Dampak apa saja yang terjadi apabila pemerintah menerapkan sistem zakat dalam kebijakan fiskalnya ?

Zakat dalam kebijakan fiskal

Dampak apa saja yang terjadi apabila pemerintah menerapkan sistem zakat dalam kebijakan fiskalnya ?

penerapan sistem zakat akan mempunyai berbagai implikasi diberbagai segi kehidupan, baik dari sisi mikro maupun sisi makro, antara lain :

Implikasi Mikro Zakat


Zakat dan Konsumsi Agregat

Zakat dalam perekonomian islam dimana zakat diterapkan, maka masyarakat akan terbagi dalam dua kelompok pendapatan yaitu pembayar zakat dan penerima zakat. Kelompok masyarakat wajib zakat (muzakki) akan mentransfer sejumlah proporsi pendapatan mereka kepada kelompok masyarakat penerima zakat (mustahiq).

Dengan adanya zakat, fakir dan miskin dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Seluruh income mereka yang didapat dari zakat akan dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan sekunder mereka. Dengan demikian, hal permintaan yang ada dalam pasar akan mengalami peningkatan, maka seorang produsen harus meningkatkan produksi yang dilakukan untuk memenuhi demand yang ada. Sebagai multiplier effect, pendapatan yang diterima akan naik dan investasi yang dilakukan akan bertambah.

Zakat dan Tabungan Nasional

Dalam perspektif Islam, investasi bukanlah akitfitas residual melainkan sebuah tindakan rasional yang memiliki tujuan rasional tertentu yang positif, bukan untuk ditimbun atau digunakan untuk berspekulasi.

Secara makro, penerapan zakat akan berdampak positif terhadap tingkat tabungan nasional. Zakat memiliki daya dorong yang mendorong orang untuk melakukan investasi. Dengan alasan, jika dia tidak melakukan investasi maka dia akan mengalami kerugian financial, karena harta tersebut akan ditarik ke dalam zakat setiap tahunnya. Dengan adanya alokasi zakat bagi fakir dan miskin, hal tersebut akan menambah pemasukan mereka, sehingga konsumsi yang dilakukan akan bertambah. Peningkatan konsumsi akan mendorong adanya peningkatan produksi, dimana hal tersebut akan mendorong adanya peningkatan investasi.

Zakat dan Produksi Agregat

Sebagai sistem perpajakan, zakat adalah sistem pajak yang ramah terhadap dunia usaha (market friendly). Zakat memiliki tarif yang rendah dan tetap serta tidak pernah berubah-ubah karena sudah diatur dalam syariat. Sebagai misal, zakat yang diterapkan pada basis yang luas seperti zakat perdagangan. Nisab harta perdagangan adalah menurut pokoknya yaitu 2,5 %133. Ketentuan tarif penerapan zakat ini tidak boleh dirubah oleh siapapun. Karena itu penerapan zakat tidak akan menggangu insentif investasi dan produksi serta memberikan kepastian usaha.

Zakat juga memiliki tarif yang berbeda untuk jenis harta yang berbeda dan memberikan keringanan bagi usaha yang memiliki tingkat kesulitan produksi lebih tinggi. Sebagai missal, zakat untuk produk pertanian yang dihasilkan dari lahan irigasi tarifnya adalah 5% , sedangkan jika dihasilkan lahan tadah hujan tarifnya adalah 10%. Tarif zakat barang tambang bervariasi antara 2,5%, 5%, 10%, dan 20% sesuai dengan perbandingan antara barang yang dihasilkan dengan usaha dan biaya yang dihabiskan. Semakin sedikit tingkat kesulitan maka semakin besar tarif zakat.

Zakat dan Investasi

Institusi zakat memiliki dampak positif pada investasi dengan mempenalti penumpukan dana, sumber daya yang menganggur dan penggunaan sumber daya di asset yang tidak produktif. Pemilik kekayaan yang berada di atas nishab harus membayar zakat setiap tahunnya. Jika kekayaan tidak diinvestasikan secara produktif, maka nilai kekayaan akan menurun dari tahun ke tahun hingga mencapai nilai di bawah nisab.

