Dimensi apa saja yang digunakan untuk pengukuran Efektivitas Organisasi ?

Efektifitas organisasi

Efektifitas organisasi merupakan salah satu dimensi dari produktivitas organisasi, yaitu mengarah kepada pencapaian unjuk kerja yang maksimal, serta pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu.

Dimensi apa saja yang digunakan untuk pengukuran Efektivitas Organisasi ?

Dalam mengukur efektivitas organisasi, dapat dilihat dari indikator-indikator efektivitas. Menurut Etzioni, 4 (empat) dimensi efektivitas organisasi, yaitu: adaptasi, integrasi, motivasi dan produksi.

  • Dimensi adaptasi menekankan pada kemampuan suatu organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya;

  • Dimensi integrasi menekankan pada kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus dan komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya;

  • Dimensi motivasi berkaitan dengan keterikatan dan hubungan antara pelaku organisasi dengan organisasinya;

  • Dimensi produksi berkaitan dengan jumlah dan mutu keluaran organisasi serta intensitas kegiatan suatu organisasi.

Menurut Price, ukuran efektivitas dapat dilihat beberapa kriteria, yaitu :

  • Produktivitas
  • Konformitas
  • Semangat
  • Kemampuan adaptasi
  • Pelembagaan.

Dari pendapat Price tersebut menunjukkan bahwa orientasi hasil kegiatan suatu organisasi secara efektif dapat diperoleh melalui pengukuran secara kuantitatif maupun secara kualitatif dengan memiliki determinan yang berbeda akan tetapi secara keseluruhan merefleksikan bagian-bagian yang tidak terpisahkan dalam konteks mengoptimalkan aktivitas organisasi di dalam menghasilkan produk, jasa serta layanan bagi masyarakat konsumen. Variabel-variabel yang dikemukakan oleh Price tersebut menunjukkan adanya beberapa indikator yang relevan dengan pendapat Steers, dikatakan bahwa indikator-indikator pengukuran efektivitas tersebut meliputi aspek-aspek :

  • Kemampuan menyesuaikan diri – keluwesan
  • Produktivitas
  • Kepuasan kerja
  • Kemampuan berlaba
  • Kemampuan mencari sumber daya.

Menurut Schein, terdapat empat indikator dari efektivitas suatu organisasi, yaitu :

  • Komunikasi terbuka
  • Fleksibilitas
  • Komitmen/keterikatan secara psikologis
  • Kreativitas.

Indikator-indikator yang dikemukakan Schein tersebut memunculkan aspek serta peranan komunikasi dalam organisasi yang secara formal diartikan proses interpersonal yang mempengaruhi sikap serta perilaku karyawan sebagai bentuk pemahaman dan kesamaan persepsi (overlaping interest) dalam kerangka referensi (frame of reference) dan kerangka pengalaman (frame of experience) serta sebagai landasan pokok kepemimpinan serta kemampuan sosial dalam menentukan arah dan kebijakan organisasi yang diperlukan dalam strategi pengambilan keputusan.

Menurut Campbell, ukuran efektivitas organisasi dapat dilihat dalam lima indikator, yaitu :

  • Keseluruhan presentase
  • Produktivitas
  • Kepuasan kerja
  • Laba atau tingkat penghasilan dari penanaman modal
  • Keluarnya karyawan.

Apabila dikaitkan dengan beberapa pendapat para ahli tentang ukuran efektivitas tersebut, secara argumentatif Campbell menunjukkan tentang adanya beberapa indikator yang menyoroti aspek pemberdayaan sumber daya manusia sebagai aset utama organisasi. Campbell beranggapan bahwa menurunnya tingkat kepuasan kerja maupun turnover karyawan yang tinggi dapat mendorong menurunnya produktivitas kerja organisasi sebagai akibat meningkatnya pemborosan (waste) serta kurang memiliki daya saing secara personal yang berkaitan dengan keadaan mental, kemampuan, dedikasi dan loyalitas karyawan.

Menurut Duncan (1985), terdapat tiga indikator efektivitas organisasi, yaitu :

  • Pencapaian tujuan
  • Integritas
  • Adaptasi.

