Benarkah manusia memang punya kecenderungan untuk menggunjing?

Berdasarkan pengamatan terhadap orang-orang di sekitar, sepertinya tidak ada orang yang tidak pernah menggunjing. Banyak yang berpikir aktivitas menggunjing cuma ada di lingkup pertemanan perempuan, tapi hal itu tidak benar. Di kalangan laki-laki aktivitas yang sama dilakukan juga. Nggak heran akun-akun seperti lambeturah dan segudang konten gosip lainnya banyak peminatnya. Saking lumrahnya, sampai-sampai ada cukup banyak padanan kata yang populer untuk menggunjing seperti ghibah, gosip, julid dst. Dilihat dari masifnya aktivitas menggunjing, apakah memang pada dasarnya manusia punya kecenderungan untuk itu? Dan kalau iya, (berhubung katanya dosa) bagaimana cara meredamnya?

4 Likes

Cenderung atau tidaknya manusia dalam menggunjing sebenarnya dipengaruhi oleh nafsu, yangmana selalu ada keinginan untuk ghibah orang lain. Entah nyinyir dalam hal pakaian, cara bicara, gaya hidupnya dll. Jadi lebih tepatnya pada nafsu orang tersebut, sebenarnya hal tersebut bisa di redam salah satunya adalah dengan memilih lingkungan yang minim julid dengan orang lain. Karena terkadang sesorang julid karena lingkungannya yang mendukung untuk julid bersama, mungkin ia merasa lega ketika sudah menggunjing orang lain.

“Bergunjing itu ibarat memakan daging saudara sendiri”

Dalam bahasa Arab bergunjing disebut sebagai ghibah. Ini merupakan salah satu perbuatan buruk yang dilarang dalam agama Islam. Allah SWT dalam Alquran mengibaratkan ghibah sebagai sesuatu yang kotor. Maka dari itu, orang-orang yang beriman terlarang melakukannya.

Sehingga usahaknlah untuk tidak menggunjing orang lain, selain pemilihan lingkungan sebagai cara untuk meredam menggunjing, berikut ada beberapa cara menurut saya yang bisa diterapkan :

  1. Berkumpul dengan orang sholeh
  2. Menjaga lisan
  3. Menyadarkan diri bahwa gibah itu perbuatan buruk
  4. Intropeksi diri
  5. Perbanyak berfikir positif

Semoga kita semua selalu dijauhkan dari kebiasaan ghibah maupun orang yang menggunjing kita.

3 Likes

Berdasarkan pengamatan saya sendiri ketika berkumpul dalam suatu perkumpulan adalah kecenderungan dalam hal menggunjing di mana itu merupakan suatu kegiatan yang mengasyikkan dan menghibur. Menggunjing sering mempermasalahkan sesuatu yang berpotensi untuk “viral” baik secara lokal maupun interlokal. Hal tersebut tidak salah lagi kalau itu sering digunakan sebagai “andalan” dalam diskusi sesama.

Apalagi menggunjing tidak perlu bermodal membaca literasi apapun. Hanya bermodal telinga tajam untuk mendengar informan-informan dan mulut penuh retorika sudah cukup untuk melahirkan pergunjingan yang mengasyikkan dan menarik perhatian. Seakan-akan itu menciptakan atmosfer daya analisis yang saling memperbaiki.

Meredamnya? Mungkin salah satu cara meredam yang ampuh semasa saya bergelut dengan hal tersebut adalah dengan mengingatkan semuanya untuk berhenti. Hanya dengan ucapan “Sudah, jangan menggunjing!” pun ternyata sudah cukup. Atau dengan gaya bahasa lain pun juga bisa. Intinya, mengingatkan adalah cara yang solutif untuk meredamnya.

3 Likes

“menggunjing” menurut KBBI adalah membicarakan kekurangan orang lain; mengumpat; atau memfitnah. Apabila dilihat dari arti katanya, menggunjing memiliki konotasi yang negatif. Sayangnya, di kehidupan kita saat ini, kita tidak bisa lepas dari menggunjing orang lain. Dari tujuannya sendiri, ada berbagai macam tujuan. Salah satunya adalah seseorang perlu menggunjing orang lain untuk menjatuhkan orang tersebut, hal ini biasanya didasarkan karena ketidaksukaan pada orang tersebut. Kita biasa menjumpai pergunjingan ini pada antar orang berbisnis, untuk menjatuhkan bisnis orang lain, dia membicarakan kekurangan orang tersebut sehingga berdampak buruk bagi bisnis org tersebut.

Namun, yang aneh menurut saya, orang menggunjing orang lain ya untuk memenuhi kepuasan dia semata. Ya dia melakukannya karena senang aja memfitnah orang lain, tidak ada maksud tertentu. Hal ini sesuai dg fitrah manusia yang memiliki hawa nafsu yang senantiasa haus untuk dipenuhi. Hawa nafsu pun ada yg mengarah ke hal yang buruk, sperti halnya kepuasan untuk melihat penderitaan orang lain.

