Candi Badhut : Candi tertua di Jawa Timur

Candi Badhut ditemukan oleh pakar arkeologi di tahun 1923. Candi yang juga disebut Candi Liswa ini berlokasi kurang lebih 5 km dari kota Malang, tepatnya di Desa Karangbesuki, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Candi Badhut diduga diperkirakan dibangun jauh sebelum masa pemerintahan Airlangga, yaitu masa dimulainya pembangunan candi-candi lain di Jawa Timur, dan diduga merupakan candi tertua di Jawa Timur.

Bangunan utama yang menghadap ke barat ini marupakan satu-satunya bangunan yang masih tersisa. Bangunan tersebut terletak di sisi timur atau sisi dalam kompleks candi. Bangunan lain, yang terletak di sisi selatan di depan bangunan utama, saat ini hanya tinggal fondasinya.

Dari sudut utara-timur, tampak relung yang terletak di tengah dinding luar bagian utara. Dalam relung tersebut terdapat Durga Mahisasuramardini. Relung serupa yang terletak di dinding selatan seharusnya berisi arca Syiwa Guru dan yang terletak di dinding timur seharusnya berisi arca Ganesha. Kedua arca tersebut sudah tidak ada lagi di tempatnya. Dalam gambar di atas terlihat bahwa kaki candi yang polos tanpa hiasan reilef. Di bagian belakang tidak terdapat tangga naik ke selasar.

Pintu masuk ke tubuh candi dilengkapi dengan bilik penampil berupa lorong sepanjang sekitar 1,5 m. Tepat di atas ambang pintu terdapat hiasan Kalamakara tanpa rahang bawah, mirip denga yang terdapat di candi-candi Jawa Tengah.

Sebagian ahli purbakala berpendapat bahwa Candi Badhut dibangun atas perintah Raja Gajayana dari Kerajaan Kanjuruhan. Dalam Prasasti Dinoyo (tahun 682 Caka atau 760 M), yang ditemukan di Desa Merjosari, Malang, dijelaskan bahwa pusat Kerajaan Kanjuruhan adalah di daerah Dinoyo.

Prasasti Dinoyo sendiri saat ini tersimpan di Museum Nasional Jakarta. Tulisan dalam prasasti juga menceritakan tentang masa pemerintahan Raja Dewasimba dan putranya, Sang Liswa, yang merupakan masa keemasan Kerajaan Kanjuruhan. Kedua raja tersebut sangat adil dan bijaksana serta dicintai rakyatnya. Konon Sang Liswa yang bergelar Raja Gajayana yang sangat senang melucu (bahasa Jawa: mbadhut) sehingga candi yang dibangun atas perintahnya dinamakan Candi Badhut. Walaupun terdapat dugaan semacam itu, sampai saat ini belum ditemukan bukti kuat keterkaitan Candi Badhut dengan Raja Gajayana.

Permukaan kaki Candi Badhut lebih luas dibandingkan tubuh candi, sehingga membentuk selasar yang cukup lebar di sekeliling tubuh candi. Tangga naik ke selasar berada tepat di hadapan pintu masuk ke ruangan dalam candi. Seperti halnya kaki candi, tangga naik ke selasar dibuat sangat sederhana tanpa hiasan ukiran, kecuali pada sisi luar dinding pengapit tangga. Pangkal tangga diapit sepasang susunan batu yang bentuknya menyerupai tubuh dan kepala hewan.

Pahatan yang terdapat di sisi tangga naik ke Candi Badhut. Tampak seorang peniup seruling dikelilingi hiasan sulur-sulur. Sayang pahatan tersebut sudah tidak jelas terlihat.

Tulisan Jawa di sisi kanan kaki bagian depan kaki Candi Badhut. Tidak jelas kapan, oleh siapa dan untuk tujuan apa tulisan ini dibuat.

