Darimana munculnya istilah "Gombal Mukiyo"?

Konon merupakan salah satu bahasa gaul Jawa, yang cukup terkenal, dan terbit sudah sejak lama sekali (diperkirakan termasuk produk angkatan 45) dan tetap eksis sampai sekarang. Ungkapan untuk meledek ‘ketidak-mampuan’ atau ketidak-punyaan. Misalnya seseorang ingin membeli barang yang harganya tak terjangkau, "Mau pakai uang gombale mukiyo apa?’…

Gombale Mukiyo terdiri dari dua kata Yakni Gombal, yang dalam tata bahasa Jawa diartikan sebagai kain yang tidak berharga, yang biasanya sudah tidak dipakai, atau kalaupun dipakai hanya untuk Lap. Sedangkan Mukiyo, adalah nama seseorang, yang sampai sekarang masih misterius latar belakangnya, tidak jelas bagaimana awalnya, dan siapa sebenarnya Mukiyo ini, sampai sebegitu fenomenalnya, namanya diabadikan sedemikian rupa. Satu-satunya informasi yang bisa dilacak adalah Mukiyo ini diduga berjenis kelamin laki-laki.
Gombale Mukiyo, dalam perkembangannya merambah hampir semua pelosok Jawa Tengah (termasuk Jogjakarta) dan Jawa Timur. Dan di beberapa daerah ungkapan ini mengalami perkembangan berbeda-beda, ada yang tetap menggunakan Gombale Mukiyo, ada yang kemudian memakai versi baru dengan menghilangkan Vokal’e’, sehingga menjadi Gombal Mukiyo.
Pada akhirnya Gombal Mukiyo lebih banyak dipakai. Namun arti dan esensi yang melekat pada ungkapan ini tidaklah berubah, kerap dipakai untuk meledek sesuatu atau seseorang yang tidak serius, tidak berharga, atau pembualan.

Nun jauh beberapa waktu yang silam di sebuah negeri Alasanesia, tanpa sebab yang jelas munculah sesosok bocah yang telah dicelup kedalam kawah Remukdimuka. Bocah itu berjuluk Mukiyo, sebuah julukanyang disadur dari nama kawah Remukdimuka, Mukiyo – Remuk Iyo (Iya Remuk ! ). Tumbuh tanpa bimbingan dan kasih sayang membuat Muki (kira-kira begitu nama pendeknya) tiada terurus. Namun sepertinya ia tidak sendiri, hampir seluruh rakyat Alasanesia sebenarnya tidak benar-benar dalam kondisi terurus, karena negeri yang diperintah dibawah kepemimpinan Ratu Busi (filosofi namanya seperti pemicu api) ini sedang dilanda bencana-bencana hebat. Belum lagi problem-problem yang disebabkan oleh beragam kasus seperti penggelapan-penggelapan dan kejadian-kejadian tak lazim seperti : darmawisata para pejabat ke luar negeri, kasus mafia pajak dengan tumbal seorang bernama Gayeng (seperti namanya, perannya adalah memang membikin gayeng suasana alias penggembira saja), kasus penipuan-penipuan, kasus tayangan ketelanjangan, kasus penjambretan, kasus penyelewengan dan lain sebagainya. Namun bukan Alasanesia kalau tidak mampu menyelesaikan persoalan-persoalan, cukup dengan berbagai alasan dan kadar pencitraan yang cukup, semua masalah dan isu akan kabur terkubur.

Beruntunglah Mukiyo tidak terlalu memperdulikan semua masalah-masalah negeri Alasanesia, buat apa peduli, sementara dirinya tidak digubris oleh negerinya. Untuk sementara waktu Muki tidak bermuram sedih, karena Tim Bola Sepak negerinya sedang tampil bagus-bangusnya. Bola Sepak hampir tidak berbeda dengan olah raga Sepak Bola umumnya, peraturan tentang Bola Sepak (Ballfoot) adalah dimana apabila setiap pemain menemukan bola maka harus di sepak sekeras-kerasnya, pemain yang tidak bisa menyepak ke arah yang benar akan mendapat hukuman kartu. Kegembiraan itu tidaklah berlangsung lama sebab usai Turnamen Bola Sepak, biasanya orang-orang akan lupa tentangpermainan-permainan cantik yang menghibur. sebab yang dipedulikan oleh pengurus-pengurus Alasanesia Bola Sepak (ASBAK) adalah rebut-rebutan kekuasaan , karena visinya yang sesuai kependekanya adalah Asal Tebak, jadi menyikapi sebuah hasil pertandingan ataupun turnamen dengan menebak-nebak saja.

