Egoisme Di sekitar kita: Corona

“Pemirsa, semakin parahnya virus corona yang menyebar ke seluruh penjuru nusantara. Membuat pemerintah harus melakukan lockdown besar-besaran…”

“Halah, ama virus aja takut yang ditakuti tu Tuhan bukan corona.” Usep mengomentari berita barusan.

“Ya gak kek gitu juga, Sep. Setidaknya ada Ikhtiar sebelum Tawakal. Lagi pula ni virus jangan dianggap enteng.”

“Alah. Kalo kata Tuhan lu kena ni virus pasti kena kalo kata Tuhan nggak ya nggak,” Usep membalas jawaban dari Raden.

“Terserah lu deh.” Raden membuang muka.

“Dah gue mau keluar dulu, bosen di rumah terus.” Usep berjalan meninggalkan Raden yang masih duduk menonton tv.

“Saran gue pakek masker bahaya.”

“Ah lu ceramah aja dari tadi.” Usep berjalan membuka pintu dan keluar rumah.


Cafe Nascita Lubuklinggau tak pernah sepi selalu ramai. Usep berjalan menuju salah satu kursi, duduk dan memesan kopi. Cukup lama berada di cafe tiba-tiba 2 mobil polisi datang dan membubarkan orang-orang yang di cafe tersebut. Sebelum pengunjung cafe pergi, komandan dari pihak kepolisian sempat memberikan beberapa kata pengertian kepada para pengujung cafe.

“Baiklah, Bapak- bapak, ibu-ibu serta adek-adek sekalian. Sebenarnya virus corona ini jangan kalian anggap enteng. Seperti yang kita ketahui bahwa virus ini menular dengan cepatnya. Gejalanya pun tak main-main. Batuk kering terus sesak nafas, demam tinggi dan flu. Jadi simpan dulu ego kalian yang menganggap enteng virus ini. Ingat rasulullah saja mengajarkan kepada umatnya agar memiliki sifat Tawakal dan Ikhtiar. Mohon juga ini demi keselamatan kita masing-masing. Dan buat masyarakat sekalian apabila ada gejala yang saya sebut barusan tolong jangan bohomg saat pihak kesehatan menanyakan. Karna saat kalian berbohong 1 keluarga anda terancam. Ingat mereka yang sudah terinfeksi virus ini akan selalu berada dalam keadaan sendirian. Di ruangan sendirian tidak boleh dijenguk. Saat mati pun mayat masih sendirian. Jadi susah.” Komandan itu menghabiskan 2 kalimat lainnya yang tak terlalu penting.

Usep mengangguk pelan memahami kalimat dari komandan kepolisan tadi. Ia sempat menyesal tidak mendengarkan kalimat Raden tadi. Egonya yang tinggi hampir saja membahayakan dirinya. Memang kelakuan iblis tak ada untungnya bagi manusia. Sepanjang jalan pulang Usep memikirkan bagaimana jika dirinya yang terkena corona? Ah sial.

Usep tiba di kostan Raden. Membuka pintu dan duduk di sebelah Raden.

“Bener kata Lu, Den.” Usep menatap Raden.

“Apaan yang bener?” Raden balas menatap.

“Tentang ni virus gue baru inget kalo Allah ingin menguji hambanya dan bagaimana manusia menyikapi musibah ini.”

“Nah tuh paham. Lu pernah dengar ni cerita kagak? Rasulullah Saw memberikan contoh ikhtiar dalam pencegahan penularan wabah suatu penyakit. Salah satunya adalah menutup wilayah yang terkena wabah. Rasul melarang agar tidak memasukinya dan meminta penduduk wilayah tersebut untuk tidak keluar. Hal ini agar wabah tidak menyebar ke wilayah lain.

Beliau bersabda:

“Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu” (HR al-Bukhari).

Pada masa itu penyakit kusta mewabah dan membahayakan masyarakat. Rasulullah Saw melarang mereka untuk dekat-dekat dengan penderita kusta.

Beliau bersabda:

“Janganlah kalian terus-menerus melihat orang yang mengidap penyakit kusta” (HR al-Bukhari).

Bahkan Beliau Saw juga memerintahkan untuk membangun tembok di sekitar wilayah yang terkena wabah.

Demikianlah ikhtiar serta tawakal dalam menghadapi virus corona. Sebagai muslim kita harus senantiasa optimis dalam menghadapi ujian kehidupan. Karena dengan optimisme kita bisa berfikir jernih dan benar. Sehingga dapat menemukan jalan keluar yang tepat sesuai syariat. Bukan semakin menambah masalah dengan kepanikan kita. Ngerti lu sekarang.”

“Iya Den. Gue ngerti.”

#lombaceritamini #2.0 #dictiocommunity #egoismedisekitarkita #ceritadirumahaja #dirumahaja