Menurut saya, sebenarnya kembali dan tergantung pada bagaimana seseorang memaknai ‘kebahagiaan’ itu sendiri, bagaimana ia akan merasa bahagia, alasan apa yang menurutnya patut untuk menjadi standarnya berbahagia dan lainnya. Akan tetapi menurut saya, bahagia bukan hanya tentang ada atau tidaknya orang lain di hidup kita. ‘pasangan’ hanyalah bagian dari semua rencana dan titipan tuhan untuk kita, yang tentu tidak akan abadi, seperti titipan-titipannya yang lain.
Setiap orang harus mampu menciptakan ‘bahagia’nya sendiri, dengan atau tanpa wujud yang ada di dunia, misalnya kita mensyukuri kemudian kita berbahagia atas limpahan kesehatan yang sudah tuhan berikan, atau kita syukuri dan kemudian kita akan menjadi bahagia, atas lingkungan yang damai, dan selamat, tidak ada musibah yang terjadi, tidak ada bencana besar yang menimpa orang lain. Karena menurut saya juga, ‘bahagia’ yang diciptakan oleh pasangan adalah perasaan yang timbul atas rasa sayang, cinta dan syukur kita kepadanya.
Maka kita juga seharusnya mampu menciptakan itu untuk diri kita sendiri, mulailah untuk benar-benar mencintai dirimu secara lahir dan batin, menyusukuri semua nikmat dan karunia yang telah Tuhan berikan setiap harinya, mulai dari hal-hal kecil sampai dengan hal yang besar. Hidup tidak hanya tentang senang dan suka, hidup adalah sebuah perjalanan yang panjang, maka tugas kita adalah menjadikan jalan tersebut indah, penuh warna dan ringan untuk dilalui, jangan hanya berpaku pada satu hal yang ternyata itu hanyalah bagian dari jalan tersebut, bukan sepenuhnya. kamu yang tau hidupmu, kamu yang memiliki hidupmu, kamu bosnya, kamu rajanya, kamu pemiliknya, maka tentukan itu sendiri dan jangan bergantung pada siapapun.
Summary
Donatus, S. K. (2014). Derita Orang Benar Dan Kebahagiaan: Perspektif Fenomenologi Agama. Seri Filsafat Teologi , 24 (23), 105-126.