Dalam perekonomian islam di mana riba dilarang, maka penerapan zakat ini memberi insentif yang kuat bagi pemilik kekayaan untuk melakukan investasi di sektor riil dalam rangka mempertahankan tingkat kekayaan mereka.

Investasi di negara penganut ekonomi Islam dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:

  • Ada sanksi untuk pemegang asset kurang/tidak produktif (hoarding idle asset).

  • Dilarang melakukan bentuk spekulasi dan segala macam judi.

  • Tingkat bunga untuk berbagai pinjaman adalah nol.

Menurut pandangan sejumlah tokoh agama, seorang muslim yang menginvestasikan tabungannya tidak akan terkena beban zakat, tetapi ia harus membayar zakat atas hasil yang diperoleh dari investasi tersebut. Karena dalam ekonomi Islam, semua bentuk asset yang tidak/kurang produktif akan terkena zakat. Maka penabung muslim akan terdorong mengarahkan tabungannya untuk investasi daripada memegangnya dalam bentuk tabungan yang tidak produktif, kecuali kalau kerugian zakat itu lebih besar dari beban zakat yang harus dibayarkan.

Implikasi Makro Zakat


Zakat dan Efisiensi Alokatif

Zakat mentransfer sebagian pendapatan kelompok kaya yang merupakan bagian kecil dalam masyarakat kepada kelompok miskin yang merupakan bagian terbesar dalam masyarakat. Hal ini secara langsung akan meningkatkan permintaan barang dan jasa dari kelompok miskin yang umumnya adalah kebutuhan dasar seperti sandang, pangan dan papan. Permintaan yang lebih tinggi untuk kebutuhan dasar masyarakat terkait zakat ini, akan mempengaruhi komposisi produksi barang dan jasa yang diproduksi dalam pereokonomian, sehingga akan membawa pada alokasi sumber daya menuju sektor-sektor yang lebih diinginkan secara sosial. Hal ini akan meningkatkan efisiensi alokatif dalam perekonomian.

Dalam konteks ini kita dapat memandang fungsi alokatif zakat yang merealokasi sumber daya dari orang kaya ke orang miskin ini, sebagai cara yang efektif untuk memerangi kemiskinan. Dengan pendayagunaan zakat yang produktif, tepat sasaran dan berkelanjutan, zakat akan mampu mengubah kaum dhuafa’ menjadi muzakki.

Zakat, Kebijakan Fiskal dan Stabilisasi Makroekonomi

Dalam kerangka institusi sosial-ekonomi Islam, zakat memiliki dampak stabilisasi terhadap perekonomian melalui jalur tabungan dan investasi. Dalam perekonomian Islam, dimana zakat diterapkan dan riba dilarang, keputusan investasi menjadi bagian integral dari keputusan menabung.

Zakat dikenakan terhadap tabungan dan dana yang menganggur. Jika investasi tidak menjadi bagian terintegrasi dalam keputusan menabung, maka tingkat kekayaan akan menurun. Jika tabungan diikuti dengan investasi, maka tingkat kekayaan akan tergantung sepenuhnya pada tingkat bagi hasil dan tingkat pengembalian proyek, karena tarif zakat adalah konstan.

Dengan demikian tabungan berhubungan secara positif dengan peluang dan ekspektasi investasi. Ketika ekspektasi investasi menurun, maka tabungan akan menurun dan konsumsi akan meningkat sehingga permintaan agregat meningkat dan ekspektasi investasi membaik. Dalam perekonomian dimana investasi adalah bagian integral dari keputusan menabung, maka akan terdapat mekanisme otomatis yang membawa perekonomian pada stabilitas.

