Benarkah Lemak Perut sebagai Penyebab Diabetes dan Penyakit Jantung?

Orang dengan predisposisi genetik untuk menimbun lemak di bagian tengah tubuh lebih mungkin untuk mengalami kenaikan kadar trigliserida, serum glukosa, dan tekanan darah serta terkena diabetes tipe 2 atau penyakit jantung coroner (PJK), dalam sebuah studi terbaru.

Diperkirakan bahwa predisposisi genetik dalam ukuran perut yang lebih besar (dengan catatan body mass index sesuai dengan banyak jumlah lemak visceral) dihubungkan dengan peningkatan diabetes tipe 2 dan PJK, tulis Connor A. Emdin, DPhil, dari Harvard Medical School, Boston, Massachusetts, dan kolega dalam sebuah artikel yang dipublikasi Februari 2017 pada Journal of the American Medical Association.

“Penemuan ini dapat menjadi bukti pendukung hubungan kausatif antara lemak perut dengan diabetes tipe 2 dan penyakit jantung koroner (PJK),” simpul mereka.

Penelitan yang mencari hubungan antara lemak perut dengan diabetes tipe 2 atau PJK sering dipersulit dengan confounder (seperti faktor gaya hidup) atau kausalitasnya terbalik, menurut dr. Emdin dan kolega. Mencari hubungan predisposisi genetic dengan lemak perut dapat menghindari masalah ini.

Para peneliti memeriksa data dari 322.154 partisipan dalam empat studi asosiasi genom dari 2007-2015 dan 111.986 individu yang datanya didapat dari 2007-2011 dalam UK Biobank. Individu dalam data UK Biobank tersebut memiliki rerata usia 5 dan 53%nya perempuan. Mereka memiliki rerata rasio perut:panggul 0,875.

Para peneliti membuat skor risiko genetic berdasarkan adanya 48 single nucleotide polymorphism (SNP) yang diasosiasikan dengan lemak perut.

Dalam analisa randomisasi endel, orang yang memiliki predisposisi poligenetik terhadap lemak perut dikaitkan dengan meningkatnya level dari faktor risiko kardiometabolik dan besarnya risiko terkena diabetes tipe 2 dan PJK.

Secara spesifik, hal ini diasosiasikan dengan meningkatnya kadar trigliserida sebesar 2mg/dL, kadar glukosa darah 2 jam 4,1mg/dL, dan tekanan darah sistol 2,1mmHg, dimana semuanya memiliki nilai P<0,001.

Peneliti juga mencatat bahawa parameter rasio perut:panggul dikaitkan dengan meningkatnya risiko terkena diabetes tipe 2 dan PJK.

Menurut dr. Emdin dan kolega, tiga kesimpulan bisa didapat dari studi ini.

  • “Pertama, penemuan ini dapat memberi bukti hubungan genetik kepada penelitian obervasional sebelumnya yang mengaitkan lemak perut dengan penyakit kardiometabolik,” seperti pada penelitian case control INTERHEART pada myocardial infarction akut.

  • “Kedua, penemuan ini menunjukan bahwa distribusi lemak tubuh, bukan hanya dengan pengukuran sederhana BMI, dapat menjelaskan variasi dalam risiko diabetes tipe 2 dan PJK dalam individu dan subpopulasi.” Contohnya, peningkatan lemak perut dalam BMI tertentu dapat menjelaskan peningkatan risiko PJK pada orang Asia Selatan dibandingkan dengan populasi lain atau pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan, menurut peneliti.

  • “Ketiga, rasio tersebut dapat berguna seagai biomarker untuk perkembangan terapi pencegahan diabetes tipe 2 dan PJK,” karena menurut peneliti, sejauh ini hanya sedikit yang mengembangkan terapi untuk merubah bagaimana lemak didistribusikan dalam tubuh.

Diterjemahkan dari: Medscape.com

1 Like

Dibandingkan lemak di bagian tubuh lainnya, lemak di perut paling berbahaya karena bisa membuat organ tubuh penting seperti liver dan ginjal tertutup lemak. Kelebihan lemak di perut sehingga lingkar perut membesar, bisa menjadi tanda utama dari sindrom metabolik atau kombinasi dari gangguan metabolik tubuh.

Sindrom metabolik bisa ditandai dengan lingkar perut lebih dari 80 cm pada wanita dan 90 cm pada pria, kadar kolesterol baik (HDL) kurang dari 45, kadar trigliserida lebih dari 150, tekanan darah lebih dari 140/94, gula darah puasa lebih dari 100 dan gula darah sewaktu lebih dari 140.

“Kalau dibiarkan, lama-lama sindrom metabolik bisa menyebabkan diabetes melitus,” kata dokter Aris Wibudi, Sp.PD-KEMD.

