Benarkah Radiasi Nuklir Dapat Menyebabkan Kemandulan?

https://i2.wp.com/warstek.com/wp-content/uploads/2018/01/radiation-sign.png?w=600&ssl=1

Kesalahpahaman tentang sains dan rekayasa nuklir di tengah masyarakat Indonesia sudah relatif akut. Salah satunya terkait dengan radiasi nuklir, yang dalam hal ini adalah radiasi gamma. Seolah-olah radiasi gamma dalam dosis berapapun dapat menimbulkan kemandulan sampai cacat genetik. Untuk membuktikan pernyataan tersebut, Warstek melakukan polling melalui Instagram story dengan pertanyaan “Apakah radiasi nuklir dapat menyebabkan kemandulan?”. Didapatkan data 254 orang (82%) menjawab “Ya” dan 57 orang (18%) menjawab “Tidak”. Apabila digeneralisasi, dari 5 orang maka 4 orang akan menyatakan bahwa nuklir dapat menyebabkan kemandulan dan hanya 1 orang yang berkata tidak.

Stereotip “nuklir penyebab mandul” cukup sering terdengar. Sampai-sampai sering beredar selentingan bahwa mahasiswa prodi Teknik Nuklir harus menikah di semester 5 karena berpotensi mandul. Padahal faktanya praktikum yang dilakukan hanya berurusan dengan sumber radiasi dengan dosis yang sangat rendah.

Kekhawatiran terhadap radiasi nuklir memang tidak sepenuhnya salah. Yang salah adalah menggeneralisir bahwa radiasi nuklir sama sekali tidak aman. Padahal, tiap hari manusia dibombardir oleh radiasi nuklir secara konstan, baik dari bumi, luar angkasa bahkan dari dalam tubuh. Rata-rata penduduk bumi menerima dosis radiasi sebesar 2,4 mSv/tahun[1]. Bahkan beberapa buah dan sayuran ternyata memancarkan radiasi nuklir (K40), namun dalam dosis yang sangat rendah. Buah dan sayur tersebut adalah buah pisang, alpukat, bayam, jamur, kacang-kacangan, dan semua yang kaya dengan unsur kalium.[2]

Adapun terkait selentingan bahwa radiasi nuklir dapat menyebabkan kemandulan, maka kuncinya ada pada dosis radiasi yang diterima tubuh, khususnya pada organ reproduksi[3-4]. Dosis tinggilah yang meningkatkan peluang kemandulan, kira-kira 250-350 mSv. Itupun juga hanya kemandulan sementara, tidak permanen[4-5]. Barulah pada dosis radiasi sebesar 2000 mSv, maka kemandulan permanen dapat terjadi[4].

Bagaimana untuk perempuan? Dosis radiasi 3000 mSv bisa mengakibatkan infertilitas pada sekitar 30% perempuan usia muda, tapi dapat mencapai 100% pada usia lebih dari 40 tahun. Efek radiasi memang tergantung usia, mengingat kondisi organ berubah seiring bertambah tuanya seseorang[4].

Gonad merupakan bagian tubuh yang paling rentan dengan radiasi gamma[3]. Proses pemandulan pada pria terjadi karena radiasi nuklir menghambat produksi sperma pada gonad. Dosis radiasi 150 mSv dapat menurunkan produksi sperma dari gonad. Sementara, dosis hingga 300 mSv menyebabkan sperma tidak dapat diproduksi (azoospermia), tetapi ini sifatnya temporer. Azoospermia dalam jangka panjang bahkan permanen dapat terjadi jika gonad menerima dosis radiasi lebih dari 2000 mSv[4].

Seandainya seseorang hanya mengantongi sumber radiasi gamma dengan laju dosis 0,1 mSv per tahun, maka hingga puluhan tahun pun tidak akan terjadi kemandulan.

