Efektifkah Pola Tidur Polyphasic Sleep?

Berdasarkan frekuensinya, pola tidur dapat dibagi menjadi monophasic, byphasic dan polyphasic. Karena harus melakukan berbagai aktivitas di siang hari, kebanyakan orang terbiasa tidur hanya pada malam hari dan bangun keesokan paginya. Inilah yang disebut dengan monophasic sleep. Pola tidur biphasic adalah ketika kita membagi waktu tidur menjadi dua kali dalam sehari, misalnya tidur malam dan tidur siang. Polyphasic sleep adalah ketika kita membagi waktu tidur menjadi beberapa kali dalam sehari (lebih dari 2).

Metode Polyphasic Sleep ini dapat dijalankan dengan berbagai macam variasi. Salah satunya dengan menjadwalkan waktu tidur selama 20-30 menit setiap 4 jam dalam satu hari. Ada juga metode yang membaginya dengan tidur malam 3,5 jam lalu tidur selama 30 menit setiap 6 jam. Mungkin kebiasaan tidur ini akan sangat sulit jika baru pertama kali dilakukan. Namun orang-orang yang lumayan padat aktivitasnya dan menuntut produktivitas terkadang harus menerapkan strategi tidur ini.

Menurut kalian, efektifkah pola tidur polyphasic ini? Apakah benar-benar bisa menggantikan tidur normal 8 jam di malam hari?

Polyphasic sleep ini merupakan metode tidur unik yang menukar keseluruhan waktu tidur ideal dimalam hari dengan sedikit waktu disiang hari. Menurut Weaver, et al., (2021) Polyphasic sleep adalah praktik mendistribusikan beberapa episode tidur pendek selama 24 jam sehari. Upaya untuk mengikuti praktik ini umum terjadi, terutama di kalangan orang dewasa yang masih tergolong muda. Metode tidur ini juga bukanlah termasuk suatu hal yang aneh. Pembagian tidur seperti ini sebenarnya telah ada sejak lama, dimana waktu tidur seseorang berlangsung selama 4 jam dan jika dijabarkan secara ilmiah, ketika kita tidur kita akan mengalami tiga siklus yang berlangsung selama 90 menit. Namun dengan polyphasic sleep ini kita bisa mendapatkan siklus tersebut ke dalam waktu tidur yang dapat dilakukan pada siang hari.

Namun, kekhawatiran yang signifikan ini telah dikemukakan bahwa jadwal tidur ini dapat mengakibatkan konsekuensi kesehatan dan keselamatan (Weaver, et al., 2021). Dalam penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa manfaat dari jadwal tidur polifasik ini tidak didukung oleh bukti ilmiah. Jadwal tidur polifasik dan kekurangan tidur yang melekat pada jadwal yang paling dipromosikan dalam budaya populer telah dikaitkan dengan penurunan kinerja. Selain itu, berusaha untuk mengadopsi jadwal yang secara signifikan mengurangi jumah tidur per 24 jam dan atau membagi tidur menjadi beberapa episode sepanjang 24 jam dapat memiliki konsekuensi merugikan yang signifikan bagi kinerja, suasana hati, dan kesehatan siang hari. Oleh karena itu, ini tidak direkomendasikan

Jadi, menurutku metode tidur polifasik itu tidak efektif karena dapat berdampak pada jangka waktu yang bisa dibilang cukup panjang karena dapat menurunkan kinerja dan kesehatan sehingga dapat merugikan diri sendiri.

Sumber

Weaver, M.D., dkk. 2021. Adverse Impact Of Polyphasic Sleep Patterns In Humans: Report Of Thenational Sleep Foundation Sleep Timing And Variability Consensus Panel. Journal of the National Sleep Foundation 7, 293-302

1 Like