Untuk mengurangi sifat seperti ini, sudah tentunya kita harus berkumpul dengan orang-orang dengan positive vibes, dan senantiasa bersyukur dengan apa yang sudah kita miliki. Karena membicarakan orang lain adalah salah satu tanda “iri”, maka dari itu kita harus sering-sering bersyukur. Belajar untuk menjaga perasaan orang lain dengan membayangkan apabila hal yang buruk terjadi pada kita, maka kita akan ikut menjaga perasaan orang lain.

4 Likes

Wah, agak aneh juga kalau kecenderungan menggunjing digeneralisir untuk manusia (semuanya). Yaa mungkin memang benar kita punya kecenderungan untuk bergunjing alias membicarakan keburukan orang lain, tapi kecenderungan tersebut menurut saya koheren dengan kecenderungan sesama manusia untuk saling berkomunikasi. Nah dalam komunikasi tersebut muncul berbagai permasalahan (kalau bisa disebut sebagai permasalahan), salah satunya menggunjing.

Sebuah komunikasi akan berjalan dengan baik kalau kedua pihak yang mempertukarkan informasi memiliki ketertarikan yang sama terhadap suatu topik, atau mudahnya hal-hal yang menyenangkan untuk dibicarakan bersama. Dan seperti yang dibilang mas @Muhammad_Ardani tadi. Topik pembicaraan yang menyangkut keburukan orang lain adalah sesuatu yang ringan untuk dibicarakan, mudah dimengerti, dan orang tidak akan kesulitan untuk memberikan pendapat sehingga pembicaraan dengan mudah bisa lebih semarak.

Tapi yang perlu digarisbawahi tentang ketertarikan terhadap suatu topik tadi yang sifatnya sangat subjektif. Berarti kembali lagi ke individunya. Kalau memang individu tersebut tidak menganggap topik seputar keburukan orang lain adalah sesuatu yang menarik untuk dibicarakan, maka ia tidak akan tertarik untuk terlibat dalam pembicaraan tersebut.

Kalau ditanya cara meredamnya ya menurut saya bisa dengan menyadarkan diri bahwa pembicaraan yang kita sukai mencerminkan diri kita. Kalau kita menyukai topik-topik “ringan”, bisa jadi isi otak kita juga ringan.

2 Likes

Apabila menggunjing di sini diartikan membicarakan terkait keburukan orang lain, tidak semuanya buruk ketika seseorang membicarakan keburukan orang lain. Tergantung tujuannya, apabila dari omongan tersebut memunculkan solusi yang baik atas ketidaknyamanan suasana, maka justru bagus dong. Tetapi kalau hanya berbicara kejelekannya saja hanya untuk kesenangan semata, ya salah.

Membicarakan keburukan orang lain sudah sepantasnya dalam rangka ingin memperbaiki kesalahan yang telah orang tsb lakukan, speerti halnya kedua orang tua yang membicarakan perilaku buruk dari anaknya, pastinya orang tua ingin mencari solusi agar anaknya bisa memperbaiki sifat buruknya. Hal ini adalah hal yang wajar tergantung pada tujuan dari pembicaraan mereka…

2 Likes

Ini pandangan yang menarik. Saya baru sadar, kalau ternyata ada juga kegiatan menggunjing yang bisa dibilang “produktif” hehe. Bisa jadi kita membicarakan keburukan orang lain sama seperti kita membicarakan buruknya pelayanan kesehatan atau buruknya fasilitas umum. Diskusi mengenai semua keburukan ini bisa dibenarkan kalau tujuannya adalah mengkaji kenapa hal itu terjadi dan bagaimana solusinya. Yang salah adalah apabila menggunjing ini diperuntukkan untuk mengolok-olok dan mendiskreditkan orang tersebut tanpa mencari solusi dari permasalahan.

Kita tidak bisa memungkiri kalau di sekeliling kita terkadang ada orang yang senang menimbulkan masalah. Kalau kita selamanya menghindari pembahasan tentang keburukan yang dia lakukan, maka sama saja kita mendiamkan masalah tanpa solusi. Dengan mendiskusikan perilaku buruk seseorang dengan pihak terkait, kita bisa menemukan gambaran yang utuh tentang masalah yang terjadi, dampaknya bagi orang di sekitar, dan solusi apa yang bisa dilakukan untuk “membantu” orang tersebut agar bisa menyadari dan berhenti melakukan hal buruk. Tapi tentunya hasil dari “menggunjing produktif” ini harus ditindaklanjuti dengan baik, misalnya dengan mengkomunikasikan hasilnya dengan orang yang bersangkutan dan membantunya untuk memperbaiki diri.

1 Like