Apa perbedaan antara empati dan simpati?

image

Kita sering kali mendengar istilah empati dan simpati dalam masyarakat sosial ketika seseorang atau kelompok orang terkena bencana. Lalu apakah kedua istilah tersebut berbeda? Kemudian apa yang membedakan kedua istilah tersebut jika berbeda ?

Simpati lebih menggambarkan perasaan belas kasihan dan rasa kasihan dari kita untuk ditujukan kepada keadaan orang lain, sementara empati memungkinkan bagi kita untuk menempatkan diri pada posisi orang-orang yang menderita dan berbagi secara langsung dalam kesedihan mereka.

Perbedaan Simpati dan Empati

1. Simpati Adalah “Feeling with”

Simpati mungkin hanya mampu merasakan bersama dengan orang lain tentang apa yang mereka rasakan. Pihak yang terlibat akan menganggap bahwa apa yang terjadi merupakan persamaan nasib sehingga sikap yang ada kemudian akan saling mendukung.

2. Empati Adalah “Feeling in”

Empati membuat seseorang merasa mampu berada dalam posisi orang lain. Sikap ini biasanya ditunjukkan dengan sikap penerimaan saat menghadapi orang lain yang sedang mengalami permasalahan. Biasanya, bina hubungan saling percaya akan terwujud dengan penunjukkan sikap feeling in ini.

3. Simpati Tidak Mendalam

Simpati umumnya hanya menunjukkan sikap prihatin terhadap apa yang orang lain rasakan tanpa memandang bahwa perlu atau tidak untuk membantu seseorang tersebut menangani kesulitannya, sebab ia merasa bahwa masalahnya juga sama.

4. Empati Lebih Mendalam

Seseorang akan lebih merasakan kesedihan orang lain dan tahu apa yang orang lain rasakan ketika berada dalam situasi tersebut. Saat sikap ini muncul, seseorang biasanya juga akan lebih berusaha bekerja sama untuk mencari penyelesaian masalah bersama. Sikap empati ini biasanya akan erat sekali dengan kemauan seseorang untuk menolong orang lain.

5. Simpati Merupakan Respon Dukungan

Sikap simpati bisa menjadi sebuah bentuk respon dukungan kepada orang lain. Orang lain dapat merasakan dukungan ini tetapi tidak sampai pada tahap penyelesaian pemecahan masalah yang dibantu oleh orang yang bersimpati.

6. Empati Merupakan Sikap untuk Memahami Orang Lain

Seseorang yang berempati mampu mengerti bahwa permasalahan yang dihadapi orang lain adalah berat. Ia akan berusaha menjadi pendengar yang baik dan membebaskan orang lain untuk menceritakan permasalahannya sebebas-bebasnya. Karakter yang empati biasanya tidak akan menyanggah atau memberikan pendapat pribadinya sampai benar-benar diminta untuk melakukannya.

7. Simpati Berdasarkan Faktor Persamaan

Seseorang mungkin (pernah) mengalami kesamaan nasib yang kemudian menjadikan dia merasa iba atau merasa prihatin terhadap apa yang dialami oleh orang lain. Mereka memang akan saling menguatkan, tetapi berusaha tidak terlibat lebih jauh lagi dalam proses pemecahan masalah yang ada.

8. Empati Berdasarkan Faktor Perbedaan

Empati timbul karena banyak faktor perbedaan yang ada. Seseorang yang bersikap empati mungkin tidak mengalami hal yang sama yang terjadi pada seseorang, namun mampu merasakan apa yang dialami oleh orang tersebut.

9. Simpati Umumnya Spontan

Simpati juga umumnya merupakan reaksi yang sifatnya spontan. Reaksi spontan ini hanya untuk menunjukkan bahwa kita bersimpati dengan apa yang terjadi pada orang lain.

10. Empati Melibatkan Faktor Kognitif dan Afektif

Empati justru berbanding sebaliknya. Faktor kognitif dan afektif akan dilibatkan, dimana seseorang juga ikut berpikir dalam mencari penyelesaian masalah orang lain.

Sumber : 10 Perbedaan Simpati dan Empati dalam Psikologi - DosenPsikologi.com

Titchener, seorang ahli psikologi Amerika, menyatakan bahwa empati berasal dari semacam peniruan secara fisik atas beban orang lain yang kemudian menimbulkan perasaan yang serupa dalam diri seseorang. Ia mencoba menggunakan kata empati untuk membedakan dengan kata simpati yang bermakna lebih dekat sebagai bentuk perhatian terhadap “kemalangan” orang lain tanpa ikut merasakan apapun yang dirasakan oleh orang lain itu.