Zakat dan Penciptaan Lapangan Kerja

Dalam perekonomian Islam, modal financial (uang) dilarang disewakan dan tidak boleh menuntut klaim sewa (bunga). Pilihan untuk membiarkan modal financial menganggur akan sulit dilakukan karena akan terkena penalty zakat sehingga akan berkurang setiap tahunnya. Satu-satunya cara agar bagi uang agar tidak berkurang dan memperoleh hasil adalah dengan cara terlibat dalam kegiatan wirausaha dengan bersedia menanggung resiko usaha untuk memperoleh laba.

Ada pandangan keliru dari sebagian kita bahwa memberikan zakat kepada kelompok orang tertentu akan membentuk mentalitas ketergantungan dan membuat mustahik malas bekerja, sehingga akan menambah angka pengangguran. Pandangan tersebut tidak benar. Karena dana zakat jika dikelola dengan benar akan mampu membuka lapangan kerja dan usaha yang luas. Dengan adanya zakat permintaan akan tenaga kerja semakin bertambah dan akan mengurangi penganngguran sehingga pada gilirannya umat Islam mampu bekerja dan berusaha memiliki harta kekayaan untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya.

Zakat dan Transparansi Anggaran Publik

Zakat memberikan contoh praktek transparansi anggaran publik yang sangat kuat baik dari sisi penarikan dana maupun dari sisi belanjanya. Transparansi anggaran publik ini oloeh zakat dimulai dari sisi penarikan dana.

Zakat memiliki aturan yang jelas dan rinci tentang orang yang wajib berzakat (muzakki), jenis harta yang wajib dizakati, jumlah batas kepemilikan harta minimum dimana seseorang wajib berzakat (nishab), ketentuan tarif yang spesifik dan berbeda-beda untuk berbagai jenis harta dan waktu kepemilikan harta wajib dizakati (haul). Lebih jauh lagi, zakat juga sangat transparan di aspek pembelanjaannya. Alokasi dana zakat yang telah diatur secara spesifik untuk delapan asnaf, membuat zakat tidak bisa dimanipulasi untuk kepentingan lain selain prioritas penggunaan yang telah ditentukan.

Zakat dan Sistem Jaminan Sosial

Dalam perekonomian sosialis, sistem jaminan sosial lahir dari sejarah perjuangan kelas, kebencian terhadap kelompok lain, dan konflik sosial. Dalam perekonomian kapitalis, sistem jaminan sosial adalah elemen penambal kegagalan sistem, yang lahir setelah krisis besar (great depression) 1929 melahirkan berbagai tragedi sosial.

Hal ini berbeda dalam perekonomian Islam, dimana sistem jaminan sosial merupakan suatu elemen yang built in didalam sistem. Berangkat dari kewajiban dan hak dari kelompok-kelompok dalam masyarakat yang berakar pada keimanan terhadap Tuhan.

Islam memberikan kewajiban kepada pemerintah, hanya setelah mendayagunakan modal sosial (sosial kapital) yang ada di masyarakat. Perlindungan berlapis ini membuat sistem Islam bekerja sangat responsive terhadap gejolak yang dialami kelompok miskin yang akan membuat mereka terhindar dari kemiskinan.

Zakat dan Distribusi Pendapatan

Secara umum, distribusi pendapatan dapat diklasifikasikan menjadi dua hal, yaitu :

  • Distribusi pendapatan fungsional yang ditunjukkan dengan pembagian pendapatan menurut kelompok faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal.

  • Distribusi pendapatan personal yang ditunjukkan dengan pembagian pendapatan antar individu dalam masyarakat.

Dalam perekonomian islam, kedua hal ini mendapat perhatian yang besar. Ketentuan Islam mengenai faktor-faktor produksi, seperti ketentuan kepemilikan tanah, larangan menimbun harta, pelarangan riba dan penerapan zakat akan membuat kesenjangan dalam distribusi faktorial menjadi minimal. Pelarangan riba misalnya, secara efektif akan membuat keseimbangan pendapatan antara pemilik modal dan tenaga kerja. Disaat yang sama, Islam juga memiliki banyak instrumen untuk redistribusi pendapatan seperti zakat, infaq, shadaqah, wakaf dan lain sebagainya sehingga distribusi pendapatan personal akan lebih merata.

