Benarkah Pengacara itu Kebal Hukum?

image
Apa benar pengacara kebal hukum?
Advokat memiliki hak imunitas atau kekebalan hukum dalam menjalankan tugas profesinya untuk kepentingan kliennya di dalam maupun di luar persidangan. Akan tetapi, jika ada dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh seorang advokat, maka hak imunitas atau kekebalan hukum advokat itu tidak berlaku. Contohnya seorang advokat merintangi atau menghalangi supaya proses pengadilan atas kliennya tidak berjalan, yang dilakukan dengan menyuruh kliennya berpura-pura sakit atau pergi ke luar negeri. Hal itu merupakan dugaan tindak pidana dan tidak dilindungi hak imunitas.

Advokat Berpegang Pada Kode Etik Profesi dan Peraturan Perundang-undangan

Advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum yang telah diangkat pada saat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”) berlaku dinyatakan sebagai advokat.[1]

Terkait tugas profesinya, Pasal 15 UU Advokat telah mengatur:

Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan ini mengatur mengenai kekebalan Advokat dalam menjalankan tugas profesinya untuk kepentingan kliennya di luar sidang pengadilan dan dalam mendampingi kliennya pada dengar pendapat di lembaga perwakilan rakyat.[2]

Kekebalan Advokat

Masih berkaitan dengan kekebalan atau imunitas bagi advokat, selain Pasal 15 UU Advokat yang mengatur mengenai hal tersebut, Pasal 16 UU Advokat jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013 mengatur lebih rinci terkait tidak dapat dituntutnya advokat dalam menjalankan tugas profesinya sebagai berikut:

Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan.

Yang dimaksud dengan “iktikad baik” adalah menjalankan tugas profesi demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan kliennya. Sementara, yang dimaksud dengan “sidang pengadilan” adalah sidang pengadilan dalam setiap tingkat pengadilan di semua lingkungan peradilan.[3]

Jadi, memang benar bahwa advokat memiliki kekebalan dalam menjalankan tugas profesinya untuk kepentingan kliennya. Dengan catatan, kekebalan ini berlaku saat:

  1. di dalam dan di luar sidang pengadilan, dan

  2. dalam mendampingi kliennya pada dengar pendapat di lembaga perwakilan rakyat.

Mengenai hal ini, Luhut M.P. Pangaribuan, advokat sekaligus penulis buku Advokat dan Contempt of Court: Suatu Proses di Dewan Kehormatan Profesi, menjelaskan bahwa jika ada dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh seorang advokat, maka hak imunitas atau kekebalan hukum advokat itu tidak berlaku, misalnya dengan cara-cara yang melanggar hukum. Contoh: seorang advokat merintangi atau menghalangi supaya proses pengadilan atas kliennya tidak berjalan, yang dilakukan dengan menyuruh kliennya berpura-pura sakit atau pergi ke luar negeri. Hal itu merupakan dugaan tindak pidana dan tidak dilindungi hak imunitas.

Lebih lanjut menurut Luhut, lain halnya apabila seorang advokat menasihati kliennya dengan itikad baik, seperti memberi masukan kepada kliennya untuk mempersiapkan tim ahli yang banyak agar menyatakan bahwa kliennya tidak bersalah. Hal ini dilindungi oleh hak imunitas.

Tata cara melaporkan advokat yang diduga melanggar hukum atau kode etik dijelaskan lebih jauh dalam artikel Prosedur Pemanggilan Advokat yang Diduga Melanggar Hukum.

Sumber