Berikut adalah ilustrasi-ilustrasi yang dapat memperjelas perbedaan antara empati dan simpati.

perbedaan antara empati dan simpati

perbedaan antara empati dan simpati

perbedaan antara empati dan simpati

perbedaan antara empati dan simpati

perbedaan antara empati dan simpati

perbedaan antara empati dan simpati

perbedaan antara empati dan simpati

Di dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, kata empati berarti keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain (Budiono, 2005). Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri sendiri dalam keadaan psikologis orang lain dan untuk melihat suatu situasi dari sudut pandang orang lain (Hurlock, 1988).

Menurut Baron, Bryne, & Branscome (2007), Empati adalah suatu respons afektif dan kognitif yang kompleks terhadap penderitaan emosional orang lain. Stein (dalam Ibrahim, 2003) mengatakan empati adalah “menyelaraskan diri” (peka) terhadap apa, bagaimana dan latar belakang perasaan dan pikiran orang lain sebagaimana orang tersebut merasakan dan memikirkannya.

Titchener dalam Goleman (2002) menyatakan bahwa empati berasal dari semacam peniruan secara fisik atas beban orang lain, yang kemudian menimbulkan perasaan yang serupa dalam diri seseorang. Johnson dalam Sari dkk (2003) mengemukakan bahwa empati adalah kecenderungan untuk memahami kondisi atau keadaan pikiran orang lain. Seseorang yang berempati digambarkan sebagai seorang yang toleran, mampu mengendalikan diri, ramah, mempunyai pengaruh serta bersifat humanistik.
Batson dan Coke dalam Sari dkk (2003) mendefinisikan empati sebagai suatu keadaan emosional yang dimiliki oleh seseorang yang sesuai dengan apa yang dirasakan oleh orang lain.

Taylor dalam bukunya Psikologi Sosial (2009), menyebutkan bahwa empati berarti perasaan simpati dan perhatian kepada orang lain, khususnya pada orang yang menderita. Kesedihan personal menyebabkan kita cemas, prihatin ataupun kasihan, sedangkan empati menyebabkan kita merasa simpati dan sayang.Empati diartikan sebagai perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagi pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain (Sears, 1991).

Davis dalam Prot (2014) menyebutkan bahwa empati adalah perilaku untuk sadar dan bereaksi secara mental dan emosional pada orang lain. Leiden (1997) menyatakan empati sebagai kemampuan menempatkan diri pada posisi orang lain sehingga orang lain seakan-akan menjadi bagian dalam diri.

Lebih lanjut dijelaskan Oleh Baron dan Byrne (2005) yang menyatakan bahwa empati merupakan kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang lain.

Dari beberapa pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa empati adalah kemampuan individu untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.

Aspek Empati


Aspek-aspek dari empati, sebagaimana pendapat Batson dan Coke dalam Asih (2010) yaitu :

  1. Kehangatan
    Kehangatan merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang untuk bersikap hangat terhadap orang lain.
  2. Kelembutan
    Kelembutan merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang untuk bersikap maupun bertutur kata lemah lembut terhadap orang lain.
  3. Peduli
    Peduli merupakan suatu sikap yang dimiliki seseorang untuk memberikan perhatian terhadap sesama maupun lingkungan sekitarnya.
  4. Kasihan
    Kasihan merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang untuk bersikap iba atau belas asih terhadap orang lain.

Lockwood (2014) dalam penelitiannya menyebutkan lima dimensi dari empati. Perspective taking dan online simulation termasuk empati kognitif sedangkan emotion contagion, peripheral responsivity dan proximal responsivity termasuk empati afektif. Penjelasannya sebagai berikut:

  1. Perspective taking
    Perspective taking atau pengambilan perspektif yaitu kemampuan individu memprediksi apa yang dirasaan oleh orang lain.

  2. Online simulation
    Memberikan simulasi atas apa yang dialami orang lain. Simulasi yang dimaksud yaitu menempatkan diri sendiri pada posisi orang lain dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang tersebut di posisi itu.

  3. Emotion contagion
    Emotion contagion yaitu perasaan bahwa emosi atau mood yang muncul pada diri sendiri sangat dipengaruhi oleh orang lain.