Sebagai mekanisme redistribusi pendapatan, zakat secara efektif akan meredistribusi pendapatan dari kelompok kaya ke kelompok miskin. Redistribusi pendapatan melalui zakat dapat dilakukan dengan melakukan transfer payment atau negative income tax secara langsung ke orang miskin ataupun melalui penyediaan barang-barang publik yang sangat dibutuhkan orang miskin yang juga memiliki dampak redistributif.

Zakat dan Pertumbuhan Ekonomi

Zakat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi baik melalui jalur permintaan agregat (aggregate demand) dan penawaran agregat (aggregate supply). Dampak positif zakat pada konsumsi dan investasi secara jelas akan menaikkan permintaan agregat dalam perekonomian. Kombinasi dampak zakat terhadap konsumsi dan investasi akan meningkatkan permintaan agregat perekonomian. Melalui dampak pengganda (multiplier effect) dalam perekonomian, hal ini akan membawa pada peningkatan pendapatan nasional.

Belanja dana zakat akan meningkatkan konsumsi kelompok miskin, yang kemudian akan memicu kenaikan produksi barang dan jasa terkait belanja konsumsi kelompok miskin ini. Kenaikan produksi dipastikan akan menggerakkan roda perekonomian secara luas berupa permintaan terhadap input faktor produksi seperti tenaga kerja, modal fisik, energi, dan bahan baku.

Penerapan zakat juga akan memberi dampak positif pada tabungan kelompok miskin dan pada yang sama memberi dampak netral terhadap tabungan kelompok kaya. Dengan demikian, secara agregat tabungan nasional akan meningkat. Peningkatan tabungan ini akan mendorong kenaikan investasi. Kenaikan investasi ini pada gilirannya akan menghasilkan kenaikan produksi barang dan jasa, menurunkan harga dan meningkatkan pendatan riil masyarakat.

Sedangkan kontribusi zakat terhadap pertumbuhan melalui jalur penawaran agregat terlihat dari dampak positif zakat terhadap penciptaan lapangan kerja dan produksi. Islam mendorong penciptaan lapangan kerja dengan memfasilitasi kerja sama bisnis (partnesship) melalui pelarangan riba dan penerapan zakat. Uang atau modal yang menganggur akan terkena penalti zakat. Sehingga untuk mempertahankan tingkat kesejahteraan, pemilik modal dipaksa sistem untuk terjun ke sektor riil dengan membentuk kerja sama bisnis.

Zakat juga memberi praktek fiskal terbaik dalam mendorong produksi dan pertumbuhan ekonomi melalui tarif pajak yang rendah. Tarif zakat secara umum yaitu 2,5% dan tidak pernah berubah-ubah. Lebih jauh lagi, zakat juga menstimulus produksi dengan mengakomodasi kesulitan usaha, mendorong skala ekonomi dan dan member kepastian usaha. Produksi dengan tingkat kesulitan dan biaya yang lebih tinggi, memiliki tarif zakat yang lebih rendah seperti tarif zakat pertanian dan zakat pertambangan. Sedangkan pada kasus tarif zakat peternakan, tarif regresif zakat secara jelas mendorong produsen untuk beroperasi pada skala ekonomi yang besar untuk mencapai efisiensi produksi. Tarif zakat yang tetap dan tidak pernah berubah karena telah ditetapkan oleh syariah akan memberikan kepastian usaha bagi pelaku ekonomi dan menciptakan iklim investasi yang baik. Secara singkat dapat dikatan bahwa sebagai instrumen fiskal zakat sangat ramah pasar (market friendly).

Ringkasan
  • H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2004)
  • M. M. Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Bangkit Daya Insani, 1995).