Bolehkah Kita Tidak Bermazhab Dalam Menjalankan Ajaran Agama Islam?

Mazhab

Mazhab adalah sebuah metodologi fiqih khsus yang dijalani oleh ahli fiqih (mujtahid), yang berbeda dengan ahli fiqih yang lain, yang menghantarkannya memilih sejumlah hukum dalam kawasan ilmu furu . Dari kalangan Sunni, mazhab ini terdiri dari Hanafi, Maliki, Shafi‘i, dan Hanbali. Sementara dari golongan Shi‘i, mazhab terdiri dari Ja‘fariyah, Ismailiyah dan Zaidiyyah.

Bolehkah kita tidak bermazhab dalam menjalankan ajaran agama Islam?

Al-Qaradhawi, dalam konteks penyebab utama timbulnya Talfiq (mengikuti beberapa mazhab), menyebutkan problematika ketergantungan kepada mazhab tertentu kadang-kadang menyebabkan seseorang berpikiran sempit dan kaku dalam melihat kasus-kasus yang silih berganti.

Bagi ulama semacam Ibn al-Subki, Zakariya al-Ansari dan beberapa lainnya akan berpendapat bahwa bermazhab itu hukumnya wajib. Bahkan sebagian pengikut Hanafiyah pada masa belakangan berpendapat lebih ekstrim yakni pengikut mazhab Hanafi apabila berpindah ke mazhab al-Shafi‘i maka harus dita’zir, karena mereka berpendapat bahwa pengikut suatu mazhab berpegang pada mazhab yang dipeganginya sebagai suatu pendapat yang paling benar menurut zan-nya, karenanya tidak boleh meninggalkan mazhab yang dianut.

Pendapat ini jelas menunjukkan betapa mainstream mazhab itu sangat kuat dan paling klimaksnya berujung pada truth claim dan menafikan mazhab lainnya. Hal itu sangat memungkinkan untuk menafikan talfiq mazhab, karena talfiq itu akan berujung kepada penafian konsideran mazhab dalam melihat suatu persoalan hukum Islam.

Lainnya halnya dengan ulama seperti Ibn al-Hajib, al-Nawawi, Ibn Taimiyah dan Ibn Qayyim. Mereka berpendapat bahwa bermazhab itu tidak wajib. Argumentasinya adalah tidak ada kewajiban kecuali apa yang diwajibkan Allah swt. dan Rasul-Nya saw. Dalam konteks ini, Allah swt. dan Rasul-Nya tidak pernah mewajibkan untuk bermazhab dengan imam tertentu.

Pendapat lain dari diskurus ini adalah mazhab yang wajib diikuti dalam hal-hal yang menyangkut kemasyarakatan adalah mazhab pemerintah atau pendapat yang diundangkan pemerintah lewat perundang-undangan. Hal ini dimaksudkan untuk keseragaman dan menghindarkan adanya kesimpang-siuran. Hal ini sejalan dengan kaidah, “Keputusan pemerintah mengikat atau wajib dipatuhi dan akan menyelesaikan persengketaan.

Hukum Islam (baca: Fiqih) idealnya harus mampu memberikan kenyamanan dan kepastian normatif dalam melaksanakan titah Allah swt. Artinya Fuqaha memiliki otoritas untuk berijtihad untuk menghasilkan sebuah hukum yang tidak menimbulkan ambigiutas dalam masyarakat terutama kalangan yang awam dalam persoalan-persoalan juz‘i . Mazhab-mazhab hukum Islam selama telah memproduk beberapa hasil ijtihad dan ini merupakan bagian dari kelunturan hukum untuk merespon kebutuhan zaman. Namun pada bagian lain, ada beberapa hal yang luput dari perhatian ahli hukum terutama pada tataran aplikatif.

Artinya fuqaha’ tidak memberikan keterangan yang memadai bagi masyarakat (baca: awam) bagaimana untuk memilih dan memilah keberagaman ini.

Sebagai contoh, bila mazhab Shafi‘iyah menyebutkan bahwa menyentuh isteri itu tanpa ada satr (penghalang) itu dianggap membatalkan wudu’ sementara mazhab Hanafiyah tidak mengganggap hal itu batal, maka seorang penganut Shafi‘iyah tidak boleh kemudian meninggalkan pendapat mazhabnya dan pindah ke mazhab Hanafiyah dan kemudian salat kembali lagi kepada mazhab Shafi‘i. Ini dianggap telah melakukan talfiq. Padahal orang tersebut telah membaca beberapa hadith terutama tentang salat Nabi saw di rumahnya lalu beliau bersentuh dengan ‘Aisyah. Beliau saw tidak mengulangi wudu’ namun tetap melanjutkan salat. Pendapat ini menurutnya kuat dengan merujuk beberapa referensi.

Di satu sisi, dia sudah diikat dengan mazhab tertentu dan di sisi yang lain adalah dia akan mengabaikan sunnah untuk sebuah mazhab. Konsekuensinya adalah bila dia tinggalkan mazhab, maka mengakibatkan ibadahnya tidak diterima menurut teori talfiq, sebaliknya dia akan meninggalkan sunnah. Akhirnya orang tersebut berada dalam posisi yang serba salah. Kondisi nyata dalam kehidupan masyarakat muslim terutama yang mazhab stream sangat kuat sering dijumpai hal semacam itu.

Bila dilihat dari literatur fiqih sebagaimana disebutkan di atas dalam kaitannya dengan Talfiq maka dapat dikerucutkan kepada beberapa pendapat.

  • Pendapat pertama yang ekstrim mengatakan: tidak ada jalan seseorang untuk berpindah mazhab. Dalam pandangan ini, pindah mazhab itu “mungkin” hampir dekat dengan pindah agama.

  • Pandangan kedua, mereka yang tidak mentolerir Talfiq mazhab dalam satu paket ibadah, sementara bila paket yang berbeda itu tidak diperbolehkan.

  • Pandangan ketiga, yang terakhir, mereka yang tidak menghiraukan mazhab dan mengamalkan apa yang dipahami dan dipelajari sesuai dengan keyakinan akan validitasnya.