Ketiga indikator yang dikemukakan Duncan tersebut menerangkan bahwa pencapaian efektivitas organisasi secara esensial memiliki 3 (tiga) unsur yang masing-masing menegaskan peranan organisasi secara strategis harus memiliki kemampuan mengkorelasikan visi dan misi organisasi sebagai ruh yang menjiwai setiap aktivitas organisasi baik itu pada proses perumusan dan penetapan kebijakan, tahapan implementasi serta tindakan evaluasi yang dilakukan. Sebagai sebuah sistem di mana orang-orang bekerja untuk mencapai tujuan bersama, maka organisasi-organisasi dituntut untuk memiliki integritas karena dengan integritas kekuatan organisasi dapat dibangun dan dipertahankan dan kelemahan-kelemahan dapat diminimalisir. Begitupun halnya dengan adaptasi, bahwa lingkungan yang berubah dengan cepat mensyaratkan pentingnya kemampuan adaptasi organisasi sehingga menjadi salah satu ukuran keberhasilan organisasi. Organisasi-organisasi yang tidak memiliki kemampuan adaptasi sulit untuk bertahan dan berkembang di tengah-tengah perubahan yang sering muncul tidak terduga dan berlangsung secara dinamis.

Sejak akhir tahun 1970-an, beberapa sarjana telah memulai mencoba mengidentifikasi construct efektivitas organisasi. Steers (1985) mengemukakan tiga pendekatan dalam pengukuran efektivitas organisasi, yaitu pendekatan tujuan, sistem, dan perilaku manusia.

  • Pendekatan tujuan menekankan pada produktivitas dan efisiensi.
  • Pendekatan sistem menekankan pada dimensi perolehan sumber daya dan kemampuan mengadaptasikan diri terhadap lingkungannya.
  • Pendekatan keperilakuan menekankan pada segi moril dan kohesi (kekompakan) anggota organisasi. Sejalan dengan itu, Gibson et.al juga mengemukakan tiga pendekatan dalam pengukuran efektivitas organisasi, yaitu pendekatan tujuan, sistem, dan multiple consistency.

Pendekatan sistem didasarkan pada asumsi bahwa organisasi terdiri dari sub-sub bagian yang saling mendukung atau saling berhubungan. Jika salah satu sub bagian mempunyai performa yang buruk, maka akan timbul dampak yang negatif terhadap performa keseluruhan sistem. Katz dan Kahn dikutip oleh Steers mengatakan:

“Paradigma dasar dari pendekatan sistem terbuka terdiri dari inputs, throughputs dan outputs . Inputs meliputi semua faktor yang diperlukan dari lingkungannya termasuk uang, tenaga kerja, bahan mentah dan mesin-mesin. Inputs ini dirubah menjadi berbagai outputs melalui proses throughputs . Pada gilirannya outputs ini dikembalikan lagi kepada lingkungan. Outputs ini bisa berupa barang jadi, jasa, lulusan, keuntungan dan sebagainya tergantung bidang usaha organisasi yang bersangkutan.”

Wexley dan Yukl diadopsi oleh Kasim (1993) mengatakan bahwa :

“Siklus hidup organisasi meliputi proses transaksi dengan lingkungannya. Pertumbuhan dan kemampuan untuk bertahan suatu organisasi tergantung kepada rasio yang baik antara inputs dan outputs . Maksudnya, suatu organisasi harus menerima dari lingkungannya paling sedikit sama banyak dengan jumlah yang harus ia keluarkan untuk proses transformasi inputs menjadi output dan bagi pemeliharaannya sendiri. Apabila organisasi yang bersangkutan tidak bisa beroperasi dengan efisien, maka organisasi yang bersangkutan hanya bisa bertahan apabila ada pihak ketiga yang memberi subsidi kepadanya."

Para penganut pendekatan population ecology berpendapat bahwa lahir dan matinya organisasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Pfeffer dan Salancik berpendapat bahwa organisasi dipengaruhi oleh lingkungannya, tetapi mereka juga menekankan pentingnya proses politik dalam pembuatan keputusan organisasi, serta strategi penyesuaian struktur intern dalam rangka hubungannya dengan lingkungan.

Lawrence dan Lorsch mengatakan, bahwa efektivitas organisasi merupakan fungsi dari harmonisasi desain organisasi (differensiasi dan integrasi) dengan teknologi dan lingkungan. Yachtman dan Seashore menekankan kepada kemampuan organisasi untuk bersaing dalam mendapatkan sumber daya yang langka dan berharga dari lingkungannya untuk bisa bertahan hidup ( survive ).