Selain usianya yang diduga jauh lebih tua, didasarkan pada keterkaitannya dengan Kerajaan Kanjuruhan, terdapat ciri khas lain yang membedakan Candi Badhut dari candi lain di Jawa Timur, yaitu pahatan kalamakara yang menghiasi ambang pintunya. Pada umumnya relief kepala raksasa yang terdapat di candi-candi Jawa Timur dibuat lengkap dengan rahang bawah, namun kalamakara yang terdapat di Candi Badhut dibuat tanpa rahang bawah, mirip dengan yang didapati pada candi-candi di Jawa tengah. Tubuh candi Badhut yang tambun juga lebih mirip dengan candi di Jawa Tengah. Candi ini juga memiliki kemiripan dengan Candi Dieng (di Jawa Tengah) dalam hal bentuk serta reliefnya yang simetris. Candi Badhut diyakini sebagai candi Syiwa, walaupun sampai saat ini belum ditemukan arca Agastya di dalamnya.

Bangunan yang terbuat dari batu andesit ini berdiri di atas batur setinggi sekitar 2 m. Batu ini sangat sederhana, tanpa hiasan relief, membentuk selasar selebar sekitar 1 m di sekeliling tubuh candi. Di sisi kanan bagian depan batur terdapat pahatan tulisan Jawa (hanacaraka) yang tidak jelas waktu pembuatannya.

Tangga menuju selasar di kaki candi terletak di sisi barat, tepat di hadapan pintu masuk ke ruang utama di tubuh candi. Pada bagian luar dinding pengapit tangga terdapat ukiran yang sudah tidak utuh lagi, namun masih terlihat adanya pola sulur-sulur yang mengelilingi sosok orang yang sedang meniup seruling. Jalan masuk ke garba grha (ruang dalam tubuh candi) dilengkapi dengan bilik penampil sepanjang sekitar 1,5 m. Pintu masuk cukup lebar dengan hiasan kalamakara di atas ambang pintu.

Dalam tubuh candi terdapat ruangan seluas sekitar 5,53 x 3,67 meter2. Di tengah ruangan tersebut terdapat lingga dan yoni, yang merupakan lambang kesuburan bagi. Pada dinding di sekeliling ruangan terdapat relung-relung kecil yang tampaknya semula berisi arca.

Dinding candi dihiasi dengan relief burung berkepala manusia dan peniup seruling. Di keempat sisi tubuh candi juga terdapat relung-relung berhiaskan bunga dan burung berkepala manusia.Di dinding luar sisi utara tubuh candi terdapat arca Durga Mahisasuramardini yang tampak sudah rusak.

Di sisi selatan seharusnya terdapat arca Syiwa Guru dan di sisi timur seharusnya terdapat arca Ganesha. Keduanya sudah tidak ada lagi di tempatnya.

Candi ini pernah dipugar di tahun 1925 – 1926, akan tetapi banyak bagian yang sudah hilang atau belum dapat dikembalikan ke bentuk asalnya. Atap bangunan utama, misalnya, saat ini sudah tidak ada di tempatnya. Hanya pelipit di sepanjang tepi atas dinding yang masih tersisa.

Di bagian barat pelataran, yaitu di sisi kiri dan kanan halaman depan bangunan candi yang yang sudah dipugar, terdapat fondasi bangunan lain yang masih belum dipugar. Masih banyak onggokan batu di sekeliling pelataran candi yang belum dapat di kembalikan ke tempatnya semula.

Galeri

Di dinding luar sisi utara tubuh candi terdapat relung yang berisi patung Durga Mahisasuramardini yang sudah tidak utuh. Bagian kepalanya tampak sudah hancur. Patung ini menguatkan dugaan bahwa Candi Badhut merupakan candi Syiwa.

Relung yang terdapat di dinding utara candi utama. Relung ini diduga berisi semula berisi arca Syiwa Guru. Di dinding timur, atau bagian belakang candi, terdapat relung serupa yang diduga tadinya berisi arca Ganesha, dewa berkepala gajah.