Gangguan metabolik bisa meningkatkan risiko terjadinya resistensi insulin, kondisi di mana insulin tidak lagi bekerja dengan semestinya sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel-sel tubuh dan tetap berada di peredaran darah. Akibatnya kadar gula darah menjadi tinggi. Tumpukan lemak di dalam perut juga akan menghasilkan zat-zat yang merusak (pro inflamasi) sehingga akhirnya fungsi insulin terganggu. Ia menyebutkan, dari kondisi awal lingkar perut yang besar sampai ke diabetes melitus bisa berlangsung 12-15 tahun.

“Makin gendut perutnya, makin cepat terjadinya,” ujar dokter dari RSPAD Gatot Subroto Jakarta ini.

Lingkar perut yang terus membesar terjadi akibat asupan makanan lebih besar dari yang dibutuhkan tubuh. Akibatnya lebih banyak kalori yang disimpan sebagai lemak. Lemak di perut bisa dihilangkan dengan cara meningkatkan metabolisme.

“Rata-rata metabolisme pada pria melambat di usia 55 tahun. Tapi kalau tidak bisa mempertahankannya, perlambatan terjadi di usia 35 tahun, apalagi kalau sejak anak-anak sudah gemuk,” katanya.

Salah satu cara untuk mengurangi lingkar perut adalah dengan melakukan aktivitas fisik secara teratur dan memperbaiki pola makan.

Sumber Kompas

fitnessformen - Anda mungkin sudah mengetahui fakta bahwa lemak yang tertimbun di dalam tubuh merupakan sumber dari berbagai macam penyakit. Namun, ada yang perlu lebih Anda waspadai, yaitu lokasi tertimbunnya lemak tersebut di tubuh. Jika terjadi penimbunan lemak di area sekitar perut dan pinggang, maka itu tandanya Anda harus lebih waspada.

Mengapa?

Lemak yang tersimpan di bagian tersebut merupakan lemak visceral atau visceral fat. Selain karena posisinya yang berada di rongga perut sehingga meliputi organ-organ vital tubuh yang berada di dalamnya, seperti pankreas dan lever, lemak visceral juga memproduksi senyawa cytokine yang berbahaya.

Senyawa ini menyebabkan inflamasi dalam tubuh yang meningkatkan risiko terjadinya kanker, meningkatkan potensi penyakit jantung koroner, dan menyebabkan tubuh resistensi terhadap insulin, sebagai penyebab utama terjadinya diabetes melitus tipe 2.

Karena letaknya di sekitar perut, maka sebenarnya lemak ini mudah dideteksi. Perut Anda gendut atau tidak? Parameternya adalah ukuran lingkar pinggang. Boleh dikatakan, mereka yang memiliki ukuran lingkar pinggang melebihi batas normal memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit-penyakit tadi. Bahkan, mereka yang memiliki tubuh tidak terlalu gemuk pun dapat menyimpan lemak berlebih di pinggangnya.

Untuk itu, cara paling sederhana agar terhindar dari diabetes adalah dengan mengukur lingkar pinggang Anda secara rutin. Anda bisa melakukannya sendiri di rumah dengan menggunakan pita ukur. Pertama-tama, coba raba ujung tulang pinggul Anda, lalu mulai dari titik tersebut dan lingkari perut Anda sejajar dengan lantai dengan pita ukur. Jangan mengempiskan perut Anda dan bernapaslah dengan normal.

Setelah itu lihatlah hasilnya. Menurut data dari International Diabetes Federation, lingkar pinggang rata-rata pria Asia adalah tidak melebihi 90 cm, sementara untuk wanita tidak melebihi 80 cm. Jika lingkar pinggang Anda melebihi 90 cm, maka Anda harus lebih waspada karena berisiko terkena diabetes dan penyakit serius lainnya.

Jika lingkar pinggang Anda melebihi batas normal. Anda bisa melakukan beberapa cara untuk mengurangi ukuran lingkar pinggang Anda. Yang harus Anda lakukan prinsipnya sama seperti jika Anda ingin menurunkan berat badan. Bagaimana caranya?

  • Pertama, kurangi jumlah asupan makanan harian. Kebutuhan kalori pria kantoran dengan aktivitas fisik tidak terlalu tinggi adalah sekitar 1.800 – 2.000 kcal dalam sehari.

  • Kedua, batasi mengonsumsi makanan tinggi lemak, seperti makanan yang digoreng dan santan.Batasi juga asupan gula dan makanan yang manis-manis. Pola makan ini tentu harus diimbangi dengan meningkatkan aktivitas fisik dengan memperbanyak jalan kaki atau berolahraga secara teratur untuk mengoptimalkan proses metabolisme.

  • Terakhir, hindari stres. Stres dapat meningkatkan hormon kortisol di dalam tubuh dapat mempengaruhi tempat penyimpanan lemak di dalam tubuh sehingga akan meningkatkan berat badan Anda.

Narasumber: dr. Elia Indrianingsih, Sp. GK, Dokter Spesialis Gizi Klinik.