Benarkah Fans K-POP Sekarang Fanatik dan Toxic?

Saat ini, Kpop sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat dunia. Khususnya Indonesia. Banyak masyarakat di Indonesia menyukai boyband atau girlband asal korea selatan. Kecintaannya dengan musik Kpop sampai membuat para fans membeli semua atribut yang berhubungan dengan idolanya masing-masing. Bahkan, ada yang sampai rela melakukan tindakan apapun demi melihat idolanya. Seperti kasus tahun 2019, di London. seorang fans melakukan sesuatu untuk memicu alarm kebakaran di hotel idolanya agar dapat melihat sang idola.

Nah, menurut kalian benarkah fans KPop sekarang fanatik dan toxic?

3 Likes

izin bertanya kak, apasih yang menjadi indikator seorang fans Kpop bisa dikatakan fanatik dan toxic?

apakah dengan menyukai semua lagu-lagunya dan membeli segala merchandise dari grup idol itu juga termasuk ke dalam kategori fanatik dan toxic?

Menurut pendapatku, tidak semua fans kpop itu fanatik dan toxic, bisa dibilanng bahwa hanya sebagian kecil dari mereka yang toxic dan fanatic. Biasanya fans yang toxic dan fanatik disebut dengan istilah sasaeng. Menurut pengamatanku, jika disuatu fandom fans kpop ada sasaeng, fandom tersebut akan menganggap bahwa sasaeng tersebut bukan bagian dari mereka. Karena apa? sasaeng ini melakukan banyak ulah yang benar-benar bisa membuat seorang idol merasa terganggu dan sangat tidak nyaman, fans sejati biasanya tahu akan batasan mereka, sehingga fans sejati tersebut juga memiliki perasaan yang sama dengan para idol ketika menghadapi para sasaeng, mereka sama-sama kesal dan marah karena dinilai mengganggu ketertiban. Selain itu biasanya fans-fans yang toxic dan fanatik adalah fans yang suka menyebabkan war antar fandom. Jadi kesimpulannya adalah tidak semua fans kpop itu toxic dan fanatic

1 Like

Menurut saya seorang fans kpop yang dikatakan fanatik dan toxic itu adalah yang membahayakan orang lain. Seperti kasus yang saya berikan di deskripsi, itu adalah tindakan bagi fans yang tidak sehat. Selain itu, fans yang mengganggu privasi dari idolanya karena idolanya pun adalah seorang manusia yang memiliki kerahasiaan privasi dan itu merupakan haknya mereka. Pada dasarnya mengidolakan seseorang itu adalah hal yang wajar tapi selama itu dilakukan dengan tidak kelewat batas.

apakah dengan menyukai semua lagu-lagunya dan membeli segala merchandise dari grup idol itu juga termasuk ke dalam kategori fanatik dan toxic?

Terkait pertanyaan ini, membeli atribut yang berhubungan dengan idolanya adalah hal yang wajar tapi jika dipaksakan itu yang membuatnya tidak wajar. Seperti misalkan keadaan ekonominya tidak mendukung, hal tersebut tidak wajar bila seorang fans memaksakan ingin mempunyai atribut yang berhubungan dengan idolanya.

1 Like

Kita tidak dapat mengenealisasikan suatu hal. Dalam suatu perkumpulan, pasti saja ada yang positif dan negatif. Pada saat ini, keberadaan fans Kpop semakin lama semakin bertambah dengan sifat yang beragam. Sifat-sifat fanatik dan toxic pada saat ini berupa tingakah lagu dari para fans yang berlebihan dalam segala hal. Seperti contohnya membeli merchandaise secara berlebihan, terlalu konservatif terhadap orang yang diidolakan dan juga perilaku kurang baik dari beberapa fans tersebut di sosial media.

Namun, sejalan dengan hal itu kita juga tidak bisa menutup mata dengan banyaknya juga fans yang melakukan hal-hal posotif dan berguna bagi banyak orang. Seperti contohnya, berdonasi untuk orng yang tidak mampu, membantu saat terjadi bencana alam dan banyak hal lainnya.

Pada saat ini, keduanya berjalan beriringan, kita tidak dapat menilai dan menghakimi hanya berdasarkan dari satu sudut pandang saja.