Di tengah-tengah ruangan di dalam tubuh Candi Badhut terdapat lingga dan yoni yang merupakan lambang kesuburan. Pada dinding di sekeliling ruangan terdapat relung-relung tempat meletakkan arca.

Atap Candi Badhut sudah tak bersisa lagi. Yang tampak dalam gambar adalah pelipit di sepanjang sisi atas dinding diberi hiasan pada setiap sudut dan bagian-bagian tertentu.

Atap bangunan utama Candi Badhut sudah tak bersisa, namun masih terlihat pelipit yang terdapat di sepanjang tepi atas dinding. Pada pelipit di sisi depan dan belakang terdapat pahatan kepala orang bermahkota dinaungi hiasan bunga dan sulur-suluran.

Di sisi kiri dan kanan kompleks Candi Badhut, di depan bangunan candi utama yang masih berdiri, terdapat bangunan yang saat ini tinggal fondasinya saja. Susunan bebatuan yang belum berhasil dikembalikan ke letaknya semula tampak tersusun di sepanjang tepi halaman.


Adakah informasi lainnya terkait dengan candi ini ?

Candi Badut merupakan peninggalan purbakala dari masa pemerintahan kerajaan Kanuruhan (Kanjuruhan) yang berpusat di Dinoyo (barat laut kota Malang). Sesuai dengan namanya, dukuh dimana candi Badut berada bernama dukuh Badut.

Candi Badut pertama kali diketahui dan diberitakan keberadaannya pada tahun 1921 oleh seorang kontrolir bangsa Belanda yang bernama Maurenbrecher. Waktu itu ia sedang mengadakan inventarisasi di sekitar Malang dan secara kebetulan dijumpainya reruntuhan candi yaitu Candi Badut. Pada tahun 1923, seorang pegawai purbakala dari Belanda, yaitu B. De Haan membuat laporan tentang candi Badut. Tidak banyak yang dapat dilihat waktu itu kecuali sebuah reruntuhan batu yang ditumbuhi pohon besar ( Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, 1995: 5 ).

Candi Badut didirikan pada hari Jum‟at tanggal 1 paro peteng tahun 682 Caka / 760 Masehi, untuk memuliakan sang Resi Agastya yang dibangun oleh sang Licwa/Gajayana yang memerintah di kerajaan Kanjuruhan.

Secara geografis Candi Badut berada di lempengan lereng Timur Gunung Kawi. Disebelah barat sungai Metro yang membelah Desa Karang Besuki dari arah utara-selatan. Candi Badut terletak pada ketinggian 507,96 meter di atas permukaan laut. Dataran tinggi tersebut dikelilingi
oleh gunung-gunung seperti GunungKawi di selatan, Gunung Arjuna di barat, Gunung Tengger di utara dan ditimur adalah Gunung Semeru.

Candi ini konon adalah candi tertua di Jawa Timur. Hal ini diselaraskan dengan Prasasti Dinoyo yang berangka tahun 682 Caka atau 760 M. Waktu ditemukan oleh E.W. Mauren Brechter di tahun 1921, kondisi Candi Badut telah rusak, ditumbuhi pepohanan dan tertutup tanah. Empat tahun kemudian dilakukan pemugaran selama setahun yang dipimpin oleh De Hoan.

Selanjutnya, dengan Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur, Candi Badut sempat dipugar kembali sebanyak dua kali di tahun 1990/1991 sampai dengan tahun 1992/1993 yang dilakukan oleh Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Timur dan Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur. Hasilnya adalah sekelumit penambahan bagian badannya sehingga terlengkapi bagian-bagian pelipit atas.

Bentuk yang kita dapati sekarang adalah bangunan candi yang tanpa atap dan mempunyai keunikan yaitu berlanggam Jawa Tengah.

