. Maka bekerja untuk memperoleh harta dalam rangka ibadah kepada Allah menjadi wajib.

Keutamaan (Fadhilah Fadhilah) Bekerja Bekerja Dalam Islam

  • Orang yang ikhlas bekerja akan mendapatkan ampunan dosa dari Allah SWT. Dalam sebuah hadits diriwayatkan :

    “Barang siapa yang sore hari duduk kelelahan lantaran pekerjaan yang telah dilakukannya, maka ia dapatkan sore hari tersebut dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT.” (HR. Thabrani)

  • Akan diampuninya suatu dosa yang tidak dapat diampuni dengan shalat, puasa, zakat, haji & umrah. Dalam sebuah riwayat dikatakan :

    “Sesungguhnya diantara dosa-dosa itu, terdapat satu dosa yang tidak dapat dihapuskan dengan shalat, puasa, haji dan umrah.’ Sahabat bertanya, ‘Apa yang dapat menghapuskannya wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Semangat dalam mencari rizki.” (HR. Thabrani)

  • Mendapatkan ‘Cinta Allah SWT’. Dalam sebuah riwayat digambarkan :

    “Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang mu’min yang giat bekerja.” (HR. Thabrani)

  • Terhindar dari azab neraka
    Dalam sebuah riwayat dikemukakan,

    “Pada suatu saat, Saad bin Muadz Al-Anshari berkisah bahwa ketika Nabi Muhammad SAW baru kembali dari Perang Tabuk, beliau melihat tangan Sa’ad yang melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman karena diterpa sengatan matahari. Rasulullah bertanya, ‘Kenapa tanganmu?’ Saad menjawab, 'Karena aku mengolah tanah dengan cangkul ini untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku.” Kemudian Rasulullah SAW mengambil tangan Saad dan menciumnya seraya berkata, ‘Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka’" (HR. Tabrani)

Etika bekerja Islam

  1. Niat Ikhlas Karena Allah SWT
    Artinya Artinya ketika bekerja bekerja, niatan utamanya adalah karena Allah SWT sebagai kewajiban dari Allah yang harus dilakukan oleh setiap hamba. Dan konsekuensinya adalah ia selalu memulai aktivitas pekerjaannya dengan dzikir kepada Allah. Ketika berangkat dari rumah, lisannya basah dengan doa bismillahi tawakkaltu alallah… la haula wala quwwata illa billah… Dan ketika pulang ke rumahpun, kalimat tahmid menggema dalam dirinya yang keluar melalui lisannya.

  2. Itqan, sungguh-sungguh dan profesional dalam bekerja
    Syarat kedua agar pekerjaan dijadikan sarana mendapatkan surga dari Allah SWT adalah profesional, sungguh-sungguh dan tekun dalam bekerja. Di antara bentuknya adalah, pencapaian target (bahkan melebihi target), disiplin, tuntas melaksanakan pekerjaan yang diamanahkan kepadanya, memiliki keahlian di bidangnya dsb.

  3. Bersikap Jujur & Amanah
    Karena pada hakekatnya pekerjaan yang dilakukannya tersebut merupakan amanah, baik secara duniawi dari atasannya atau pemilik pemilik usaha, maupun secara duniawi duniawi dari Allah SWT yang Allah SWT yang akan dimintai pertanggung jawaban atas pekerjaan yang dilakukannya. Implementasi jujur dan amanah dalam bekerja diantaranya adalah dengan tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya, tidak curang, obyektif dalam menilai, dan sebagainya.

  4. Menjaga Etika Sebagai Seorang Muslim
    Bekerja juga harus memperhatikan adab dan etika sebagai seorang muslim, seperti etika dalam berbicara, menegur, berpakaian, bergaul, makan, minum, berhadapan dengan customer, rapat, dan sebagainya. Bahkan akhlak atau etika ini merupakan ciri kesempurnaan iman seorang mu’min.

  5. Tidak Melanggar Prinsip-Prinsip Syariah
    Aspek lain dalam etika bekerja dalam Islam adalah tidak boleh melanggar prinsip-prinsip syariah dalam pekerjaan yang dilakukannya. Tidak melanggar prinsip syariah ini dapat dibagi menjadi beberapa hal, Pertama dari sisi dzat atau substansi seperti memproduksi barang yang haram, menyebarluaskan kefasadan (seperti pornografi), mengandung unsur riba, maysir, gharar dsb. Kedua dari sisi penunjang yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan, seperti risywah, membuat fitnah dalam persaingan, tidak menutup aurat, ikhtilat antara laki-laki dengan perempuan, dsb.

  6. Menghindari Syubhat
    Dalam bekerja terkadang seseorang dihadapkan dengan adanya syubhat atau sesuatu yang meragukan dan samar antara kehalalan dengan keharamannya. Seperti unsur-unsur pemberian dari pihak luar, yang terdapat indikasi adanya satu kepentingan tertentu. Atau seperti seperti bekerja sama dengan pihak-pihak yang secara umum diketahui kedzliman atau pelanggarannya terhadap syariah. Dan syubhat semacam
    ini dapat berasal dari internal maupun eksternal.

  7. Menjaga Ukhuwah Islamiyah
    Aspek lain yang juga sangat penting diperhatikan adalah masalah ukhuwah islamiyah antara sesama muslim. Jangan sampai dalam bekerja atau berusaha melahirkan perpecahan di tengah-tengah kaum muslimin. Rasulullah SAW sendiri mengemukakan tentang hal yang bersifat prefentif agar tidak merusak ukhuwah Islamiyah di kalangan kaum muslimin. Beliau mengemukakan, “Dan janganlah kalian membeli barang yang sudah dibeli saudara kalian” Karena jika terjadi kontradiktif dari hadits di atas, tentu akan merenggangkan juga ukhuwah Islamiyah diantara mereka; saling curiga, su’udzon dsb.

Etika bisnis atau kerja dalam Islam digali langsung dari al-Qur’an dan Hadits Nabi, yang menekankan pada empat hal, yaitu: kesatuan (unity), keseimbangan (equilibrium), kebebasan (free will), dan tanggungjawab (responsibility).

Etika kerja dalam pandangan Islam ialah ukuran baik-buruk, salah-benar, etis dan tidaknya selalu disandarkan pada ajaran al-Qur’an dan Hadits Nabi, yang disesuaikan dengan kondisi dan zaman yang melingkupinya.

Ttika kerja (bisnis) dalam Islam setidaknya ada empat pilar etika manajemen bisnis seperti yang dicontohkan Nabi Saw, yaitu :

1. Tauhid, yang berarti memandang bahwa segala asset dari transaksi bisnis yang terjadi di dunia adalah milik Allah, manusia hanya mendapatkan amanah untuk mengelolanya.

2. Adil, artinya segala keputusan menyangkut transaksi dengan lawan bisnis atu kesepakatan kerja harus dilandasi dengan akad saling setuju dengan sistem profit and lost sharing.

3. Kehendak bebas, manjemen Islam mempersilakan umatnya untuk menumbuhkan kreatifitas dalam melakukan transaksi bisnisnya sepanjang memenuhi asas hukum ekonomi Islam, yaitu halal.

4. Pertanggung jawaban, semua keputusan seseorang pimpinan harus dipertanggungjawabkan oleh yang bersangkutan.

Islam menggariskan konsep umum bekerja atau berbisnis sesuai dengan etika al-Qur’an dan Hadits. Oleh karena itu, secara teknis tidak ditentukan bentuk pekerjaan mana yang paling baik dan mulia, namun berupa kaidah umum yang berupa rambu-rambu yang harus dijadikan prinsip dalam bekerja.

Menurut Kaelany MD,44 dasar-dasar tersebut merupakan prinsip-prinsip umum yang berupa:

  • Segala cara usaha pada prinsipnya diperbolehkan, sesuai dengan QS. Al-Baqarah: 29. dan QS. 31: 20.

  • Dihalalkan berjualbeli dan diharamkan riba. Sesuai dengan QS. Al- Baqarah: 275.

  • Hasil pekerjaan kembali kepada yang mengerjakannya, tak ada perbedaan dalam soal ini antara laki-laki dan wanita. Sesuai dengan QS. An-Nisa: 32.

  • Pemimpin harus dapat mengendalikan distribusi kekayaan dalam masyarakat manakala tidak ada keseimbangan di antara mereka dan yang dipimpinnya. Sesuai dengan QS. 59:7.

  • Haram menganiaya dengan menerjang hak atas harta orang Islam lainnya, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, yang artinya: “Semua muslim atas muslim lainnya, haram darahnya, kehormatannya, dan hartanya."

Ciri asasi prinsip-prinsip umum adalah bahwa prinsip ini tidak berubah ataupun berganti serta cocok untuk setiap saat dan tempat, tanpa peduli dengan tingkat kemajuan ekonomi dalam masyarakat.