  4. Peripheral responsivity
    Kemampuan untuk merespon dan merasakan hal-hal yang ada di sekelilingya. Misalnya ikut menangis ketika menonton film dengan ending yang menyedihkan.

  5. Proximal responsivity
    Proximal responsivity yaitu kemampuan untuk memberikan respon atau merasakan emosi yang dirasakan orang terdekatnya.

Faktor-faktor Empati


Dikemukakan oleh Hoffman (dalam Golleman, 1999) faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memberi empati adalah sebagai berikut :

  1. Sosialisasi
    Dengan adanya sosialisasi memungkinkan seseorang dapat mengalami sejumlah emosi, mengarahkan seseorang untuk melihat keadaan orang lain dan berpikir tentang orang lain, serta lebih terbuka terhadap kebutuhan orang lain sehingga akan meningkatkan kemampuan berempati.

  2. Mood and feeling
    Situasi perasaan seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya akan mempengaruhi cara seseorang dalam memberikan respon terhadap perasaan dan perilaku orang lain.

  3. Situasi dan tempat
    Pada situasi tertentu seseorang dapat berempati lebih baik dibandingkan dengan situasi yang lain.

  4. Proses belajar dan identifikasi
    Dalam proses belajar, anak belajar membetulkan respon-respon khas, yang disesuaikan dengan peraturan yang dibuat oleh orangtua atau penguasa lainnya. Apa yang telah dipelajari anak dirumah atau pada situasi tertentu, diharapkan anak dapat menerapkannya pada lain waktu yang lebih luas.

  5. Komunikasi dan bahasa
    Pengungkapan empati dipengaruhi oleh komunikasi respon terhadap perasaan dan perilaku orang lain.

  6. Pengasuhan Lingkungan yang berempati dari suatu keluarga sangat membantu anak dalam menumbuhkan empati dalam dirinya.

Simpati, merupakan suatu proses dimana individu merasa tertarik pada pihak lain. Didalam proses ini perasaan individu memegang peranan penting walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk kerjasama.

Eisenberg (2000) mendefinisikan simpati sebagai respon afektif yang terdiri dari perasaan menderita atau perhatian untuk orang yang menderita dan yang memerlukan bantuan. Mengapa perhatian hanya untuk orang yang menderita?. Manusia tercipta baik adanya. Mereka diyakini mempunyai kemampuan untuk memperhatikan orang lain, terlebih lagi ketika orang lain dalam keadaan yang kurang menguntungkan. Keadaan yang menyenangkan pun menarik orang lain untuk merasakannya, namun keadaan yang kurang menguntungkan lebih membuat orang untuk ikut merasakannya. Hal ini dapat dijelaskan dengan fenomena bahwa dalam keadaan yang menyedihkan, manusia lebih mudah tersentuh.

Penjelasan lain yang berbeda sudut pandang dapat dilihat dalam pernyataan Snyder dan Lopez (2007) yang menyatakan bahwa selama ini manusia memperhatikan hal-hal negatif dalam psikologi, sebelum akhirnya mereka bergerak menuju ke arah psikologi positif. Simpati diyakini melibatkan orientasi orang lain, motivasi altruistik (Batson dalam Eisenberg, 2000).

Simpati bermula dari empati, tetapi juga merupakan hasil proses kognitif. Berbeda dengan simpati, tekanan pribadi didefinisikan sebagai reaksi emosi aversif dan mengacu pada diri pribadi terhadap emosi atau kondisi orang lain (misalnya kecemasan atau ketidaknyamanan)(Eisenberg, 2000). Seperti simpati, tekanan pribadi juga berasal dari empati dan proses kognitif. Namun demikian, tekanan pribadi berbeda dari simpati, karena tekanan pribadi melibatkan motif egoistik untuk mengurangi tekanan pada dirinya sendiri.

Membedakan tekanan pribadi dengan simpati menjadi hal yang penting karena kedua hal tersebut diharapkan mempunyai korelasi yang berbeda dengan perilaku sosial dan perilaku prososial (Valiente et al, 2004). Simpati terbukti mempunyai korelasi dengan perilaku prososial, sedangkan tekanan pribadi tidak mempunyai korelasi dengan perilaku sosial (Batson, 1991; Eisenberg & Fabes, 1990, 1998 dalam Valiente et al., 2004). Sebagai tambahan, simpati berkorelasi positif dengan penalaran moral tingkat tinggi sementara tekanan pribadi berkorelasi negatif (Valiente et al., 2004).

Referensi