Dapatkah mengajukan PKPU setelah permohonan Pailit ditolak Pengadilan ?

pailit

Apakah memungkinkan kreditor mengajukan permohonan PKPU kepada pengadilan setelah permohonan pailit kreditor ditolak? Dalam arti lain bahwa Pemohon PKPU dahulu pemohon pailit/kreditor.

Terimakasih.

Syarat Permohonan Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Prinsipnya, syarat pengajuan Permohonan Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“PKPU”) berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU KPKPU”) adalah sama, yaitu:

  1. Debitor mempunyai dua atau lebih Kreditor
  2. Debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Selanjutnya, definisi Utang terdapat dalam Pasal 1 angka 6 UU KPKPU yang berbunyi:

Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.

Melihat dari kasus Anda, pada prinsipnya suatu proses permohonan pailit atau PKPU yang ditolak tidak mengenal prinsip nebis in idem sehingga tidak menghalangi diajukannya permohonan pailit atau PKPU baru. Hal ini dapat Anda lihat dalam kebiasaan dan praktik di Pengadilan Niaga dimana banyak sekali kasus permohonan PKPU atau Pailit yang ditolak kemudian diajukan kembali permohonan PKPU atau Pailit.

Jadi terhadap pertanyaan Anda apakah memungkinkan Kreditor mengajukan permohonan PKPU kepada Pengadilan Niaga dimana sebelumnya telah ada penolakan permohonan pailit yang diajukan Kreditor, maka jawaban kami adalah dapat.

Namun, terhadap kemungkinan Permohonan PKPU Anda selanjutnya akan dikabulkan atau ditolak kembali, itu sepenuhnya menjadi kewenangan majelis Hakim yang memeriksa dan mengadilinya dan perlu melihat pertimbangan majelis Hakim sebelumnya yang menolak permohonan pailit Kreditor tersebut.

Misalnya apakah karena syarat-syarat tidak terpenuhi dalam hal utang tidak bisa dibuktikan secara sederhana atau Debitor tidak memiliki sekurang-kurangnya dua atau lebih Kreditor? Apabila karena hal tersebut, Kreditor cukup mengajukan permohonan baru dengan argumentasi adanya utang lain yang sederhana dapat dibuktikan atau Debitor mempunyai dua atau lebih Kreditor yang sebelumnya belum diungkap dalam perkara sebelumnya.

Permohonan Pailit dan PKPU Dalam Praktik

Dalam praktik, kami juga pernah menemukan adanya Permohonan Pailit/PKPU kedua yang sebelumnya pernah ditolak dan diajukan atas objek dan dalil-dalil permohonan yang sama, namun Majelis Hakim mengabulkan dan memberikan pertimbangan hukum yang berbeda.

Hal ini menurut kami sebagai konsekuensi adanya ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU 48/2009”) yang berbunyi:

“Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”

Namun menurut hemat kami, seharusnya adanya perbedaan putusan pengadilan terhadap objek kasus yang sama sebisa mungkin dihindari guna memberikan kepastian hukum bagi para pencari keadilan.

Sumber

Berikut adalah proses upaya Hukum dalam Kepailitan

Selama Proses Permohonan


Upaya hukum atas permohonan kepailitan yang telah diajukan ke Pengadilan Niaga dapat dilakukan selama proses pengajuan/pemeriksaan permohonan pernyataan pailit atau setelah putusan atas permohonan pernyataan pailit jatuhkan oleh Pengadilan Niaga. Upaya hukum selama proses pengajuan/pemeriksaan permohonan pernyataan pailit dapat dilakukan dengan mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap debitor. Pada dasarnya pemberian PKPU kepada Debitor dimaksudkan agar Debitor mempunyai kesempatan untuk melunasi atau melaksanakan kewajibannya atas utang-utang sehingga tidak sampai dinyatakan pailit. Dalam hal permohonan PKPU dan permohonan pailit diajukan dan diperiksa bersama di Pengadilan Niaga, maka atas permohonan PKPU harus diputus terlebih dahulu dan harus diajukan pada sidang tingkat pertama (Pasal 229 ayat 4 UUK-PKPU).

Selama berlangsungnya PKPU debitor tidak dapat dipaksa membayar utang-utangnya, termasuk melakukan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai untuk memperoleh pelunasan utang, harus ditangguhkan. Kecuali telah ditetapkan tanggal yang lebih awal oleh pengadilan, semua sitaan yang telah diletakkan gugur, dan dalam hal Debitor disandera maka harus segera dilepaskan segera setelah diucapkan putusan PKPU tetap.

Seluruh proses PKPU tidak boleh melebihi jangka waktu 270 hari terhitung sejak putusan Pengadilan Niaga terhadap PKPU tresebut diucapkan. Apabila lewat dari jangka waktu tersebut belum dicapai dan disahkan perdamaian, maka Debitor yang bersangkutan demi hukum dianggap pailit, dan proses atas permohonan pernyataan pailit di Pengadilan Niaga dapat dilanjutkan.

Note : Sesuai dengan pertanyaan diatas, ketika permohonan pailit ditolak oleh pengadilan, pastinya anda diberitahu mengapa permohonan anda ditolak. Kasus terbanyak adalah karena persyaratan yang kurang memenuhi. Oleh karena itu sebaiknya anda melengkapi persyaratan yang kurang dang mengajukan permohonan kembali ke pengadilan.

Setelah Putusan atas Permohonan


Setelah permohonan pernyataan pailit diputus oleh Pengadilan Niaga, maka upaya hukum yang dapat dilakukan jika para pihak keberatan atas putusan pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga adalah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI, dalam hal masih merasa keberatan, maka para pihak dapat mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.

