Dimana Pengaturan Kerugian Konsekuensial dalam Hukum Indonesia?


unsur apa saja yang terdapat di dalam Kerugian Konsekuensial menurut Hukum Indonesia?

Kerugian dalam KUHPerdata dapat bersumber dari Wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1238 Juncto Pasal 1243 dan Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365.

Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, dalam hal seseorang melakukan suatu Perbuatan Melawan Hukum maka dia berkewajiban membayar ganti rugi akan perbuatannya tersebut, hal yang berbeda dengan Tuntutan kerugian dalam Wanprestasi, dalam tuntutan Perbuatan Melawan Hukum tidak ada pengaturan yang jelas mengenai ganti kerugian tersebut namun sebagaimana diatur dalam Pasal 1371 ayat (2) KUHPerdata tersirat pedoman yang isinya “Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan menurut keadaan”.

Jika kita melihat kepada apa yang telah dijabarkan di atas, maka “Kerugian Konsekuensial", atau yang dikelompokan juga dengan ‘kerugian tidak langsung’, dan/atau ‘kerugian punitive/exemplary’ yang dikenal dalam “Tort Law” pada sistem hukum Common Law adalah sama dengan kerugian Immateril yang terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata mengenai Perbuatan Melawan Hukum. Dan sebagaimana Tuntutan dalam Perbuatan Melawan Hukum, maka agar dapat dikabulkannya tuntutan materil dan Immateril maka harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana berikut;

  1. Perbuatan Tersebut Melawan Hukum
  2. Harus ada kesalahan pada pelaku
  3. Harus ada kerugian, dan
  4. Harus ada hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.

Lebih lanjut, pemenuhan tuntutan ganti kerugian Immateril akan mengalami kendala yang tidak mudah dalam pemenuhannya. Hal ini karena pemohon harus membuktikan dalilnya tersebut yang sudah barang tentu tidak semudah membuktikan kerugian Materil. Hal ini sangat bergantung kepada subjektifitas Hakim dalam memutus perkara berdasarkan prinsip ex aquo et bono.

sumber: hukumonline.com