Satu hal yang diperjuangkan Mukiyo adalah keterpaksaan cinta kasih untuk gadis yang sangat dicintainya bernama Roro Terang Bulan Sekali (Tebus). Roro Tebus, demikian nama pendeknya, adalah seorang gadis cantik mengikat (dengan rambut panjang yang sering diikat), sekaligus sebagai hartawati tersohor negeri Alasanesia. Demi mendekati dan mendapatkan cinta dan harta Roro Tebus, Mukiyo rela melakukan segala daya dan upaya, dengan cara yang halal maupun haram, dengan cara yang mistis dan non mistis. Muki tidak memperdulikan situasi ekonomi yang serba pas-pasan nan sulit, serta dihantam kenaikan harga cabe dan minyak, sebab dia tidak ada agenda untuk membelikan cabe dan minyak untuk pujaan hatinya, terlalu pedas dan gampang terbakar.

Hari demi hari, menit dan detik dilindas, Muki bisa tidak bisa tidak, selalu memikirkan tentang Roro Tebus, tidak ditidurnya, tidak dimakannya, tidak dimandinya, tidak disuaranya, tidak dilangkahnya, tidak dimerem dan meleknya, tidak dikedipnya, semuanya adalah mengenai Roro Tebus. Beberapa kali ia mencoba berhubungan melalui telefon selular, karena selain didukung oleh sinyal yang bagus juga kelihatan bergaya. Namun salah satu yang menjadi kendala terbesar adalah kepemilikan pesawat telefon itu sendiri dan pulsanya !. Perjuangan tidak boleh berakhir, ia ingat sebuah ungkapan yang selalu didengungkan oleh Ratu Busi “Pantang Kusut Sebelum di Urut, Pantang Surut Sebelum di Usut, Pantang Kecut Meski Susut,!”. Muki melakukan pertapa yang luar biasa khidmat mengharapkan datangnya petunjuk-petunjuk dan gelimang harta berbentuk tunai maupun kredit, dalam waktu yang instan. Disela-sela pertapaannya masih ia sempatkan sesekali untuk memantau situasi hati Roro Tebus dan juga menjadi calo kecil-kecilan untuk membiayai sewa tempat bertapa.

Satu hal yang belum diketahui oleh Mukiyo tentang dambaan hati sekaligus hartanya yaitu, bahwa Roro Tebus adalah seorang gadis yang gemar mempermainkan hati sekaligus terkenal sadis dalam menghancurkan hati setiap lelaki yang berusaha untuk memiliki cinta terlebih hartanya. Konon hal ini merupakan sebuah syarat dan prasyarat yang diberikan oleh Ni Gedebus, penganut ajaran mantraisme dimana setiap mantra dan ucapannya selalu menggunakan akhiran “us”. “Hus Tebus arus kasus adus kardus prius Tebus gayus arus prius jus hus hus wus wus wus !” adalah mantra yang diucapkan ketika Roro Tebus meminta petunjuk mengenai lelaki, makna mantra tersebut adalah “Wahai Tebus setiap lelaki yang mencoba bermandikan cintamu, maka akan tergelincir jatuh jauh tanpa bekas !”. Hal ini terbukti dari beberapa korban keganasan permainan cinta Roro Tebus yang sungguh tidak mengenal status dan usia, rata-rata korbannya mengalami ketergila-gilaan yang hebat dan kemudian depresi berat karena ditolak cintanya. Tak kurang Patih, Koruptor, Artis, Prajurit semuanya pernah merasakan akibat kegetiran prahara cinta Roro Tebus, beberapa diantaranya malah rela menceraikan istri, saling ancam, konflik cinta bersegi-segi, bunuh diri serta aneka jenis depresi dan gangguan kejiwaan akibat prahara cinta lainnya.

