Benarkah sistem belajar secara online mengancam moralitas siswa?

0sklh

Sudah terhitung 1 tahun lebih Indonesia menerapkan sistem belajar secara daring atau online, karena meningkatnya angka pada kasus COVID 19. Selama pembelajaran virtual intensitas perjumpaan guru dan siswa berkurang dan komunikasi hanya dilakukan lewat dunia maya. Kedekatan batin yang terjalin melalui bimbingan, arahan, dan tauladan antara siswa dan guru tidak berjalan baik. Peserta didik seperti kehilangan figur yang digugu dan ditiru. Kondisi tersebut membawa kekosongan dalam diri siswa terhadap nilai-nilai pendidikan moral dan karakter. Ada beberapa kejadian yang menunjukan kurangnya moral siswa saat pembelajaran daring berlangsung, seperti kick akun sang guru pada saat sedang mengajar, dan sebagainya. Walau tentunya, ada banyak siswa yang pastinya menghargai keadaan sekarang, dan tetap mengikuti prosedur pembelajaran dengan baik.

Nah, bagaimana menurut teman-teman sekalian? Apakah benar jika sistem daring ini membuat moral sebagian siswa menurun?

1 Like

Saya cukup setuju bahwa telah terjadi penurunan moral selama pandemi ini.
Setelah dilakukan penelitian terkait problematika Guru BK dan peserta didik pada masa pandemi terungkap banyaknya permasalahan dari berbagai aspek baik internal maupun eksternal. Terdapat beberapa problematika yang dialami oleh peserta didik, guru, serta orang tua dalam pembelajaran daring, misalnya komunikasi dan sosialisasi antar siswa yang menurun, serta guru dan orang tua menjadi berkurang interaksinya. Hal ini berdampak pada sulitnya mengatur sikap siswa.Terjadi berbagai perubahan perilaku peserta didik dan gaya hidup seperti kecanduan game online, bullying bahkan turunnya moral.
Menurut aku, penyebab lainnya adalah karena dengan belajar sebatas tatap layar siswa menjadi lebih berani. Akan timbul pemikiran seperti, “Toh, guru saya belum tentu tau saya yang mana dari sekian teman.” Tidak sedikit juga siswa yang berlaku seenaknya karena merasa lebih mahir menggunakan teknologi daripada gurunya.
Dan tidak hanya berdampak pada guru, bukti menurunnya moral siswa juga dapat dilihat dari maraknya bullying baik terhadap teman maupun dalam sosial media. Kebanyakan siswa seperti ini selalu berdalih bahwa yang dilakukannya sebatas candaan tanpa memikirkan dampaknya bagi orang lain.

Referensi
Rosadi, H. Y., & Andriyani, D. F. (2020). TANTANGAN MENJADI GURU BK DENGAN KURIKULUM MERDEKA BELAJAR DI MASA PANDEMI COVID-19. Prosiding Konferensi Ilmiah Mahasiswa Unissula (KIMU) Klaster Humanoira.

Setuju banget sama statement ini, mungkin mereka yang melakukan hal-hal tak beretika akan berpikiran seperti itu. Seperti contoh kasus video yang pernah viral di media sosial tiktok kemarin ini yang menayangkan ada satu murid sedang belajar daring, dan dengan keahliannya mengotak-ngatik sistem dia seperti memberikan totorial singkat untuk mengeluarkan guru yang sedang menjelaskan dari meeting video dan membuat seolah-olah kelas tersebut telah berakhir dan ekspresi yang ditunjukan setelah berhasil melakukan aksinya ia tertawa bahagia. Miris sekali bukan? disaat situasi sedang seperti ini, mereka malah tumbuh menjadi siswa yang tak beretika.

Tidak adanya pertemuan tatap muka, membuat seorang pengajar atau guru tidak bisa memerankan perannya secara maksimal sebagai seseorang yang dapat di gugu dan ditiru (ucapannya dipercaya dan prilakunya dicontoh) oleh muridnya. Terlalu banyak waktu untuk bermalas-malasan dan bermain pun membuat sebagian murid menjadi tak beraturan, tumbuh liar mengikuti kemauannya sendiri. Jadi, menurutku benar belajar daring mengancam moralitas siswa dan berpotensi tumbuh menjadi murid yang tak memiliki aturan.

Di saat energi bangsa tercurah mengatasi pandemic, kita dihadapkan pada persoalan moralitas yang mengancam generasi penerus bangsa. Sementara pemerintah dan pemilik warung membiarkan saja judi dalam genggaman anak-anak muda tersebut.

Meskipun secara formal kegiatan pendidikan masih bisa dilaksanakan secara online, namun pendidikan moral peserta didik selama pandemic sedikit terabaikan. Selama pembelajaran virtual intensitas perjumpaan guru dan siswa berkurang dan komunikasi hanya dilakukan lewat dunia maya. Kedekatan batin yang terjalin melalui bimbingan, arahan, dan tauladan antara siswa dan guru tidak berjalan baik. Peserta didik seperti kehilangan figur yang digugu dan ditiru. Kondisi tersebut membawa kekosongan dalam diri siswa terhadap nilai-nilai pendidikan moral dan karakter.
Selain itu, pembelajaran jarak jauh mensyaratkan penggunaan perangkat teknologi digital sebagai media pembelajaran. Interaksi virtual dalam waktu lama secara tidak langsung membentuk ketergantungan dan kecenderungan siswa terhadap media tersebut. Terlebih lagi dunia digital dengan segala kebebasannya menawarkan berbagai fasilitas, kemudahan serta konten-konten menarik yang membuat siswa betah berlama-lama. Jika sudah demikian bukan tidak mungkin media online sebagai salah satu pintu masuk penyebab menurunnya moralitas generasi muda khususnya pelajar.

Beberapa kasus yang viral, seperti mempermainkan guru atau tenaga pengajar saat pembelajaran sedang berlangsung, mungkin bisa mengindikasikan bahwa moralitas siswa saat ini diuji dengan keadaan pembelajaran daring seperti sekarang.

Namun, di sisi lain, dari yang saya amati di lingkungan saya sendiri, justru banyak dari para siswa ini yang menunjukkan sikap yang mengarah ke pengembangan dirinya. Semenjak belajar daring, dari yang saya lihat, siswa-siswa ini jadi lebih banyak waktu untuk membantu pekerjaan rumah, untuk berbincang dengan keluarga ataupun teman bermainnya di rumah. Saya kagum sekali karena meraka masih bisa menyeimbangkan antara kewajiban sebagai anak dan pelajar.

Mengenai pengembangan diri, orang terdekat saya sendiri, sejak ia menjalani sistem belajar online, ia bisa mendalami kemampuannya di bidang editing karena kapasitas waktu belajar daring yang lebih sedikit dibandingkan dengan belajar secara offline. Sebenarnya, apakah belajar online seperti ini menurunkan moralitas siswa? itu tergantung pada lingkungan siswa itu sendiri. Tidak dapat digeneralisasi.

1 Like