1 Like

Saya setuju dengan pendapat @alfarizi bahwa kita tidak dapat menggeralisasikan hal ini. Karena memang tidak semua fans K-Pop fanatik, toxic dan freak. Apa yang menjadi batasan bahwa seorang/sekumpulan fans ini toxic dan tidak?

Kita tidak bisa menggeneralisasikan semua K-POP fanatik dan toxic. Karena tidak jarang pula fans K-POP yang justru memberikan dampak baik bagi sekitar seperti memberikan sumbangan kepada yang terdampak pandemi, dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Namun, yang seringkali disorot oleh masyarakat yaitu hanya sebagian kecilnya saja yakni fans yang fanatik dan toxic. Fans yang dapat dikatakan terlalu fanatik ialah ketika sampai mengulik kehidupan pribadi idolnya, serta menganggu ketertiban umum. Dengan demikian, kita tidak dapat mengatakan bahwa semua fans K-POP fanatik hanya karena melihat satu sudut pandang saja.

terkait hal tersebut, batasan seperti apa saja sih kak yang biasanya diperhatikan oleh fans Kpop ini? sehingga ia bisa saling mengetahui dengan pasti seseorang ini adalah fans sejati bukanlah sasaeng selain dari menyebabkan war/fandom

Fanatik adalah ketertarikan terhadap sesuatu yang menunjukkan perilaku berlebihan sedangkan toxic adalah sifat yang merugikan orang lain secara fisik dan emosional.

Terlalu candu dan memiliki kecintaan yang terlalu besar kepada musik K-Pop bisa saja membuat seseorang menjadi fanatik dan toxic. Salah satu yang dilakukan oleh fans K-Pop untuk menunjukkan kecintaan terhadap idolanya adalah rela untuk membeli album dan merchandise yang dikeluarkan oleh idolanya. Bahkan, bisa sampai mengeluarkan uang sampai ratusan juta. Selain itu, rela untuk menunggu sampai berjam-jam dan rela menginap di hotel untuk menonton idolanya. Fans yang terlalu fanatik dan toxic dapat memberikan pengaruh buruk kepada orang lain sehingga perlu untuk diwaspadai.

Saat ini, memang K-Pop sedang menjadi tren industri musik yang semakin mendunia dan banyak masyarakat Indonesia khususnya usia remaja menyukai musik K-Pop. Berdasarkan Esti Wungu sebagai psikolog, Universitas Padjajaran bahwa usia remaja sedang berada di masa sedang mencari identitas dirinya. Hal inilah yang mendorong remaja untuk cenderung menyukai idolanya seperti orang yang sedang jatuh cinta.

Tidak semua fans K-Pop saat ini fanatik dan toxic, karena fanatik dan toxic dalam dunia K-Pop sudah terjadi sejak lama. Salah satu contoh pengalaman fans yang fanatik dan toxic adalah pada tahun 2016. Saat itu, seorang fans mengejar anggota personil Super Junior yaitu Heechul sehingga menyebabkan personil Super Junior itu cedera kecelakaan.

Namun, perlu disadari bahwa tidak semua fans K-Pop memiliki sikap fanatik dan toxic. Karena masih banyak yang memberikan dampak positif dengan menjadi fans K-Pop. Salah satu contoh kasusnya adalah fans BTS Indonesia yang memberikan bantuan dana sekitar 600 juta untuk korban banjir dan gempa.

Menurut saya, tidak masalah ketika seseorang menyukai suatu hal namun jangan sampai hal tersebut merugikan orang lain.

Referensi

Menyoal Fanatisme K-Pop dan Dampak Psikologisnya
https://www.liputan6.com/showbiz/read/3327533/cerita-mengerikan-10-idol-k-pop-berhadapan-dengan-penggemar-militan
Fans BTS Indonesia Urunan hingga Rp 600 Juta untuk Bantu Korban Banjir dan Gempa - ShowBiz Liputan6.com

Saya masih terheran-heran mengapa fans KPOP selalu dikatakan sebagain tidakan fanatisme. Padahal banyak hal lain yang juga erat kaitannya dengan fanatisme. Untuk menganggapi hal ini saya setuju dengan pendapat @Alfarizi, dalam segala hal pasti ada hal positif dan negatifnya.

Fanatik dalam KBBI artinya teramat kuat kepercayaan (keyakinan) terhadap ajaran, dalam hal tertuju dengan dunia KPOP. Dalam arti lain merupakan orang yang terlalu tergila-gila kepada sesuatu; orang yang melakukan/menjalankan sesuatu yang ia sukai secara ekstrim.

Perlu diketahui bahwa perilaku fanatik tersebut bukan baru terjadi pada masa sekarang, namun sudah terjadi bertahun-tahun lalu, terkhususnya di Indonesia adalah saat generasi kedua dalam dunia KPOP, yang dipopulerkan oleh Super Junior, Big Bang, SNSD, 2NE1, dll. Dan tentunya perilaku tersebut hanya dilakukan oleh beberapa oknum, bukan keseluruhan dari para penggemar. Begitupun pada masa sekarang, media atau orang awam lebih tertarik akan berita buruk dalam dunia KPOP saat ini, sedangkan hal-hal yang baik kurang terangkat sehingga munculnya stigma bahwa menjadi seorang fans adalah sesuatu yang kurang baik.
Oleh karena itu, pernyataan bahwa fans KPOP sekarang fanatik dan toxic menurut saya kurang tepat.

Sebenarnya, toxic dan fanatiknya fans KPop sudah ada sejak dahulu. Apalagi, pada awal tahun 2010an, ada beberapa idol KPop yang dikecam karena terlibat skandal kencan, tidak seperti saat ini yang beberapa fans sudah dapat menerima.

Perbedaannya adalah zaman dahulu KPop belum sebesar sekarang, lalu platform-platform media sosial belum banyak digunakan untuk kegiatan fangirling, sehingga tidak banyak yang tahu kegiatan-kegiatan fans KPop. Sedangkan, saat ini hampir semua platform media sosial digunakan untuk melakukan kegiatan fangirling sehingga lebih terekspos dan diketahui oleh orang awam.

Menyebarnya KPop ke seluruh dunia juga membuat banyak anak-anak yang belum beranjak remaja untuk menyukai KPop, sehingga mereka belum dapat menyaring informasi yang baik dan buruk dan memicu munculnya fans yang fanatik dan toxic. Bila dikatakan dahulu tidak toxic, sebenarnya sama saja.

Sebetulnya pernyataan mengenai " semua fans kpop adalah fanatik dan toxic " adalah tidak benar mengingat, pernyataan tersebut sebenarnya adalah sebuah bentuk stereotip negatif yang melekat pada sebagian oknum fans Kpop yang tidak serta merta, membuat kita dapat menggeneralisir jika semua fans Kpop adalah fanatik dan toxic. Pertama - tama, penggunaan term fanatik dan toxic perlu di kaji dulu dari segi konteks-nya. Fanatik adalah sebuah bentuk kesukaan atau ketertarikan terhadap sesuatu secara berlebihan. Dalam konteks Kpop, memang benar ada beberapa jenis tindakan - tindakan fanatik yang menjurus ke hal - hal negatif seperti dalam contoh yang kamu sebutkan di deskripsi. Apakah wajar jika seseorang menyalakan alarm kebakaran hanya untuk mendapatkan ’ notice ’ dari idola-nya ? tentu saja tidak. Bentuk fanatisme yang biasa dilakukan oleh fans Kpop adalah mereka rela menghabiskan uang mereka hanya untuk membeli merchandise - merchandise original idola mereka ataupun membela mati - matian idola mereka di media sosial. Tentu hal ini bisa dikategorikan sebagai tindakan yang fanatik.

Lalu istilah toxic pun juga perlu dikaji ulang juga dalam konteks fans Kpop. Maksudnya, dalam hal apa saja tindakan - tindakan fans Kpop itu bisa disebut sebagai toxic. Jika menelisik dari penelusuran saya dari sejumlah situs dan artikel di Internet, maka ada beberapa hal yang menurut pendapat saya dapat dikategorikan sebagai tindakan toxic yang dilakukan oleh beberapa oknum fans Kpop garis keras. pertama aalah perang antar fandom atau yang biasa disebut sebagai fanwar yang dimana objetifnya adalah saling menjatuhkan idola lawan dan membela idola masing - masing yang sering dimbumbui dengan bullying dan komentar - komentar yang bersifat seksis dan misoginis. Hal ini membuat saya berpikir jika oknum - oknum fans Kpop seperti ini tidak ubahnya adalah seperti ultras garis keras pendukung klub - klub Turki dalam Derby Istanbul atau ultras - ultras garis keras Italia yang selalu saja memancing keributan dan kegaduhan.

