Dapatkah Tergugat Mengajukan Verzet Saat Penggugat Mengajukan Banding?

image
Dalam persidangan perkara perdata, Penggugat menang tapi permohonan dalam gugatannya tidak semua dikabulkan oleh majelis hakim dan si Penggugat melakukan upaya hukum banding terhadap putusan hakim tersebut. Namun di sisi lain, Tergugat sebagai pihak yang kalah merasa dirugikan melakukan upaya hukum perlawanan (verzet) terhadap perkara tersebut. Pertanyaannya, manakah yang didahulukan oleh majelis hakim, upaya hukum banding dari Penggugat atau upaya hukum perlawanan (verzet) dari Tergugat?
Terimakasih.

Hukum Acara Verstek

Setelah mencermati pertanyaan Anda, kami berasumsi bahwa maksud pertanyaan Anda adalah dalam konteks adanya putusan perstek (verstek), yaitu putusan yang dijatuhkan tanpa adanya kehadiran Tergugat meskipun telah dipanggil secara sah dan patut.

Selanjutnya, dari informasi yang Anda berikan, Penggugat melakukan upaya hukum banding karena gugatannya hanya dikabulkan sebagian dan di sisi lain Tergugat yang tidak hadir tersebut mengajukan upaya hukum verzet sebagai perlawanan terhadap putusan verstek.

Untuk itu, sesuai ketentuan Pasal 125 Herzien Inlandsch Reglement (“HIR”) dan Pasal 78 Reglement op de Rechtvordering (“Rv”), kami akan mengutip pendapat dari mantan hakim Agung Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata (hal. 383-387) mengenai persyaratan suatu putusan dapat dijatuhkan dengan acara verstek, yaitu :

  1. Tergugat telah dipanggil secara sah dan patut (yang melaksanakan panggilan adalah Juru Sita dalam bentuk Surat Panggilan (relaas), dengan cara pemanggilan yang sah dan adanya jarak waktu pemanggilan hari sidang)
  2. Tergugat tidak hadir tanpa alasan yang sah
  3. Tergugat tidak mengajukan Eksepsi Kompetensi dan tidak memenuhi panggilan sidang tanpa alasan yang sah.

Upaya Hukum Banding

Selanjutnya, kami juga perlu menjelaskan hakikat dari upaya hukum banding yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Pengadilan Peradilan Ulangan (“UU Peradilan Ulangan”).

Pada prinsipnya banding adalah upaya hukum biasa yang dapat diajukan oleh pihak berperkara yang tidak puas dengan putusan pengadilan negeri untuk mendapatkan pemeriksaan ulang. Makna banding sebagai “pemeriksaan ulang” atas suatu perkara tersebut mengandung pengertian bahwa pemeriksaan ulangan atas suatu perkara perdata di tingkat banding (Pengadilan Tinggi) tidak berfokus pada siapa yang mengajukan upaya hukum banding tersebut, baik salah satu pihak maupun kedua belah pihak.

Menjawab pertanyaan pokok Anda tentang pemeriksaan manakah yang didahulukan dalam hal adanya upaya hukum banding dari penggugat atau upaya hukum verzet dari tergugat, sebagai perlawanan atas putusan verstek, maka dalam praktik peradilan perdata berlaku ketentuan Pasal 8 UU Peradilan Ulangan yang berbunyi:

  1. Dari putusan Pengadilan Negeri, yang dijatuhkan di luar hadir tergugat, tergugat tidak boleh minta pemeriksaan ulangan melainkan hanya dapat mempergunakan perlawanan dalam pemeriksaan tingkat pertama, akan tetapi jikalau penggugat minta pemeriksaan ulangan, tergugat tidak dapat mempergunakan hak perlawanan dalam pemeriksaan tingkat pertama.
  2. Jika dari sebab apa pun juga tergugat tidak dapat mempergunakan hak perlawanan dalam pemeriksaan tingkat pertama, tergugat boleh meminta pemeriksaan ulangan.

Jadi, dengan adanya upaya hukum banding dari Penggugat yang tidak puas karena gugatannya hanya dikabulkan sebagian secara sepihak dengan acara verstek, Tergugat tidak dapat mengajukan verzet sebagai perlawanan atas putusan verstek di Pengadilan Negeri.

Sumber