Cat Calling : Pujian atau Pelecehan Seksual?

Mungkin beberapa dari kalian baik perempuan ataupun laki-laki pernah mendapatkan ucapan, komentar, siulan atau bahkan pujian dari orang tak dikenal hingga merasa risih, tidak nyaman, dan terganggu. Pada umumnya, cat calling ini sering terjadi ketika kita berjalan di trotoar, pusat perbelanjaan, jalan raya, atau fasilitas umum. Namun, biasanya yang sering menjadi korban adalah perempuan. Selain kata-kata yang dilontarkan, cat calling juga dapat berbentuk seperti siulan, lirikan, kedipan, bahkan memegang area tubuh tertentu. Adapun tujuan dari cat calling ini bukanlah ingin melakukan pemerkosaan, namun lebih kepada mencari perhatian.

Berdasarkan penjelasan di atas, menurut teman-teman apakah cat calling ini bersifat pujian atau malah pelecehan seksual? dan apakah alasannya? Yuk, berikan pendapat kalian!

Sumber

Cat Calling, Pelecehan Seksual Berkedok Pujian yang Sering Terjadi

Gambar: Beritagar

(Safitri, 2020) menyebutkan catcalling didefinisikan sebagai siulan, panggilan, dan komentar yang bersifat seksual dan/atau tidak diinginkan, oleh pria terhadap wanita yang lewat. Kadang dibarengi pula dengan tatapan yang melecehkan dan membuat perempuan menjadi merasa tidak aman.

Catcalling merupakan pelecehan seksual yang dilakukan secara verbal yang bertendensi seksual, dan korban catcalling sendiri umumnya adalah para perempuan. Ironisnya, tindakan pelecehan yang dilakukan oleh banyak laki-laki dianggap suatu bercandaan yang lucu, bukan sesuatu yang serius. Padahal yang perlu diperhatikan tentang bercanda adalah “a joke is only joke if both people think it is funny”. Kasus pelecehan seksual bukanlah lelucon atau bahan bercandaan karena ada individu lain (korban) yang merasa dilecehkan, direndahkan, dan dihina. Pelecehan seksual verbal seperti catcalling sendiri dapat terjadi dimana saja, tempat umum seperti pasar, terminal, pinggir jalan, angkutan umum, bahkan kerap terjadi lingkungan terpelajar seperti di sekolah ataupun kampus. Dan hingga saat ini, pelecehan seksual secara verbal/catcalling masih sering dianggap hal yang ringan karena tidak ada kerugian fisik, tetapi hal ini tetaplah bentuk pelecehan seksual meskipun dilakukan dalam bentuk verbal.

Summary

Safitri, Yoni Yolinda, 2020. Pelecehan Seksual Secara Verbal (Catcalling) di Salah Satu Perguruan Tinggi di Yogyakarta

Catcalling termasuk bagian dari sexual harrassment. Catcalling telah dinormalisasi ke titik yang sering dipandang sebagai jenis pelecehan seksual yang ditoleransi dan diharapkan. Catcalling melibatkan pria yang menggunakan isyarat verbal dan non-verbal untuk mengomentari penampilan fisik wanita dengan cara yang objektifikasi wanita. Perilaku ini terdiri dari siulan yang tidak diinginkan, menatap, berkedip, dan/atau meminta nama atau nomor telepon (Farmer & Smock Jordan, 2017).

Untuk mengurangi kemungkinan catcalling, wanita menilai lingkungan mereka, membatasi pakaian, memakai headphone, memilih untuk berolahraga di dalam, dan bahkan menghindari lingkungan atau rute tertentu sebagai tindakan proaktif. Dalam sebuah literatur, para peneliti menemukan bahwa catcalling mungkin memiliki efek tidak langsung pada ketakutan akan pemerkosaan (melalui objektifikasi diri) dan pembatasan gerak karena takut akan pemerkosaan. Hal ini didukung oleh penelitian terbaru yang dilakukan oleh Livingston (2015), di mana catcalling dikaitkan dengan objektifikasi dengan konsekuensi tidak langsung yang dapat menurunkan kualitas hidup perempuan. Penurunan kualitas hidup berkontribusi pada perilaku menghindar yang dilakukan perempuan seperti mengubah rute transportasi mereka, menghindari kota atau daerah tertentu, menghindari keluar, dan mengubah pola sosialisasi (Farmer & Smock Jordan, 2017).

Sumber

Farmer, O., & Smock Jordan, S. (2017). Experiences of Women Coping With Catcalling Experiences in New York City: A Pilot Study. Journal of Feminist Family Therapy . Experiences of Women Coping With Catcalling Experiences in New York City: A Pilot Study: Journal of Feminist Family Therapy: Vol 29, No 4