Bagian depan terdapat tangga naik ke bilik candi. Sebelum masuk ke bilik terdapat Selosan Pradaksinapatha (tempat mengelilingi candi mulai dari arah kiri ke kanan). Pintu bilik berhias Kala- Makara (kepala Kala dengan mulut menganga tanpa rahang bawah terletak di atas pintu, terhubung dengan Makara ganda di masing-masing sisi pintu) yang merupakan gaya seni bangunan Jawa Tengah.

Pada ketiga sisi bangunan terdapat relung-relung, di sisi Utara berisi arca Durga, di sisi selatan berisi Arca Agastya, dan sisi Timur seharusnya ada arca Ganesha, tetapi sudah tidak ada. Di dalam bilik terdapat Lingga dan Yoni. Lingga merupakan lambang Agastya yang selalu digambarkan seperti Siwa. Dengan demikian, ciri-ciri ini menunjukkan jika Candi Badut adalah candi Umat Hindu. ( Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, 1995: 40 ).

Konsep bangunan Candi Badut juga bisa dikaitkan dengan konsep Gunung Meru yang dikelilingi oleh tujuh samudera dan tujuh benua yang melingkar mengelilinginya. Denah Candi Badut berbentuk kosentris. Dahulunya Candi ini dikelilingi oleh tembok batu yang sekarang sudah menghilang samasekali.

Candi utama menghadap barat,dan di depannya terdapat tiga candi perwara yang sekarang hanya tinggal pondasinya saja. Pada candi perwara bagian tengah dulu terdapat arca Nandi, sedangkan dua candi yang ada di utara dan selatannya terdapat lingga dan yoni. Sekarang lingga dan yoni tersebut berada di sisi selatan halaman candi Badut. Di halaman candi sebelah Utara dan selatan terdapat dua batu berbentuk kubus dengan sebuah lubang secara vertikal persegi empat.

Sama dengan yang lain, Candi badut di bagi menjadi tiga bagian yaitu bagian kaki Candi (Upapitha) yang disebut Bhurloka, merupakan gambaran dunia manusia, bagian tubuh candi (Vimana) disebut Bwarloka, gambaran alam antara, dan puncak (Shikara) disebut Swahloka, merupakan gambaran alam sorgawi tempat para dewa bersemayam.

####Penamaan Candi Badut

Ada beberapa dasar anggapan yang menarik untuk dikaji berkenaan nama Candi Badut. Candi ini dinakan Badut karena letaknya yang berada di Dukuh Badut. Sedangkan asal-usul nama Badut itu sendiri terdapat berbagai anggapan yaitu sebagai berikut:

  1. Menurut penduduk setempat istilah Badut diambil dari nama sejenis pohon yang dahulu banyak tumbuh di daerah ini, dan salah satunya tumbuh di area candi ketika diketemukan masih dalam keadaan reruntuhan. Karena disekitarnya banyak tumbuh pohon Badut, maka daerah tersebut dinakaman Desa Badut. Dengan demikian candi ini dinamakan Badut sesuai dengan nama pohon Badut yang dahulu tumbuh disini dan letaknya di desa Badut;

  2. Menurut Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka, Nama Badut diambil dari nama raja Karajaan Kanjuruhan yang di duga membangun Candi tersebut. Berasal dari nama Garbopati nama kecil Raja Gajayana, sebelum manjadi raja di kerajaan Kanjuruhan. Nama Garbopati sang raja adalah Licwa menurut Poerbatjaraka istilah Liswa adalah bahasa jawa kuna yang artinya sekarang sama dengan pelawak atau bisa juga disebut badut;

  3. Menurut Van der Meulen, Nama Badut diambil dari nama resy Agastya, seorang resi yang Di Agung- agungkan oleh Raja Gajayana. Istilah Badut menurutnya diambil dari kata Ba dan Dyut, Ba = Bintang Agastya (Chopus), dan Dyut = Sinar atau Cahaya, jadi Badyut berarti Cahaya bintang resi Agastya. Van der Meulen membuat perbandingan dengan penamaan candi Mendut, yang menurutnya berasal dari kata Men = sorot, dan Dyut = Cahaya

(Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, 1995:2)