Benarkah Menjadi Keluarga Kelas Menengah Kebawah di Indonesia Cukup Menyedihkan?

Di Indonesia masyarakat memiliki kelas ekonomi yang dikategorikan menjadi tiga, yaitu kelas bawah, menengah, dan atas. Banyak orang Indonesia yang menjadi keluarga menengah mengeluh karena susah untuk mendapatkan bantuan. Contohnya seperti beasiswa bidikmisi yang digunakan untuk membantu biaya kuliah keluarga kelas ekonomi bawah. Dan keluarga kelas menengah pun tidak termasuk dalam kategori penerima beasiswa karena dirasa cukup kaya dan mampu untuk membiayai perkuliahan tanpa bantuan. Padahal, mereka sebenarnya juga merasa ngos-ngosan ketika akan membayarkan uang UKT per-semester anaknya. Tidak mendapat bantuan karena dirasa cukup mampu, tapi tidak kaya sehingga bisa membayar tanpa memikirkan besok akan punya uang atau tidak. Apalagi, kalau memiliki jumlah anak yang banyak dan bukan hanya anak yang berkuliah saja yang membutuhkan biaya.

Karena itu, keluarga menengah merupakan keluarga yang cukup dirasa menyedihkan. karena miskin juga tidak, tapi hidupnya juga pas-pasan sesuai dengan kebutuhan hidup. Apalagi untuk keluarga menengah yang tinggal di kota-kota besar.

Bagaimana menurutmu, benarkah bahwa menjadi keluarga kelas menengah cukup menyedihkan di Indonesia?

1 Like

Ya, Kelas menengah bisa dibilang kelas yang cukup menyedihkan dibandingkan kelas bawah dan kelas atas. Karena berdasarkan data, kelas menengah di Indonesia mencapai hampir separuh dari jumlah penduduk di Indonesia yaitu 115 juta jiwa.

Apalagi di masa pandemi Covid-19 sepert ini, pemerintah cenderung hanya berfokus terhadap kelas bawah. Padahal jika kelas menengah ini dibiarkan dengan tekanan ekonomi sedemikian rupa, pendapatan mereka akan tergerus hingga kembali menjadi kelas bawah.

Kebijakan yang diberikan pemerintah untuk kelas menengah juga dinilai tanggung karena belum cukup membantu. Pada akhirnya leasing dan bank tetap pikir-pikir untuk memberikan karena menyangkut kepentingan bisnis dan rasio kredit bermasalah ke depan.

[https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200428071536-532-497901/hati-hati-kelas-menengah-rentan-jatuh-miskin-karena-pandemi]

Ya benar, menjadi keluarga kelas menengah di Indonesia memang cukup menyedihkan.

Saya sangat setuju mengenai hal ini, dan saya sebagai keluarga kelas menengah pun merasakannya. :disappointed_relieved:

Tetapi, ini justru menjadi tantangan tersendiri untuk kita para keluarga kelas menengah. Kita harus bersyukur karena dengan tidak diberinya bantuan seperti keluarga kelas bawah dan tidak mudahnya membeli sesuatu yang kita inginkan seperti keluarga kelas atas. Justru membuat kita menjadi mandiri, mengerti apa artinya berjuang dan berusaha dengan bekerja keras. Sebagai keluarga kelas menengah kita harus tetap memperhatikan keluarga kelas bawah dengan membantu semampu yang kita dapat berikan kepada mereka. Kita juga harus melihat keatas pada keluarga kelas atas agar kita dapat termotivasi dan semangat untuk terus berusaha menuju kehidupan yang lebih baik.

Sudah saatnya kita tidak membedakan masyarakat menganai kelas perekonomia. Kita sama-sama masyarakat Indonesia yang merupakan satu saudara. Jadi marilah kita bantu sesama rakyat kita yang membutuhkan dan hilangkan gap-gap antara kelas ekonomi masyarakat Indonesia. :wink:

Dengan menggunakan data Susenas 2009, terlihat bahwa distribusi penduduk menurut pengeluaran per kapita per hari tersebar pada beberapa golongan/kelompok, yaitu : (i) kelompok miskin (< $1,25); (ii) kelompok hampir miskin ($1,25 – $2,00); (iii) kelompok menengah rendah atau lower-middle ($2,00 – $4,00); (iv) kelompok menengahtengah atau mid-middle ($4,00 – $10.00); (v) kelompok menengah atas atau upper-middle ($10.00 – $20.00); dan (vi) kelompok kaya atau afluent (> $20.00)

Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa jumlah penduduk kelas menengah Indonesia mencapai 60 juta orang pada tahun 2019 dan dapat meningkat menjadi 85 juta orang pada tahun ini.Secara teoritis, jika merujuk pada kurva segitiga kelas sosial, jumlah kelas bawah bisa jadi hampir dua kali lipat dari angka tersebut. Bahkan menurut Bank Dunia (2020), komposisi dan proporsi kelas di Indonesia terdiri dari kelas bawah (79%), kelas menengah (20%) dan kelas atas (kurang dari 1%)

Menjadi keluarga kelas menengah memang cukup menyedihkan dan terasa tidak adil. Menurut pandangan dari pemerintah masyarakat kelas menengah sudah tidak memerlukan bantuan dari negara untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari jika dilihat dari sisi pengeluarannya, namun masyarakat kelas menengah ini juga tidak sepenuhnya bisa mandiri dalam urusan finansial misalnya kebanyakan anggota keluarga dari kelas menengah yang menjadi pekerja di sebuah lapangan kerja yang dimiliki oleh masyarakat kelas atas.