Bukan Mukiyo namanya kalau menyerah sebelum berusaha maksimal, seperti ungkapan popular di negerinya “Habiskan darah untuk berjuang mengisi titik-titik !”. Dengan keberanian berlipat serta mendapat sugesti keseimbangan dari sebuah gelang khusus penyeimbang asmara dan gerak tubuh “AbalaBalance”, makahari itu Muki dengan segenap tenaga, meluapkan energi cinta terpendamnya dengan alat pengeras suara bernama “Megacot” (sebuah perangkat yang berbentuk corong dan menggunakan tujuh belas buah baterei untuk menghasilkan bunyi lantang dan berwibawa).Suaranya begitu menggelegar dan menghentak hati Roro Tebus dan dayang-dayang disekelilingnya, sedemikian dahsyat, bukan sebab ketulusan !, melainkan karena sumpah kasih itu diucapkan tepat di bibir telinga Roro Tebus. Dengan tubuh dan telinga yang kaget terhuyung-huyung, Roro Tebus pun bangkit dan menjawab dengan pantun, sebagaimana ia belajar berkomunikasi sebagaimana pejabat penerangan Alasanesia “Genta berdentang tangan berlipat, Cinta datang tantang dengan prasyarat !” . Namun Mukiyo tiada bergeming sedikitpun, dengan segala kesaktian dan bujuk rayunya ia yakin sanggup meluluhlantakan cinta dan harta Roro Tebus.

Sadar akan kesaktian lelaki dan jurus-jurus rayuannya kali ini Roro Tebus meminta tebusan yang tidak biasa, “Mukiyo, akan aku kabulkan cintamu dan sudi kau peristri, apabila kamu mampu membuatkan seribu buah kebaya, yang terdiri dari sembilan ratus sembilan puluh sembilan warna dasar, dan satu warna emas. Kesemuanya harus kamu persiapkan sebelum pukul enam, yang ditandai dengan hadirnya tukang jamu gendong langgananku !” demikian pernyataan Roro Tebus. Mukiyo pun spontan menjawab “Duh Tebusku yang aku damba, aku akan memenuhi syarat tebusan untuk menebus hati sekaligus hartamu, dan kelak kamu akan bersanding menjadi istriku tanpa kau duakan dalam suka dan duka, jangankan seribu, dua ribu lima ratus kebaya juga akan aku buatkan, demi gairah investasi asmara ini”dan diakhiri dengan ungkapan berjuta makna “Apa sih yang tidak buat cinta dan hartamu?”.

Saat itu juga Mukiyo mengerahkan bantuan para ahli kebaya yang tergabung dalam PAKSA (Paguyuban Kebaya Alasanesia), dengan ilmu hipnotis penggelapan yang dimiliki ia menghipnotis para perancang, penjahit, pedagang kain, buruh angkut, dan semua pihak untuk larut dalam proyek cinta harta ambisius ini. Ramailah media berbondong memberitakan kehebohan ini. Untuk sesaat rakyat Alasanesia seperti dialihkan dari berbagai situasi dan carut marut negeri yang tak menentu. Penebusan rasa cinta asmara yang seolah-olah tulus membuat masyarakat antusias, tentunya ini sebagai akibat pemberitaan yang bertubi-tubi tiada kenal waktu dan jenis berita, beberapa diantaranya bahkan mengakibatkan uraian air mata. Banyak produser film dan sinetron menawarkan kontrak pembuatan film berdasar kisah nyata ini, namun Mukiyo tak acuh oleh berbagai masukan dan pendapat dari para ahli cinta, komentar pengamat yang berpendapat aneka rupa, yang ia pedulikan hanya satu, menaklukan 2H (Hati dan Harta) Roro Tebus.