Begitu pula tinggal di dekat PLTN sama sekali tidak bisa membuat seseorang mandul. Radiasi yang dilepaskan PLTN ke lingkungan hanya 0,01 mSv/tahun[5-6]. Kurang dari seperseribu dosis yang dibutuhkan agar orang bisa mandul. Secara faktual, nyatanya orang yang bekerja di PLTN tidak ada yang pernah mandul karena efek radiasinya. Kalau yang bekerja di dalam saja aman dari kemandulan, apalagi yang di luar? Kuncinya, butuh dosis radiasi tinggi agar seseorang bisa mandul karena radiasi nuklir. Bagaimana peluangnya orang-orang bisa terkena radiasi setinggi itu? Ada beberapa kemungkinan.

Pertama, terkena radiasi dosis tinggi dari ledakan bom nuklir. Tapi ada peluang kalau orang yang kena radiasi itu sudah tewas terlebih dahulu akibat acute radiation sickness[6].

Kedua, terkena radiasi dosis tinggi dari kecelakaan PLTN selevel Chernobyl. Hanya saja, lebih besar kemungkinan terkena kanker tiroid akibat terlepasnya iodin-131. Kanker tiroid sendiri merupakan jenis kanker yang paling mudah disembuhkan.

Ketiga, ketika menjalani radioterapi, misalnya karena menderita kanker prostat. Organ reproduksi (gonad) pasti terpapar radiasi dosis tinggi, dan bisa jadi terkena kemandulan sementara. Beberapa waktu berselang, kemandulan itu akan hilang dan organ reproduksi berfungsi normal lagi. Kecuali jika dosis radiasi yang diberikan terlalu tinggi, maka ada kemungkinan mandul permanen.

Keempat, jika bermain-main dengan perangkat radioterapi/sinar-X/CT-scan yang kemudian memapari diri sendiri dengan radiasi gamma dosis tinggi. Kemungkinan bukan cuma kemandulan, tapi juga acute radiation sickness yang kemudian berujung pada kematian.

Kelima, ketika berenang di kolam bahan bakar nuklir (nuclear fuel pool) dan menyentuh tabung bahan bakar nuklir. Namun sebelum dapat menyentuh tabung bahan bakar nuklir tersebut, kemungkinannya adalah seseorang akan meninggal terlebih dahulu karena terkena tembakan oleh petugas keamanan.

Jadi, radiasi nuklir tidak begitu saja menyebabkan kemandulan. Dalam dosis rendah, radiasi nuklir tidak lebih membahayakan pada sisi karsinogeniknya dibandingkan makan gorengan di pinggir jalan. Radiasi nuklir baru berbahaya dan berpotensi menyebabkan kemandulan dalam dosis sangat tinggi, melebihi 200 mSv. Dosis radiasi setinggi ini hanya bisa ditemukan di tempat-tempat yang diregulasi secara ketat dan tidak bisa diakses sembarangan orang. Sehingga, kekhawatiran berlebihan bahwa radiasi nuklir dalam dosis rendah sekalipun dapat menyebabkan kemandulan sama sekali tidak memiliki dasar.

Sumber:

  1. World Nuclear Association. Nuclear Radiation and Health Effects, diperbarui Juli 2016 (Radiation | Nuclear Radiation | Ionizing Radiation | Health Effects - World Nuclear Association), diakses 4 Januari 2018.
  2. 10 Makanan Umum Alami Yang Beradioaktif, Januari 2014. (10 Makanan Umum Alami Yang Beradioaktif – Bisakimia), diakses 7 Januari 2018.
  3. Amanda L. Ogilvy-Stuart, Stephen M. Shalet. 1993. Effect of Radiation on the Human Reproductive System. Environmental Health Perspectives Supplements 101 (Suppl. 2): 109-116.
  4. Mondjo. 2013. Proteksi Radiasi. Yogyakarta: Program Studi Teknik Nuklir, Universitas Gadjah Mada.
  5. Robert Hargraves. 2012. Thorium Energy Cheaper Than Coal. Hanover: CreateSpace Independent Publishing Platform.
  6. Wade Allison. 2009. Radiation And Reason. York: Wade Allison Publishing.