Benarkah Membayarkan Hutang Orang Tua Termasuk Penyiksaan Diri Bagi Anak?

Sudah semestinya apabila orang memiliki hutang maka harus segera dibayarkan, pada faktanya tidak semua orang memiliki kesadaran akan kewajiban adanya hutang dan menyepelekannya hingga meninggalkan hutang tersebut hingga berlarut-larut. Kondisi yang berlarut tersebut dapat menyebabkan hutang diturunkan pada generasi yang lain seperti dari orang tua ke anak.

Saya melihat fenomena ini sebagai kondisi kurang mengenakkan karena terdapat prinsip umum bahwa anak berbakti pada orang tua, maka anak harus membantu orang tua termasuk membantu membayarkan hutang orang tua.

Apakah kamu memiliki prinsip yang seperti itu? Tidakkah prinsip yang seperti itu merupakan model penyiksaan dengan pengabaian tanggungjawab dari orang tua? Bagaimana pendapatmu?

3 Likes

Seorang anak memang sudah seharusnya berbakti dengan orang tua. Menurut saya dengan membayarkan hutang orang tua adalah bagian dari berbakti kepada orang tua karena kita dapat meringankan beban orang tua. Namun sebenarnya saya paling tidak suka berhutang uang kepada orang lain. Apalagi melakukan pembelian barang dengan cara kredit atau dicicil. Saya mending beli barang bekas dengan harga sesuai yang sesuai dengan anggaran saya. Sayangnya, orang tua saya sangat berbeda jah padangannya dengan saya. Jujur dulu orang tua saya suka banget ambil cicilan di sana sini. Entah itu motor, TV, atau yang lain. Karena orang tua saya mengutamakan barang baru, kalau harga nggak papa dicicil asal baru.

Hadeuh…… saya yang dulu masih belum dewasa ya nggak ngerti apa-apa. Baru sadar ketika dewasa begini, bahwa hutang itu hanya menjadi beban bagi orang tua saya. Apalagi di kondisi saat ini, perekonomian keluarga yang tidak stabil, dan saya sebagai anak yang sudah dewasa harus mensolusikan hutang orang tua tiap bulannya. Daripada dibilang hutang orang tua sebagai penyiksaan bagi anak, saya lebih prefer untuk mengatakan sebagai beban keluarga saja. Karena untuk melunasi hutangnya, saya harus tetap mikir barengbareng dengan orang tua karena ini juga tanggung jawab mereka yang berani untuk berhutang. Saya sebagai anak tetap membantu mereka.

Karena kita sudah dewasa, memang seharusnya kita memahamkan orang tua bahwa membeli barang tidak seharusnya hutang apalagi yang sistemnya ada bunganya. Selain memang diharamkan bagi agama saya hutang model begitu, dampaknya memang terasa adanya. Berat. Apalagi banyak kebutuhan lain yang harus dipenuhi, malah ujung-ujungnya uang yg kita punya dibuat untuk membayar hutang. Selama tidak butuh sekali, lebih baik tidak berhutang.

2 Likes

Menurutku membayarkan hutang orang tua bukan merupakan penyiksaan diri bagi anak. Saya yakin orang tua pun tidak ingin membebani anaknya dengan masalah sekecil apapun. Orang tua hanya ingin anaknya bahagia dan sukses. Hanya dengan melihat anaknya tersenyum, hati orang tua pasti ikut senang.
Sebagai anak yang telah dibesarkan oleh orang tua sejak kecil sudah kewajiban anak untuk berbakti kepada orang tua. Jasa orang tua kepada anak tidak akan bisa tergantikan oleh apapun. Ketika orang tua memiliki hutang, saya percaya orang tua pun tidak ingin melibatkan anak dan berusaha membayarkan hutang dengan usahanya. Apabila orang tua telah bekerja keras untuk membayar hutang namun belum kunjung selesai, sudah menjadi panggilan dari hati anak untuk membantu melunasinya. Entah seberapa besar uang dari anak untuk membantu melunasi hutang orang tua, pasti orang tua akan sangat senang. Dengan catatan disini, anak dapat membantu melunasi hutang jika dirasa telah memenuhi umur yang matang untuk bekerja. :blush:

4 Likes

Jika kasusnya orang tua dengan sengaja berhutang dan tidak berniat membayar dengan alasan ada anaknya yang sanggup membayar maka benar itu bisa dikatakan penyiksaan. Ada banyak kasus seperti ini terjadi di masyarakat, orang tua tidak berfikir dua tiga kali saat melakukan peminjaman. apakah secara berkesinambungan ia masih sanggup membayar atau tidak. bahkan ada kasus yang hutang lamanya belum terbayar lunas, orang tua tersebut sudah berutang kembali.

Dalam kondisi seperti ini anak akan merasa serba salah, jika menolak membayar ia bisa saja dianggap anak yang tidak berbakti pada orang tua. Belum lagi anak pasti khawatir dengan resiko yang akan diterima orang tuanya jika hutang itu dibiarkannya.tetapi jika dibiarkan, maka akan menjadi sebuah kesulitan baginya. Bagaimanapun, anak pasti punya kebutuhan dan kepentingannya sendiri yang harusnya dipenuhi.

Tetapi jika kasusnya orang tua itu berhutang karena benar-benar terpaksa dan demi kepentingan keluarga termasuk si anak itu sendiri, maka anak seharusnya merasa punya tanggungjawab untuk menutupinya jika mampu. dan itu tidak dianggap sebagai penyiksaan. Anak bisa mengganggap ini sebagai bukti baktinya kepada orang tua.

2 Likes

Mindset yang seperti ini yang kadang membuat saya berpikir bahwa masyarakat kita (Indonesia) memiliki prinsip gotong royong, padahal ketika kita melihat struktur sosial saat ini sudah mengarah ke individualistik. Orang Indonesia kebanyakan masih memiliki pola pikir bahwa apabila tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan sesuatu maka akan ada ‘orang lain’ yang akan membantu membereskannya.

Seperti kasus hutang orang tua yang tiba-tiba menjadi berganti status menjadi ‘beban keluarga’ :laughing:

Bukannya saya tidak terima atau kurang menerima dengan adanya fenomena ini, tetapi sudah seharusnya setiap orang yang sudah akil baligh tanpa ada permasalahan psikis atau lainnya untuk memiliki tanggung jawab mengenai dirinya sendiri. Bukan bermaksud individualis, tetapi… tega untuk memberikan keburukan ke orang lain? Lebih-lebih keluarga sendiri?

1 Like