Pendekatan sistem terbuka dapat disimpulkan sebagai pendekatan yang memfokuskan pada hubungan organisasi dengan lingkungannya. Secara teoritis, model ini lebih komprehensif daripada model-model yang lain, sebab organisasi dianggap sebagai suatu yang dinamis dalam kerangka yang lebih luas.123 Di lain pihak, pendekatan yang komprehensif tersebut tidak mungkin direalisir dalam studi yang sebenarnya karena kompleksnya model dan hubungan antara elemen-elemennya. Apalagi konsep kesesuaian antara organisasi dan lingkungannya masih merupakan masalah.

Seiring munculnya paradigma tanggung jawab sosial organisasi/perusahaan terhadap masyarakat (company’s social responsibility), yang menekankan bahwa tujuan organisasi/perusahaan bukanlah sekedar untuk memuaskan tujuan-tujuan pemilik dan orang-orang yang terlibat dalam organisasi, akan tetapi juga semua pihak yang berkepentingan dengan organisasi, maka pendekatan dalam pengukuran efektivitas juga menawarkan bentuk-bentuk pendekatan kontemporer. Dua pendekatan kontemporer dalam mengukur efektivitas adalah yang disebut stakeholder approach dan competing values approach.

Stakeholder adalah suatu kelompok di dalam maupun di luar organisasi yang memiliki kepentingan terhadap kinerja organisasi.

Dalam pendekatan stakeholder (biasanya disebut juga pendekatan konstituen), kepuasan kelompok-kelompok seperti ini dapat diakses sebagai suatu indikator dari kinerja organisasi. Masing-masing pihak yang berkepentingan (stakeholder) akan memiliki kriteria efektivitas yang berbeda karena masing-masing memiliki kepentingan yang berbeda pula di dalam organisasi.

Mengingat banyaknya pendekatan yang dapat digunakan di dalam mengukur efektivitas organisasi, maka pada penelitian ini, pendekatan (approach) yang digunakan adalah pada pendekatan sistem. Pilihan terhadap pendekatan ini, karena pendekatan sistem dapat disimpulkan sebagai pendekatan yang memfokuskan pada hubungan organisasi dengan lingkungannya. Secara teoritis, model ini lebih komprehensif daripada model-model yang lain, sebab organisasi dianggap sebagai suatu yang dinamis dalam kerangka yang lebih luas.

Adapun ukuran efektivitas organisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  • Pertumbuhan: pengukuran efektivitas organisasi berupa pertumbuhan laba, pertumbuhan revenue, pertumbuhan jumlah barang dan jasa yang ditawarkan serta perluasan usaha. Mengingat penelitian ini dilakukan dalam organisasi publik, maka faktor pertumbuhan dapat dilihat antara lain dari cakupan layanan kepada masyarakat.

  • Adaptasi: kemampuan organisasi untuk menyesuaikan terhadap perubahan-perubahan keadaan di sekitarnya baik pelanggan, pesaing dan sumber daya dalam organisasi dan lain sebagainya. Bagi organisasi publik, maka adaptasi dapat dimaknai dengan kemampuan menyesuaikan diri dengan kebutuhan / tuntutan masyarakat serta sumber daya organisasi.

  • Produktivitas: keefisienan organisasi dalam menghasilkan barang dan jasa dengan nilai yang maksimum dan dengan biaya serta pengeluaran yang minimum. Pada organisasi publik, produktivitas memiliki makna yang tidak jauh berbeda dengan organisasi bisnis, tetapi dalam konteks penyampaian pelayanan kepada masyarakat.

  • Kepuasan dan semangat kerja; yaitu rasa puas atau tidak puas pegawai terhadap pekerjaan dan sistem yang berlaku dalam organisasi.

  • Kepuasan pelanggan: kepuasan yang diberikan organisasi kepada pelanggan atau pembeli yang berupa jasa pelayanan dan kualitas barang yang baik. Bagi organisasi publik, maka kepuasan pelanggan berarti kepuasan masyarakat yang dilayani.

Referensi :

  • Jack W. Duncan, 1985, Organization Behavior , Boston, Houghton Mifflin, hlm. 207
  • Wexley dan Yukl diadopsi oleh Azhar Kasim, 1993, Pengukuran Efektivitas dalam Organisasi , Jakarta, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia