Benarkah hukum itu tidak adil ?

Hukum dalam pengertian sederhana adalah kumpulan peraturan hidup yang bersifat memaksa, berisikan perintah dan larangan. Hukum dibuat oleh badan resmi yang bertujuan mengatur ketertiban dalam kehidupan di masyarakat.

Benarkah hukum itu tidak adil ?

Ukuran mengenai keadilan seringkali ditafsirkan berbeda-beda. Keadilan itu sendiripun berdimensi banyak, dalam berbagai bidang, misalnya ekonomi, maupun hukum. Dewasa ini, berbicara mengenai keadilan merupakan hal yang senantiasa dijadikan topik utama dalam setiap penyelesaian masalah yang berhubungan dengan penegakan hukum.

Banyaknya kasus hukum yang tidak terselesaikan karena ditarik ke masalah politik. Kebenaran hukum dan keadilan dimanipulasi dengan cara yang sistematik sehingga peradilan tidak menemukan keadaan yang sebenarnya. Kebijaksanaan pemerintah tidak mampu membawa hukum menjadi “panglima” dalam menentukan keadilan, sebab hukum dikebiri oleh sekelompok orang yang mampu membelinya atau orang yang memiliki kekuasaan yang lebih tinggi.1

Sebagai contoh dapat diilustrasikan dalam penerapan beberapa putusan pengadilan yang sering dianggap mematikan rasa keadilan masyarakat. Misalnya dalam putusan bebas yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa waktu lalu, terhadap terdakwa dalam kasus korupsi Bank Mandiri yang dituntut oleh Jaksa 20 tahun penjara, mengundang berbagai pro dan kontra.2

Berkaitan dengan pengusutan pelanggaran HAM masa lalu melalui penegakan supremasi hukum, keadilan pun menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penegakan HAM.3

Contoh lain dalam kasus BLBI, kepastian hukum dan keadilan dalam kebijakan hukum yang diambil pemerintah telah menimbulkan ketidakadilan bagi sebagian tersangka/terdakwa serta masyarakat luas, bahkan tampak diskriminatif, dan kasus-kasus lainnya.

Seperti diketahui istilah keadilan senantiasa dipertentangkan dengan istilah ketidakadilan. Dimana ada konsep keadilan maka disitu pun ada konsep ketidakadilan.

Biasanya keduanya disandingkan dan dalam konteks kajian hukum ada banyak contoh ketidakadilan yang merupakan antithese dari keadilan dalam bidang hukum misalnya di Indonesia, seperti : ketidakadilan dalam kasus Poso, terhadap rakyat kecil, kasus Prita, ketidakadilan pemberitaan, ketidakadilan pembagian BLT, ketidakadilan gender dalam masyarakat daerah, ketidakadilan dalam pemecahan masalah hukum, dan sebagainya.

Bahkan Susanto membahas sesuatu yang tidak biasa dalam memaknai keadilan, yang terkait dengan substansi yang ada di dalamnya.

Keadilan akan dibenturkan dengan keraguan dan ketidakadilan, bahwa sesungguhnya keadilan tidak akan berdaya tanpa ketidakadilan dan keraguan.4

Membahas konsep keadilan, menurutnya, yang kemudian akan dibenturkan dengan ketidakadilan dan keraguan, akan memasuki medan wilayah non sistematik, atau anti sistematik, bahkan hampir bersifat aphoristic, karena membicarakan keadilan, ketidakadilan, keraguan kita berdiri pada wilayah yang labil, goyah atau cair (melee).

Oleh karena itulah, keadilan (hukum) dianggap plural dan plastik.5 Keadilan, dalam literatur sering diartikan sebagai suatu sikap dan karakter. Sikap dan karakter yang membuat orang melakukan perbuatan dan berharap atas keadilan adalah keadilan, sedangkan sikap dan karakter yang membuat orang bertindak dan berharap ketidakadilan adalah ketidakadilan.

Secara umum dikatakan bahwa orang yang tidak adil adalah orang yang tidak patuh terhadap hukum (unlawful, lawless) dan orang yang tidak fair (unfair), maka orang yang adil adalah orang yang patuh terhadap hukum (law-abiding) dan fair.

Karena tindakan memenuhi/mematuhi hukum adalah adil, maka semua tindakan pembuatan hukum oleh legislatif sesuai dengan aturan yang ada adalah adil. Tujuan pembuatan hukum adalah untuk mencapai kemajuan kebahagiaan masyarakat. Maka, semua tindakan yang cenderung untuk memproduksi dan mempertahankan kebaha-giaan masyarakat adalah adil.

Keadilan sebagai bagian dari nilai sosial memiliki makna yang amat luas, bahkan pada suatu titik bisa bertentangan dengan hukum sebagai salah satu tata nilai sosial. Suatu kejahatan yang dilakukan adalah suatu kesalahan.

Namun apabila hal tersebut bukan merupakan keserakahan tidak bisa disebut menimbulkan ketidakadilan. Sebaliknya suatu tindakan yang bukan merupakan kejahatan dapat menimbulkan ketidakadilan.

Ukuran keadilan sebagaimana di singgung di atas sebenarnya menjangkau wilayah yang ideal atau berada dalam wilayah cita, dikarenakan berbicara masalah keadilan, berarti sudah dalam wilayah makna yang masuk dalam tataran filosofis yang perlu perenungan secara mendalam sampai hakikat yang paling dalam, bahkan Kelsen menekankan pada filsafat hukum Plato, bahwa keadilan didasarkan pada pengetahuan perihal sesuatu yang baik6.

Pengetahuan akan hal yang baik secara fundamental merupakan persoalan di luar dunia. Hal tersebut dapat diperoleh dengan kebijaksanaan.7 Jelas bahwa keadilan masuk ke dalam kajian ilmu-ilmu filsafat. Banyak filsafat yang mengharapkan inspirasi bagi pengetahuan keadilan. Kesemua itu termasuk filsafat-filsafat yang sangat berbeda dalam ruang dan waktu.

Keadilan merupakan salah satu contoh materi atau forma yang menjadi objek filsafat. Dalam kajian filsafat, keadilan telah menjadi pokok pembicaraan serius sejak awal munculnya filsafat Yunani.

Pembicaraan keadilan memiliki cakupan yang luas, mulai dari yang bersifat etik, filosofis, hukum, sampai pada keadilan sosial. Banyak orang yang berpikir bahwa bertindak adil dan tidak adil tergantung pada kekuatan dan kekuatan yang dimiliki, untuk menjadi adil cukup terlihat mudah, namun tentu saja tidak begitu halnya penerapannya dalam kehidupan manusia.

Keadilan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari tujuan hukum itu sendiri, di samping kepastian hukum dan kemanfaatan. Mensikapi adanya beberapa permasalahan (baca: kasus) hukum yang terjadi di negara Indonesia yang kemudian dituangkan dalam beberapa putusan hakim sehingga membawa pada satu perenungan bahwa terminologi keadilan yang notabene ada dalam kajian filsafat dapatkah dijadikan sebagai bagian utama dalam pencapaian tujuan hukum, mengingat konsep keadilan yang bersifat abstrak sehingga diperlukan pemahaman dalam filsafat ilmu hukum yang akan menjelaskan nilai dasar hukum secara filosofis sehingga dapat membangun hukum yang sebenarnya.

Diskursus mengenai keadilan terjadi di semua belahan dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Seperti yang diuraikan di muka, terjadinya gejolak sosial yang ada di Indonesia diduga disebabkan oleh belum terciptanya keadilan seperti yang diharapkan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

[details=Referensi]1 Muchsan, 1985, Hukum Tata Pemerintahan, Yogyakarta: Penerbit Liberty, hlm. 42. Bandingkan dengan M. Husni, “Moral dan Keadilan Sebagai Landasan Penegakan Hukum Yang Responsif”, Jurnal Equality Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Vol. 11 (1) Februari 2006, hlm. 1-7

2 M. Amin, “Kebenaran Hukum Vs Keadilan Masyarakat”

3 Lihat Syamsiar Julia, “Pelanggaran HAM Dan Peranan Polri Dalam Penegakan Hukum di Indonesia”, Jurnal Equality Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Vol. 11 (2) Agustus 2006, hlm. 115-122; Bandingkan dengan Todung Mulya Lubis, “Menegakan Hak Asasi Manusia, Menggugat Diskriminasi”, Jurnal Hukum dan Pembangunan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Vol. 39 (1) Januari-Maret 2009, hlm. 58-73

4 Anthon F. Susanto, “Keraguan dan Ketidakadilan Hukum (Sebuah Pembacaan Dekonstruktif)”, Jurnal Keadilan Sosial, Edisi 1 tahun 2010, hlm. 23.

5 Erlyn Indarti, “Demokrasi dan Kekerasan: Sebuah Tinjauan Filsafat Hukum”, Aequitas Juris, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Fakultas Hukum Universitas Katolik Widya Mandira, Vol. 2 (1), 2008, hlm.33

6 W. Friedmann, 1990, Teori dan Filsafat Hukum, Jakarta: PT. Rajawali Press, hlm. 118.

7 Maryanto, “Refleksi dan Relevansi Pemikiran Filsafat Hukum Bagi Pengembangan Ilmu Hukum”, Jurnal Hukum, Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang, Vol. 13 (1) tahun 2003, hlm. 52-54[/details]