Benarkah Juliari Batubara sebaiknya dihukum mati?

Mantan Menteri Sosial RI Juliari Peter Batubara telah menyampaikan pledoi atau nota pembelaan atas tuntutan jaksa penuntut umum KPK atas perkara dugaan suap pengadaan bantuan sosial (Bansos) Covid-19 di Kementerian Sosial RI. Juliari Batubara (ex Menteri Sosial) meminta agar majelis hakim mau membebaskan dia dari segala dakwaan karena selama ini keluarganya sudah banyak menderita.

(KPK) menyebut hukuman mati bagi koruptor bisa diterapkan. Namun, hukuman mati tidak berlaku bagi mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara yang terjaring OTT. Sebab, tersangka yang terjerat OTT, yakni Pasal 5 dan Pasal 12 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi (Tipikor). Sementara hukuman mati bagi koruptor tertera dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor.

Banyak masyarakat yang menyampaikan kekecewaan atas putusan hukum 11 tahun yang dijatuhkan pada Juliari Batubara. Apakah menurutmu 11 tahun terlalu ringan dan sebaiknya Juliari dihukum mati?

5 Likes

Menurut saya, korupsi bansos Covid-19 yang di lakukan oleh mantan menteri sosial Juliari Batubara sangat merugikan masyarakat. Beliau memberikan contoh yang sangat tidak baik di kala pandemi Covid-19 seperti saat ini. Banyak masyarakat mengecam apa yang dilakukan beliau. Ketika ada yang menjadi pelaku dalam korupsi bansos seperti ini, seharusnya pelaku dihukum berat agar tidak muncul pelaku-pelaku lainnya yang melakukan hal serupa. Mungkin hukuman mati bisa saja cocok agar si pelaku jera dan tidak akan melakukan nya lagi. Apa boleh buat terkadang ada saja tikus didalam sel penjara yang memberi tip kepada si penjaga ibarat kata ada saja jalan untuk memperoleh kebebasan bagi yang memiliki jabatan dan uang banyak. Sudah banyak kasus korupsi yang malah membuat pelaku menjadi nyaman dipenjara dengan disediakannya kulkas, TV dan tempat tidur yang nyaman. Terkadang saya juga berpikir “Layak kah mereka seperti itu?”

download (8)

Menurut saya, mantan menteri sosial tersebut cukup diberi hukuman yang sesuai dengan kasusnya. Meski ada perasaan tidak puas mengenai hukuman yang dijerat, tetapi setidaknya ia dapat menyesali perbuatannya dengan tulus dan tidak akan pernah lagi melakukan sesuatu yang tidak benar. Selain itu ia juga harus dapat belajar mengenai kesalahan yang pernah ia perbuat.

Mengenai pemberian hukuman mati padan Juliari, saya tidak setuju karena yang namanya kematian itu sudah ditetapkan oleh Allah SWT. Selain itu, kita sebagai warga masyarakat Indonesia juga sudah tidak asing lagi dengan yang namanya HAM. Setiap manusia berhak untuk hidup, dan memperolah ampunan.Jika Allah SWT yang Maha Besar juga Maha Memaafkan, maka kita sebagai makhluk yang kecil juga harus bisa bersikap ikhlas dan mau memaafkan.

download (9)

Menurut saya, yang terpenting Juliari Batubara tersebut sudat terjerat hukuman yang sesuai dengan UUD dan ia dapat menyesali perbuatannya. Mengenai hukuman tersebut sudah setimpal atau belum, kita serahkan saja pada Allah SWT yang Maha Adil dan Bijaksana. Namun, jika Juliari justru tidak menyesali perbuatannya setelah dijerat hukum yang sesuai, maka kita cukup serahkan saja pada Allah SWT.

Because Karma is Real :slightly_smiling_face:

Saat ini, Indonesia menganut Hukum Modern yang berprinsip kebermanfaatan dan keadilan. Pelaku korupsi jelas telah menyalahi prinsip dimana telah merugikan masyarakat. Menurut Pasal 2 ayat (2) UU no.20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tipikor menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan kepada pelaku tipikor. Keadaan tertentu yang dimaksud disini adalah tipikor yang dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya (pandemi). Hukuman 11 tahun penjara juga masih berupa tuntutan dimana kedepannya masih dapat terjadi perubahan. Namun, hukuman mati pun belum pasti akan menyelesaikan masalah korupsi di Indonesia, jika berkaca dari kasus narkotika meskipun hukuman pidana mati dilegalkan, peredaran narkoba tetap beredar. Pemberlakuan asset recovery atau pengembalian asset negara yang telah dikorupsi juga harus diperhatikan oleh penegak hukum. Menurut saya, penegak hukum yang akan bertindak dalam memutuskan perkara harus berdasarkan alat dan barang bukti yang valid serta keyakinan dalam hati sehingga dihasilkan hukuman yang berkeadilan.

Menurut saya tidak perlu. Toh kalau langsung diberikan hukuman mati apakah bisa membuat yang bersangkutan merasa jera? Lagipula negara kita adalah negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Bagi saya hukuman penjara seumur hidup sudah lebih dari cukup untuk beliau.

Konteks pembahasan ini menuju kepada ketegasan hukum.

Menurut pandangan dan hemat saya hukuman mati terhadap pelaku korupsi bansos Juliari Batubara perlu dilakukan hal ini menunjukkan ketegasan hukum Indonesia.

Mengingat hukuman mati kasus korupsi ini tertuang dalam konstitusi Indonesia yaitu:

Pasal 2 ayat (2) UU nomor 31 Tahun 1999 yang berbunyi "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dalam ayat (1), dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan"

Jika kita telaah kalimat yang tertuang dalam pasal tersebut ada kata “dilakukan dalam keadaan tertentu”. Indonesia saat ini berada dalam masa pandemi yang belum kunjung
usai. Seharusnya masa pandemi ini sesuai dengan pasal tersebut. Artinya, apabila korupsi dilakukan pada masa pandemi maka pelakunya dijatuhi hukuman mati. Hal ini juga disampaikan oleh ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yaitu Firli Bahuri pelaku korupsi dana bansos dijatuhi hukuman mati.

Maka dari itu, bentuk ketegasan hukum harus sesuai dengan konstitusi yang berlaku dan pengaplikasiannya juga perlu tegas dari oknum yang bersangkutan.

Nota pembelaan yang disampaikan oleh terduga korupsi, seharusnya ini fatal dan terdengar lucu. Pembelaan yang dikatakan “bebaskan saya karena saya sudah banyak menderita”. Pasalnya beliau adalah eks menteri sosial dan kasus korupsi beliau bukan lagi angka rupiah yang kecil, secara tidak langsung kerugian dan penderitaan rakyat sangat banyak. Ditengah pandemi harusnya bansos sampai ketangan rakyat dengan adil dan jelas, namun fakta yang terjadi bansos dikorupsi. Seharusnya hukum yang dikenakan sesuai pasal yang saya jelaskan diatas, yang juga sesuai dengan perkataan ketua KPK. Ini adalah bentuk ketegasan hukum.

Kesimpulan diskusi ini, saya setuju apabila pelaku korupsi bansos Juliari Batubara dijatuhi hukuman mati.

1 Like

Pada kasus tersebut, Juliari Batubara terbukti menerima suap dalam pengadaan paket bansos [Covid-19] wilayah Jabodetabek 2020 sebesar Rp 32,48 miliar.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, ancaman hukuman mati berlaku untuk pelaku korupsi terkait bencana alam. Selain korupsi dana bencana alam, hukuman mati juga bisa dikenakan pada kasus yang terjadi pada saat negara mengalami krisis ekonomi dan moneter atau kepada koruptor yang berulang kali melakukan perbuatannya.

Pada kasus ini, Menteri Sosial RI Juliari Peter Batubara melakukan tindak pidana korupsi ditengah kondisi darurat dan tercatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 minus 2,07% dibandingkan tahun 2019 yang mencapai 4,97%. Sementara itu, pada kuartal IV 2020 ekonomi Indonesia minus 2,19%. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan angka ini menjadi catatan terburuk sejak kejadian krisis moneter 1998, 22 tahun lalu. Saat ini, ekonomi Indonesia masih terjebak di jurang resesi setelah mengalami kontraksi selama tiga kuartal berturut-turut.
Melihat data-data di atas, korupsi yang dilakukan oleh Menteri Juliari Peter Batubara bisa dikatakan dilakukan di tengah krisis ekonomi dan layak untuk dijatuhi hukuman mati sesuai dengan UU yang berlaku.
Kalau dialasankan hukuman mati itu melanggar HAM, dalam DUHAM (Deklarasi Universal HAM) juga ada pasal yang membolehkan hukuman mati, tapi dengan kualifikasi kejahatan tersebut mengancam kehidupan orang banyak. Di negara tertentu, ada diberlakukan hukuman mati terhadap pidana yang masuk kategori membahayakan publik. Korupsi sendiri sudah disepakati di seluruh dunia (pakar dan negara) sebagai kejahatan luar biasa. Jadi karena korupsi klasifikasinya Extraordinary Crime maka untuk penegakannya juga harus menggunakan hukum yang tidak biasa (Extraordinary Law). Hukuman mati adalah salah satu hukuman yang tidak biasa. Menurut pendapat saya jika didasarkan terhadap data-data di atas dan melihat kerugian yang ditimbulkan akibat dari kasus korupsi ini, Menteri Juliari Peter Batubara sangat pantas dijatuhi hukuman mati. Selain karena sudah ada dasar hukum yang jelas, kasus ini juga sangat merugikan masyarakat kecil yang sedang kesusahan di tengah pandemi Covid-19.

1 Like

Adanya covid-19 membawa dampak yang signifikan dibidang kesehatan, sosial, ekonomi, dan keamanan. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah guna menekan permasalahan yang timbul agar tidak semakin parah. Salah upaya pemerintah tersebut adalah dengan pemberian bantuan sosial untuk rakyat. Dimana pemerintah berharap dapat mengurangi beban pengeluaran KPM melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan, memberikan bahan pangan dengan nutrisi yang lebih seimbang kepada KPM ( Keluarga Penerima Manfaat ) serta memberikan bahan pangan dengan tepat sasaran dan tepat waktu.

Pemberian bantuan sosial dilakukan dengan tujuan:

  1. Meningkatkan daya beli masyarakat
  2. Mendorong konsumsi masyarakat
  3. Menggenjot pertumbuhan perekonomian Indonesia
  4. Mempercepat penyerapan anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN)

Namun, dalam pelaksanaanya terdapat pihak-pihak yang memanfaatkan dana bansos tersebut untuk kepentingan pribadinya. Dimana dalam kasus ini Juliari Batubara yang telah melakukan korupsi terhadap suap pengadaan bantuan sosial Covid 19.

Lalu bagaimana tanggung jawab pidana pelaku korupsi di masa pandemi covid 19?
Saya setuju terhadap pendapat dari Saudari @yunikartika02 dimana memang betul bahwa korupsi merupakan suatu kejahatan yang luar biasa ( extraordinary crime ) sehingga dalam pemberantasannya pun harus dilakukan dengan langkah yang luar biasa ( extraordinary measure ).

Dalam proses penegakan hukum maka semua tindakan termasuk tindak pidana korupsi wajib mengikuti aturan hukum yang berlaku. Namun, khusus untuk kejahatan tipikor ini harus merujuk pada UU Tipikor ( adanya asas lex specialis derogat legi generalis ).

Dalam kasus ini korupsi yang dilakukan adalah merupakan kerugian negara , sehingga kita dapat merujuk pada pasal 2 ayat (1) dan (2) UU Tipikor :
Ayat (1) : Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda.”

Ayat (2) : "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan"

Frasa “keadaan tertentu” merupakan bentuk pemberatan hukuman apabila korupsi dilakukan dalam keadaan seperti bencana alam nasional, negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter. Keadaan tertentu bisa diartikan sebagai bencana nasional atau keadaan darurat. Covid 19 ini juga merupakan bencana nasional non alam yang diperkuat dengan dikeluarkannya Keppres No. 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 .

Penetapan tersebut dilakukan berdasarkan pada ketentuan UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang termuat pada Pasal 7 ayat (2) UU Penanggulangan Bencana. Dimana dampak yang ditimbulkan pandemi covid 19 ini sangat luas, bukan hanya terkait kesehatan, melainkan juga berdampak pada segala aspek seperti sosial , ekonomi, keamanan dan lain-lain.

Ketua KPK Firli Bahuri juga menyatakan kondisi pandemi Covid-19 masuk dan memenuhi unsur dalam "keadaan tertentu‟ sesuai dengan pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sehingga, hukuman mati layak menjadi hukuman bagi pelaku koruptor bansos.

Berdasarkan uraian diatas maka saya setuju bahwa pertanggungjawaban pidana bagi pelaku korupsi bansos dapat dijatuhi hukuman mati. Dimana melihat unsur keadaan tertentu terpenuhi dalam masa kedaruratan covid-19. Namun, vonis penjatuhan tetap diserahkan kepada hakim selaku pemegang keputusan berdasarkan fakta-fakta hukum yang ada.

1 Like

Menurut saya, tindakan yang dilakukan oleh eks menteri sosial sungguh tidak bisa dimaafkan dan sangat merugikan masyarakat kecil yang terkena dampak dari wabah Covid-19. Perbuatan yang dilakukannya adalah korupsi. Korupsi merupakan perbuatan yang sangat keji yang biasanya dilakukan oleh penyelenggara negara dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan cara melawan hukum dan menimbulkan adanya kerugian negara. Menurut Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, korupsi adalah setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yanga ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Terkait dengan kasus korupsi Ex-Menteri Sosial Juliari P. Batubara, perkara tersebut berawal dari pengadaan bansos penanganan COVID-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp 5,9 Triliun. Oleh sebab perbuatannya, menurut saya Juliari Batubara pantas untuk dihukum mati sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001. Adapun Pasal 2 Ayat (2) dalam UU itu menyebutkan, “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan”. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor dijelaskan ‘keadaan tertentu’ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat 2 itu yakni; apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.

Dengan demikian, menurut saya Juliari Batubara pantas untuk dijatuhi hukuman mati. Terlebih lagi, Indonesia sedang berjuang di tengah situasi pandemic Covid-19 yang cenderung mendatangkan kerugian diberbagai aspek negara seperti kesehatan, ekonomi hingga politik sekalipun. Yang mana di tengah situasi ini para pemangku pemerintah seharusnya bekerja keras untuk memulihkan keadaan dan menyelamatkan masyarakat yang kehidupnnya sekarat akibat pandemic. Namun sebaliknya, Juliari Batubara justru melakukan hal yang sangat keji dan tidak manusiawi yakni dengan memanfaatkan dana yang sifatnya mulia itu unutk kepentingan dirinya pribadi. Selain itu dengan hukuman ini, setidaknya dapat memberikan efek jera kepada oknum-oknum tidak bertanggung jawab seperti dirinya, sehingga para pejabat yang lain tidak mencontoh perbuatan keji yang dilakukan Juliari Batubara.

1 Like

Dalam UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 2 Ayat (2) yang berbunyi “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan”. Keadaan tertentu tersebut adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional.

Memang benar tindakan yang dilakukan oleh pelaku sangat merugikan masyarakat Indonesia terlebih lagi disaat kondisi pandemi seperti ini dan yang di korupsi adalah dana bantuan sosial. Tetapi, menurutku meskipun hukuman mati ini berlaku dan diperbolehkan di Indonesia, hukuman mati itu tidak perlu dilakukan karena belum tentu juga dapat langsung menyelesaikan masalah. Lagi pula aku rasa kalau dihukum mati pelaku tersebut tidak merasakan penderitaan yang setimpal dengan masyarakat yang seharusnya menerima dana tersebut karena hukuman mati akan berlangsung dalam sekejap saja. Aku lebih setuju kalau pelaku korupsi dana bansos itu dihukum penjara seumur hidupnya dan dimiskinkan harta-hartanya sebagai ganti rugi terhadap tindakan yang beliau lakukan dan mendapatkan balasan yang setimpal. Menurutku hukuman itu cukup adil untuk diberikan pada para koruptor

Aku sangat setuju bahwa tindakan pelaku sangat merugikan masyarakat di tengah krisis yang sedang kita alami ini. Namun, hukuman mati dalam kasus ini sudah termasuk overcriminalization dan sama sekali tidak menyelesaikan masalah yang ada. Ancaman hukuman mati tercantum pada Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 menjelaskan bahwa orang yang melawan hukum dan memperkaya diri sendiri / orang lain / korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara dari 4 tahun hingga 20 tahun. Mereka juga dikenakan denda paling sedikit Rp dua ratus juta rupiah dan paling banyak satu miliar rupiah. Pada Pasal 2 ayat (2) dijelaskan bahwa dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Keadaan tersebut dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi jika tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya.

Namun, pasal tersebut dianggap longgar interpertasinya dan ternyata, aturan tentang hukum mati dalam karena kasus korupsi ini hanya ada di beberapa negara komunis dan Indonesia. Hukuman ini tidak dianut lagi oleh negara demokrasi. Oleh karena itu, hukuman mati menurut aku bukan solusi terbaik untuk kasus ini. Pelaku sebaiknya diberi hukuman yang lebih berat di dunia seperti hukuman penjara seumur hidup dan membayar denda dalam jumlah yang sangat besar.

Perdebatan mengenai hukum mati tidak akan ada habisnya, karena ini bertentangan dengan hak asasi manusia. Hukuman mati menandakan hak asasi manusianya dicabut, yaitu bagian hak untuk hidup. Ketentuan ini ditegaskan dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak. Saat ini, hukuman mati ini berlaku untuk kasus pembunuhan berencana, terorisme, dan perdagangan obat-obatan terlarang.

Juliari Batubara tersandung kasus korupsi dan belum termasuk dalam inklusi hukum mati di Indonesia. Namun apakah sebenarnya harus dilaksanakan?

Hukuman mati terhadap para koruptor terdengar menarik dan sekiranya bisa menakuti pejabat-pejabat lain untuk tidak melakukan korupsi. Namun, dalam segi prakteknya banyak sekali cacat dan pertimbangan-pertimbangannya.

Dalam perkara ini, majelis hakim menilai bahwa Juliari Batubara telah menikmati uang sebesar Rp 15,1 miliar, dan hukumannya adalah 12 tahun penjara dan denda 500 juta. Apakah ia menerima hukuman yang adil? Tidak. Namun, apakah dia pantas menerima hukuman mati? Tidak juga.

Jika dihukum mati, maka uang negara tidak akan kembali. menurut saya, hukuman yang tepat adalah mengembalikan semua uang negara bagaimanapun caranya. 15 milyar bukanlah jumlah yang sedikit, apalagi di situasi pandemi sekarang. 15 milyar bisa menjadi uang untuk membeli vaksin dan mensubsidi masyarakat.

