Benarkah level tertinggi mencintai adalah mengikhlaskan?

wejgwegrwerwreblackwhiteshotlonelyfemalestandingfrontwindowslookingbuildings_18162426508

Dalam hidup memang mengikhlaskan adalah level tertinggi baik dari segi emosional maupun mental. Mengikhlaskan sama halnya merelakan kebahagiaan yang dirasakan dan menggantinya dengan kebahagiaan yang baru dan sangat sulit dilakukan.

Tidak dapat dipungkiri banyak orang yang mengucap ikhlas pada mulutnya tetapi merasa terluka dalam hatinya. Sikap demikian sebenarnya adalah penghambat ikhlas yang menjadi kebiasaan banyak manusia. Sejatinya, untuk bisa benar-benar merasa ikhlas kita harus merasakan kerelaan tanpa unsur kemunafikan.

Mengikhlaskan sama halnya melepaskan orang atau benda yang amat kita sayangi. Tentu berat rasanya melepaskan apa yang ingin kita genggam setiap saat. Meskipun sangat sulit, orang yang sudah berhasil mencapai titik itu juga pasti akan memahami bahwa cinta bukanlah mengenai tentang kepemilikan.

Bukan menghilangkan rasa cintanya, tetapi ikhlas itu seperti sebuah penerimaan diri bahwa takdir dan kehendak terkadang berjalan tidak sesuai rencana yang kita harapkan. Ada banyak hal yang tidak bisa dipaksakan terlebih diusahakan jika memang takdirnya menginginkan perpisahan. Dengan ikhlas, cinta dan rasa bahagia itu tetap akan tumbuh setiap harinya lewat cara-cara yang berbeda.

Nah, menurut kalian gimana menganai ikhlas yang sebenarnya?

Jika dalam hal hanya ‘mencintai’, mungkin saja penyataan ini benar. Tetapi, jika dikatakan level cinta tertinggi adalah mengikhlaskan saya rasa salah, tetap saja suka atau tidak lebih baik mencintai dan dicintai.

Kalau saya pribadi cukup setuju jika level tertinggi mencintai adalah mengikhlaskan karena ada banyak hal di dunia ini yang tidak akan perjalan sejalan dengan apa yang kita inginkan. Apalagi dalam hal mencintai seseorang yang di mana kita harus siap dengan kenyataannya. Jika tidak, ada rasa kesal dan emosi yang negatif yang akan selalu memenuhi diri kita ini.