Dipenuhi stigma dan diskriminasi, bagaimana kelompok disabilitas bertahan?

image

Pada tanggal 23 September 2021 kemarin telah diperingati Hari Bahasa Isyarat Internasional. Hari Bahasa Isyarat Internasional diperingati sebagai salah satu kesempatan melindungi serta mendukung identitas linguistik dan keragaman budaya teman tuna rungu maupun pengguna bahasa isyarat lainnya.

Difabel atau penyandang cacat merupakan kata serapan dari different ability yang bermakna memiliki perbedaan cara penggunaan anggota tubuh. Namun dewasa ini, istilah cacat sudah dianggap tidak relevan dan diganti dengan disabilitas. Teman-teman disabilitas di sekitar kita selalu mendapat stigma bahwa mereka adalah seseorang yang lemah, selalu bergantung ke orang lain, serta ditempatkan pada strata sosial di bawah. Segala bentuk diskriminasi yang ditujukan kepada penyandang disabilitas cenderung menjatuhkan dan menghalangi kesetaraan hal yang seharusnya diterimanya.

Dengan segala keterbatasannya, bagaimana kelompok disabilitas bisa bertahan di tengah stratifikasi yang diberikan kepada mereka? Mengapa masyarakat masih kurang menerima adanya kelompok disabilitas di lingkungannya? Lalu benarkah justru perilaku sosial dari masyarakat lah yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak-hak kesetaraan bagi kelompok disabilitas? Bagaimana menurutmu? Apa yang harus kita lakukan?

Referensi

Zulfa, D. N. A. (2020). Stigma Negatif dan Diskriminasi Penyamdang Difabel. Diakses pada 24 September 2021 dari https://bahanamahasiswa.co/stigma-negatif-dan-diskriminasi-penyandang-difabel/

Menurut saya kelompok disabilitas juga harus mendapatkan perlakuan dan hak - hak yang sama seperti orang - orang pada umumnya. Yang membedakan kaum disabilitas dan kita adalah, kaum disabilitas menggunakan anggota tubuh mereka dengan cara yang berbeda dengan kita. Tetapi seperti yang sudah dikatakan di deskripsi, kaum disabilitas ini seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak adil sepeti diskriminasi dan mengalami marjinalisasi di tengah - tengah masyarakat. Padahal, kendati para kaum disabilitas ini memiliki kekurangan dalam hal kinerja beberapa bagian tubuh mereka, mereka sekali lagi adalah manusia juga, sama halnya seperti kita. Justru mereka - mereka ini harus mendapatkan dukungan dan bukannya diskriminasi.

Lagipula, sudah banyak kaum disabilitas di seluruh dunia yang membuktikan jika mereka bisa melakukan hal - hal yang luar biasa. saya sering mendengar bagaimana hebatnya kaum disabilitas ini dalam melakukan hal - hal yang istilahnya terdengar sulit atau bahkan mustahil dengan keterbatasan yang mereka miliki. Tetapi mereka tidak memilih untuk berpangku tangan begitu saja dan berusaha untuk mencari jalan, seperti misalnya saya pernah mendengar jika seorang pria yang kehilangan tangan dan kakinya, dapat mengendarai mobil yang tentunya sudah dimodif secara khusus atau cerita - cerita mengenai atlet paralimpiade yang menorehkan prestasi tidak hanya untuk diri sendiri namun juga untuk bangsa dan negara yang membuktikan jika kaum disabilitas itu juga bisa melakukan hal - hal yang luar biasa.

Lalu mengapa kaum disabilitas ini masih mendapatkan segala steretotip dan stigma negatif dari masyarakat ? alasan pastinya menurut saya adalah, masyarakat masih banyak yang tidak memandang kaum disabilitas sama dengan manusia pada umumnya dan menganggap jika kaum disabilitas ini (mohon maaf : beban sosial). Hal inilah yang perlu segera di ubah, supaya kaum disabilitas juga bisa mendapatkan hak dan merasa diterima di dalam masyarakat.

Salah satu caranya dengan mengganti istilah penyandang cacat menjadi disabilitas tadi yang lebih pas untuk mendeskripsikanorang dengan keterbatasan fisik dan mental. cara lainnya adalah dengan menyediakan fasilitas yang ramah terhadap disabilitas di tempat - tempat umum dan berbagai cara lainnya.

1 Like

Saya setuju dengan pendapat kak William. Caranya adalah mengubah panggilan mereka dengan disabilitas, karena ada beberapa penyandang disabilitas yang menganggap kata seperti ‘tuna netra’. ‘tuna wicara’ itu merupakan ungkapan yang kasar. Lalu mencoba merubah cara pandang kita terhadap mereka. Anggap saja keterbatasan yang mereka miliki sama seperti keterbatasan-keterbatasan lain yang kita miliki.

Saya pernah menjadi salah satu volunteer untuk membantu penyandang para disabilitas ini dalam proses belajar-mengajar di kampus. Menurut saya, mereka bahkan lebih care alias perhatian dibandingkan dengna teman-teman saya yang lain. Mereka baik, dan sama saja seperti teman-teman saya yang lainnya. Suka bercanda, suka juga melihat film, dll. Dibalik keterbatasan yang mereka miliki, mereka tetap berjuang untuk mendapatkan pendidikan yang sama.