Waktu bergulir, hingga dini hari waktu Alasanesia, sudah lebih dari sembilan ratus dua puluh tujuh kebaya ia tuntaskan, Mukiyo yakin ia akan menuntaskan prasyarat cinta ini tanpa kesulitan berarti, tepat sebelum tukang jamu gendong sampai didepan rumah Roro Tebus, bahkan jauh sebelum ia berangkat dari rumahnya sendiri. Melihat dan mendengar Mukiyo hampir menuntaskan prasyarat yang diajukan, Roro Tebus sekejap panik dan berlarian tak tentu arah disekeliling rumahnya. Terbersit sebuah rencana busuk, dimana ia memanfaatkan kelemahan Mukiyo yang tiada mengenal wujud tukang jamu langganannya. Roro Tebus meminta Mak Oke (setiap diminta tolong selalu menyanggupi dengan kata “oke!”) untuk menyamar menjadi tukang jamu gendong dan muncul lebih awal dirumahnya, tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menggagalkan raihan asmara Mukiyo. Oke Bus !, demikian kesanggupan Mak Oke kepada Roro Tebus, sembari mempersiapkan penyamaran menjadi tukang jamu gendong.

Satu Jam lagi sebelum batas waktu, dan Mukiyo tinggal menyelesaikan pekerjaan utama, membuat masterpiece kebaya berbahan emas. Demi kebaya ini mukiyo rela menghimpun dana dengan berbagai aksi tipu-tipu, dengan harapan akan terbayar begitu ia mendapatkan cinta dan harta Roro Tebus. Namun tak disangka tiada diduga sesaat sebelum beberapa jahitan terakhir, munculah penjual jamu gendong yang tiada lain adalah penjelmaan Mak Oke. Penyamaran seorang penjual jamu tua renta nan miskin dengan bakul jamu beralaskan terompah, berselendang gombal (kain bekas compang-camping berlobang nan lusuh). Kemunculan Mak Oke yang tiba-tiba diikuti oleh derai tawa sumringah dari Roro Tebus “ Mukiyo, berhentilah berharap meraih cintaku !. Sembilan ratus sembilan puluh sembilan kebaya yang sudah kau tuntaskan tidaklah cukup karena waktu sudah berhenti dan kau belum tuntaskan satu kebaya emas permintaanku. Tenggelamlah dalam ketakutan dan depresi berkepanjangan akibat rayuan-rayuanmu untukku !” kecam Roro Tebus kepada Mukiyo yang terperanjat tak bergeming seolah tak percaya impian cinta dan hartanya berakhir tragis dalam hitungan detik.

Mukiyo gelap mata merebut selendang “gombal” jamu milik Mak Oke dan meloncat murka meraih Roro Tebus dalam cengkeraman jemarinya, sambil mengumpat sumpah serapah “Hai Tebus, lenyap sudah segala gundah ruah rasa asmaraku padamu, tidaklah pantas kau kenakan kebaya emas bukti cintaku, sebagai akibat dari mempermainkan aku terimalah gombal ini sebagai satu-satunya pakaian yang akan kau kenakan beserta keturunanmu kelak !”. Lenyaplah sudah kecantikan Roro Tebus ia berubah wujud menjadi pengemis tua renta nan miskin berpakaian gombal dan tak beralas kaki, begitu juga Mukiyo menjadi depresi, segala kesaktiannya lenyap tak berbekas, ia telah berubah menjadi gelandangan sakit jiwa dan selalu mengumpat segala sumpah rayu dan janji palsu.

Legenda ini akhirnya menjadi mitos turun temurun masyarakat Alasanesia,setiap rayuan dan janji palsu dikenal luas dengan istilah “Gombal Mukiyo” dan sejak saat itu pula setiap syarat yang diajukan sebagai prasyarat imbalan dikenal dengan istilah “Tebusan”, gelandangan berpakaian lusuh atau gombal disebut “Gembel”, setiap kesanggupan akan menjalankan perintah secara spontan dikenal dengan ungkapan “Oke”.Kisah ini adalah sebuah kisah negeri Alasanesia yang diadakan untuk mengada-ada atau untuk alasan yang tidak jelas, sebagaimana janji-janji “Gombal Mukiyo” yang digembor-gemborkan oleh pemerintah serta calon pemerintah negeri Alesanesia.

Didapat dari : Asal Muasal "Gombal Mukiyo" ! - Kompasiana.com