Kasasi

Kasasi adalah salah satu tindakan Mahkamah Agung RI sebagai pengawas tertinggi atas putusan-putusan pengadilan lain. Hal ini disebabkan dalam tingkat kasasi tidak dilakukan suatu pemeriksaan kembali perkara tersebut, tetapi hanya terbatas memeriksa perkara terhadap aspek yuridis yaitu apakah judex facti (pengadilan pertama yang memeriksa bukti-bukti dan fakta, memutus dan menyelesaikan perkara) benar atau salah dalam menerapkan hukum.

Mahkamah Agung RI memeriksa terhadap penerapan hukumnya dan tidak terhadap peristiwa pembuktian sebagaimana kedudukan judex facti, sehingga aspek peristiwa dan penilaian mengenai hasil pembuktian yang bersifat penghargaan terhadap suatu kenyataan tidak dapat dipertimbangkan atau tidak

termasuk dalam pemeriksaan kasasi.20 Dalam perkara kepailitan, upaya hukum kasasi dapat diajukan oleh Debitor atau Kreditor yang merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama dan Kreditor lain yang bukan merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama karena merasa tidak puas terhadap putusan pernyataan pailit sebagaimana ketentuan Pasal 11 Ayat (3) UUK-PKPU.

Permohonan kasasi ke Mahkamah Agung RI diajukan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 8 hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan. Setelah Mahkamah Agung RI mempelajari permohonan kasasi, sidang pemeriksaan dilakukan paling lambat 20 hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung RI dan putusan atas permohonan kasasi harus diucapkan paling lambat 60 hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung RI.

Putusan Mahkamah Agung tingkat kasasi dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu

  1. Permohonan kasasi tidak dapat diterima

    Apabila suatu permohonan kasasi tidak memenuhi syarat formal untuk mengajukan kasasi seperti dilampauinya tenggang waktu mengajukan kasasi, surat kuasa khusus kasasi tidak memenuhi syarat, tidak ada atau terlambat mengajukan memori kasasi maka hal demikian dapat diklasifikasikan bahwa permohonan kasasi dinyatakan tidak dapat diterima.

  2. Permohonan kasasi ditolak

    Permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi yang ditolak oleh Mahkamah Agung dapat disebabkan oleh judex facti tidak salah menerapkan hukum. Pemohon kasasi dalam memori kasasi mempersoalkan tentang kejadian atau hal yang tidak merupakan wewenang Majelis Hakim kasasi. Penolakan permohonan kasasi juga dapat disebabkan karena Pemohon Kasasi dalam mengajukan memori kasasi tidak relevan dengan pokok perkara.

  3. Permohonan kasasi dikabulkan

    Permohonan kasasi yang dikabulkan disebabkan alasan-alasan atau keberatan keberatan yang dikemukakan pemohon kasasi dalam memori kasasi dibenarkan oleh Mahkamah Agung bahwa judex facti telah salah dan tidak tepat dalam penerapan hukum atau karena alasan-alasan hukum lain. Apabila permohonan kasasi dikabulkan karena alasan dari pemohon kasasi atau karena alasan hukum lain maka Mahkamah Agung akan membatalkan putusan judex facti. Dengan demikian, ada dua kemungkinan dalam putusan akhirnya yaitu Mahkamah Agung menyerahkan perkara tersebut ke pengadilan lain yang berwenang memeriksa dan memutuskannya atau Mahkamah Agung memutus sendiri perkara yang dimohonkan itu dan putusannya bersifat final.

Pasal 30 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung menyebutkan Mahkamah Agung dapat membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena:

  • Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang

    Pengertian tidak berwenang dapat diartikan berdasarkan kompetensi relatif dan kompetensi absolut misalnya Pengadilan Niaga telah mengadili perkara Kepailitan dan PKPU seolah-olah merupakan kewenangannya. Sedangkan alasan kasasi yang disebabkan judex facti melampaui batas wewenang adalah judex facti telah mengadili melebihi kewenangan yang ditentukan dalam undang-undang yang dapat diartikan bahwa dalam putusannya judex facti telah mengabulkan lebih dari apa yang dituntut Penggugat dalam surat gugatannya.

  • Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku

    Salah menerapkan hukum dapat diartikan salah menerapkan ketentuan hukum formal (hukum acara) atau hukum materil yang dapat dilihat dari penerapan hukum yang berlaku. Sedangkan melanggar hukum yang berlaku berhubungan dengan penerapan hukum itu sendiri tidak dapat, salah dan tidak sesuai serta bertentangan dengan ketentuan yang ditentukan dalam undang-undang.

  • Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan

    Persyaratan formal yang tidak dipenuhi oleh Majelis Hakim dalam melakukan tugas peradilan merupakan alasan bagi Mahkamah Agung untuk menyatakan batalnya perbuatan Majelis Hakim itu.

Peninjauan Kembali

Pasal 14 Ayat (1) UUK-PKPU merumuskan bahwa terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat diajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung RI. Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan apabila ditemukan bukti baru dan apabila dalam putusan yang bersangkutan terdapat kekeliruan hakim dalam menerapkan hukum. Sesuai dengan ketentuan Pasal 295 ayat (2) huruf a UU No. 4 Tahun 1998, bukti baru harus berupa bukti tertulis.

Proses permohonan peninjauan kembali atas putusan pernyataan pailit hampir sama dengan proses permohonan kasasi di Mahkamah Agung RI. Pemohon peninjauan kembali wajib menyampaikan bukti pendukung yang menjadi dasar pengajuan permohonan peninjauan kembali, dan putusan permohonan peninjauan kembali diucapkan oleh Mahkamah Agung RI paling lambat 30 hari setelah permohonan peninjauan kembali diterima Panitera Mahkamah Agung RI.

Referensi

Lilik Mulyadi, Perkara Kepalitan dan PKPU Teori dan Praktik.