Daya beli masyarakat kelas menengah menjadi peluang bagi kalangan pengusaha untuk menggarap potensi bisnis guna memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat ini. Karena ketika pendapatan dan kesejahteraan seseorang meningkat biasanya diiringi juga dengan semakin banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi. Perluasan bidang usaha dari para konglomerat dengan sendirinya juga membuka lapangan kerja dan akan semakin lebih banyak menyerap tenaga kerja masyarakat.

Sumber https://www.kompasiana.com/andrynatawijaya/5c5e71beaeebe15a9b24ad14/masyarakat-kelas-menengah-dalam-kisaran-ekonomi?page=all
Ansori, M. H. (2020). Wabah COVID-19 dan kelas sosial di Indonesia. THC Insights , (14/06).

Ya cukup tidak enak menjadi golongan masyarakat kelas menengah. Ada beberapa hal yang tidak mengenakan menjadikan golongan kelas menengah. Salah satunya yaitu mengenai pajak. PTKP indonesia itu 54 juta. jadi, kalau dihitung kasar ala pasar Penghasilan yang ga kena pajak itu gaji dengan 4.5 juta per bulan. Berarti gaji 4.7 juta sudah kena. Padahal dibilang banyak engga, dibilang sedikit sudah kena pajak. Karena kena pajak PTKP, kadang ga dapet privilege nya rakyat miskin, padahal ga kaya-kaya amat juga. Kan cuman beda 200 ribu dengan 4.5 juta. Kalau punya anak dan kuliah di PTN, mau minta keringanan UKT gak bisa juga, karena keluarga punya penghasilan diatas PTKP.
Jadi ga heran kan kalau ga enak jadi kelas menengah. Memang cukup sih untuk hidup, tapi ga akan cukup untuk menuhin kebutuhan lainnya.

Menjadi kelas menengah memang sangat menyedihkan kenapa demikian. Karena di masa pandemi saat ini bukan hanya kelas bawah yang merasakan dampaknya, bukan hanya indonesia bahwakan dunia sekalipun. Pemerintah saat ini hanya berfokus pada kesejahteraan masyarakan kelas bawah tanpa melirik kelas menengah.
Di masa pandemi saat ini semua serba keterbatasan bahkan masyarakat yang tergolong menengah merasakan dampak dari pandemi ini. Semua pendapatan tidak seperti biasanya dan bahkan jika terus-terus demikian masyarakat yang tergolong menengah juga bisa tergolong ke bawah.

Menjadi keluarga kelas menengah kebawah di Indonesia seringkali dapat dianggap cukup menyedihkan oleh beberapa orang. Hal ini disebabkan oleh sejumlah faktor kompleks yang memengaruhi kehidupan mereka. Mari kita tinjau beberapa alasan utama yang mungkin membuat pengalaman tersebut terasa sulit:

  1. Tingkat Kesejahteraan yang Terbatas: Keluarga kelas menengah kebawah seringkali mengalami keterbatasan dalam hal keuangan. Hidup dengan pendapatan yang terbatas dapat membatasi akses mereka terhadap berbagai layanan kesehatan, pendidikan, dan hiburan. Keadaan ini dapat menciptakan ketidakpastian dan kecemasan terkait kebutuhan dasar sehari-hari.

  2. Pendidikan dan Peluang Kerja: Anggota keluarga kelas menengah kebawah mungkin menghadapi keterbatasan dalam mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan peluang pekerjaan yang memadai. Hal ini dapat menyulitkan mereka untuk mencapai mobilitas sosial dan meningkatkan taraf hidup.

  3. Akses Terbatas terhadap Kesehatan: Kesehatan seringkali menjadi isu serius bagi keluarga kelas menengah kebawah. Keterbatasan dalam akses terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas dapat mengakibatkan kesulitan dalam penanganan penyakit dan perawatan kesehatan yang memadai.

  4. Perumahan yang Tidak Layak: Kondisi perumahan juga menjadi faktor yang signifikan. Keluarga kelas menengah kebawah mungkin terpaksa tinggal di lingkungan yang kurang layak, dengan fasilitas yang minim. Ini dapat memengaruhi kesejahteraan dan kebahagiaan sehari-hari.

  5. Tingginya Biaya Hidup: Kenaikan biaya hidup dapat menjadi beban tambahan bagi keluarga kelas menengah kebawah. Meningkatnya harga kebutuhan pokok seperti makanan, pendidikan, dan perumahan dapat menekan anggaran keluarga dan menciptakan ketidakstabilan ekonomi.

  6. Tingginya Tingkat Stres: Kondisi finansial yang sulit dapat menyebabkan tingkat stres yang tinggi dalam keluarga. Kekhawatiran tentang masa depan, pendidikan anak-anak, dan kebutuhan sehari-hari dapat menciptakan beban emosional yang signifikan.

  7. Kesenjangan Sosial: Kelas menengah kebawah sering kali merasa terpinggirkan dalam masyarakat. Mereka mungkin merasakan kesenjangan sosial antara diri mereka dan keluarga yang lebih kaya, yang dapat menciptakan perasaan tidak diakui dan kurangnya kesempatan.

Meskipun ada tantangan dalam menjadi keluarga kelas menengah kebawah di Indonesia, penting untuk diingat bahwa setiap situasi memiliki nuansa uniknya sendiri. Banyak keluarga dalam kelas ini tetap kuat dan optimis, berusaha menciptakan kehidupan yang bermakna meskipun berbagai keterbatasan yang mereka hadapi.