Kasus Korupsi Juliari Batubara: Minta Dibebaskan, Hakim Vonis 12 Tahun Penjara - Nasional Tempo.co
Juliari Divonis 12 Tahun dalam Korupsi Bansos, Ini Rincian Uang yang Dia Terima Halaman all - Kompas.com
Hukuman Mati dalam Perspektif HAM di Indonesia (balitbangham.go.id)

1 Like

Setuju, karena jika dihukum mati, yang menderita adalah keluargana yang harus menanggung beban duka dan beban uang negara. Dia yang melakukan, mengapa harus keluarganya yang menanggung? Bahkan, keluarganya belum tentu tahu atau ikut campur masalah korupsi ini. Lebih baik jika dihukum seumur hidup dan kembalikan uang negara secepatnya. Bisa melalui menjual harta yang beliau simpan atau beli menggunakan uang negara tersebut.

Korupsi merupakan perbuatan yang sangat keji yang biasanya dilakukan oleh penyelenggara negara dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan cara melawan hukum dan menimbulkan adanya kerugian negara. Menurut Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, korupsi adalah setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yanga ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Terkait dengan kasus korupsi Ex-Menteri Sosial Juliari P. Batubara, perkara tersebut berawal dari pengadaan bansos penanganan COVID-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp 5,9 Triliun. Oleh sebab perbuatannya, menurut saya Juliari Batubara pantas untuk dihukum mati sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001. Adapun Pasal 2 Ayat (2) dalam UU itu menyebutkan, “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan”. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor dijelaskan ‘keadaan tertentu’ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat 2 itu yakni; apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.

Dengan demikian, menurut saya Juliari Batubara pantas untuk dijatuhi hukuman mati. Terlebih lagi, Indonesia sedang berjuang di tengah situasi pandemic Covid-19 yang cenderung mendatangkan kerugian diberbagai aspek negara seperti kesehatan, ekonomi hingga politik sekalipun. Yang mana di tengah situasi ini para pemangku pemerintah seharusnya bekerja keras untuk memulihkan keadaan dan menyelamatkan masyarakat yang kehidupnnya sekarat akibat pandemic. Namun sebaliknya, Juliari Batubara justru melakukan hal yang sangat keji dan tidak manusiawi yakni dengan memanfaatkan dana yang sifatnya mulia itu unutk kepentingan dirinya pribadi. Selain itu dengan hukuman ini, setidaknya dapat memberikan efek jera kepada oknum-oknum tidak bertanggung jawab seperti dirinya, sehingga para pejabat yang lain tidak mencontoh perbuatan keji yang dilakukan Juliari Batubara.

Saya rasa tidak hanya beliau yang seharusnya dihukum mati, namun semua tersangka korupsi tanpa terkecuali dan tanpa memandang besarnya yang dikorupsi. Sejatinya korupsi merupakan sebuah tindakan yang tidak jujur dan mencerminkan keserakahan manusia dalam hal kepentingan pribadi. Merujuk pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, hukuman mati sebenarnya tercantum di awal undang-undang. Di Pasal 2 tentang Tindak Pidana Korupsi, tercantum di ayat 2 bahwa: “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.”. Seharusnya memang para koruptor dihukum mati agar menimbulkan efek jera dimana pemerintah seolah serius dalam hal pemberantasan korupssi. Namun, kenyataan dilapangan justru sebaliknya. Pemerintah seakan tak serius dalam menebas koruptor dan terkesan ‘lembek’ dengan sejumlah keputusan kontroversial yang keluarkan seperti pengurangan masa tahanan koruptor. Selain dengan hukum yang tegas, setiap individu juga harus dibekali dengan sikap integritas dalam bekerja sehingga korupsi tak lagi ada. Memang bukan perkara mudah memberantas korupsi, tapi jika semua berkomitmen makan cita cita indonesia bebas korupsi saya rasa bukan lagi sekedar angan angan.