Benarkah Makanan Manis Bisa Memicu Gangguan Jiwa?

Kebanyakan orang tahu bahwa mengonsumsi makanan manis bisa memicu masalah kesehatan seperti obesitas dan diabetes (kencing manis). Namun, pada tahun 2002 lalu, sebuah penelitian oleh tim ahli dari Baylor College di Amerika Serikat (AS) menemukan bahwa konsumsi gula olahan yang tinggi seperti gula pasir, sirup jagung, madu, ekstrak tebu, atau sirup maple memiliki kaitan yang erat dengan beberapa jenis gangguan jiwa, misalnya depresi.

Selebihnya, penelitian lainnya menghasilkan kesimpulan yang sama. Apa benar makan makanan manis memicu depresi pada diri seseorang? Bagaimana bisa begitu?

Ketika Anda makan makanan manis yang mengandung gula, hal itu juga disertai dengan naiknya kadar gula dalam darah. Nah, naiknya kadar gula darah seseorang rupanya bisa memengaruhi mood atau suasana hati.

Penelitian mengatakan kalau makanan manis bisa menekan aktivitas hormon BDNF (Brain Derived Neurothropic Factor) yang rendah. Pasalnya, hormon BDNF yang rendah ini kerap ditemukan pada orang yang depresi dan orang yang mengidap skizofrenia.

Gula juga merupakan sumber masalah tubuh yang bisa menyebabkan peradangan kronis. Tak jarang, akhirnya bisa berdampak pada sistem kekebalan tubuh, otak, dan sistem lain dalam tubuh. Terlebih lagi, ditemukan kalau negara-negara yang konsumsi gulanya tinggi juga memiliki tingkat depresi yang sepadan tingginya.

Makanan manis bisa membuat Anda ketergantungan

Meski masih jadi perdebatan, makin banyak bukti penelitian yang menyatakan kalau orang yang suka makan dan minum manis-manis bisa makin kecanduan gula. Penelitian dari Yale University pada tahun 2007 melakukan penelitian dengan sebuah tikus. Tikus yang diberi produk lemak dan gula dalam beberapa waktu tertentu, menunjukkan adanya gejala kecanduan klasik seperti otak manusia yang kecanduan kokain. Tikus tersebut pun merasakan cemas dan sakau ketika tidak diberi asupan gula yang cukup.

Makanan manis memicu depresi dan kecemasan berlebih

The Standart American Diet mengatakan, kalau makanan manis dan penuh dengan kandungan gula dapat membuat seseorang menderita serangan panik. Selain itu, gula didapuk bisa membuat penglihatan seseorang menjadi kabur, sulit berpikir dan gampang capek. Jika dampak tersebut dihubungkan dengan serangan panik, hal itu bisa ditafsirkan sebagai tanda-tanda serangan panik yang bisa berdampak pula pada rasa khawatir dan ketakutan berlebih.

Hal ini juga diperkuat oleh penelitian tahun 2008 yang menguji coba tikus. Tikus ini diuji untuk menemukan adanya hubungan antara gula dan tingkat kecemasan. Tikus yang diberi sukrosa memiliki kecemasan lebih yang tinggi dibanding dengan tikus yang hanya diberi madu. Sementara tikus lain yang membatasi asupan gula juga berubah karena bisa mengurangi dan memimalisir stres.

Penelitian telah menetapkan hubungan antara asupan gula dan kecemasan. Dalam sebuah penelitian tahun 2008, tikus yang diberikan pada gula dan kemudian berpuasa menunjukkan kecemasan dan pada tahun 2009, tikus yang diberi sukrosa dibandingkan dengan madu antioksidan tinggi lebih mungkin mengalami kecemasan. Sementara perubahan pola makan saja tidak bisa menyembuhkan kegelisahan, mereka bisa meminimalkan gejala, meningkatkan energi, dan meningkatkan kemampuan tubuh untuk mengatasi stres.

Gula dapat mengganggu kemampuan belajar dan memori seseorang

Penelitian dari University of California Los Angeles di AS juga meneliti tikus yang mengonsumsi larutan fruktosa selama enam minggu. Hasilnya, tikus tersebut malah lupa jalan pulang ke sarangnya. Sedangkan tikus yang diberi makan makanan bergizi, termasuk omega-3, malah bisa hapal dan menemukan jalan pulang ke sarangnya lebih cepat.

Dari hasil eksperimen tersebut, disimpulkan bahwa mengurangi asupan gula bisa mendorong komunikasi sel antar otak semakin kuat untuk mendorong proses pembelajaran dan pembentukan memori lebih tajam.