Tetapi seperti yang saya katakan sebelumnya, kita tidak bisa menggunakan kecenderungan - kecenderungan yang dilakukan oleh beberapa oknum fans Kpop yang tidak bertanggung jawab sebagai alasan utama untuk meggeneralir atau menyama ratakan semua fans Kpop adalah sebagai kumpulan orang - orang toxic dan sangat fanatik. Masih banyak fans Kpop yang masih bisa menjaga batasan - batasan untuk tidak merugikan diri sendiri dan orang lain karena kesukaannya terhadap idola Kpop tertentu.

1 Like

setuju dengan pendapat teman-teman diatas, tidak semua fans Kpop itu fanatik, tapi karena beberapa oknum ini terjadilah generalisasi akan fans Kpop ini fanatik sehingga banyak pihak yang tidak menyenangi fans Kpop. aku salah satu fans Kpop multifandom dan aku sangat kesal ketika ada fans yang memiliki uang berlebih sehingga mereka bisa mengikuti artis Kpop kemana saja hingga membuat artis tersebut risih. ada juga yang mengusik kehidupan pribadi mereka dan inilah yang disebut fanatik menurutku. juga ada beberapa fanfiction yang memiliki alur cerita tidak masuk akal juga memasukkan unsur 21+ ini yang toxic menurutku.

aku memegang prinsip bahwa sesuatu yang berlebihan itu akan mendatangkan keburukan, aku menyukai Kpop karena musik mereka, vocal ataupun rap mereka, dan tak bisa dipungkiri penampilan selalu menjadi hal yang utama diperhatikan. musik mereka menceritakan hal yang bergam, berbeda dengan negara kita yang kebanyakan menceritakan tentang percintaan yang membuat aku sedikit bosan.

1 Like

Terimakasih kak @Sherlyeza sudah menanggapi topik yang sudah saya buat ini. Saya pun juga senang dengan musik-musik di korea tapi bukan berarti saya tidak bangga dengan dunia permusikkan negara kita. Saya menyukai keduanya antara musik korea dan musik Indonesia.

Pernyataan diatas membuat saya tertarik untuk membahasnya, apakah dunia musik kita tidak beragam ? Padahal banyak karya-karya generasi negara kita yang disukai oleh orang luar dan bahkan memenangkan award kancah internasional.

saya kurang sependapat dengan kak @Sherlyeza terkait hal ini, karena sejak dulu sudah banyak lagu Indonesia yang membahas hal lain selain cinta.

contohnya lagunya Slank dengan judul merdeka, membahas mengenai fenomena korupsi di Indonesia.

lagunya Titiek Puspa dengan judul kupu-kupu malam, membahas mengenai seorang perempuan yang ditinggalkan oleh suaminya dengan utang-utang suaminya tersebut dan membuat sang istri harus melakukan pekerjaan kupu-kupu malam tersebut. ini juga fenomena yang sering terjadi di Indonesia, seperti contohnya diangkat dari kisah nyata dan di adopsi menjadi sebuah film berjudul Bidadari Terakhir.

ada lagunya Kunto Aji dengan judul sulung dan bungsu, membahas tentang perasaan seorang anak sulung dan anak bungsu. sebagai anak sulung aku sangat relate dengan lagu ini

ada lagunya D’masiv dengan judul jangan menyerah mengingatkan kita untuk tidak menyerah dengan hidup kita walaupun banyak cobaan yang datang.

dan masih banyak lagi.

1 Like

Semua ini sangat bergantung pada preferenai individu masing-masing. Beberapa memang terkenal toxic karena sebagian besar orang di dalamnya, namun perlu di garis bawahi jika sebagian besar bukanlah semuanya. Menjadi fans dan menyukai seseorang idol atau public figur akan memberikan dampak positif dan negatif tapi semua itu kembali lagi bagaimana cara kita sebagai fans memisahkan hal hal yang dianggap hiburan dengan kehidupan sehari hari agar tidak dianggap toxic.

menurutku tidak semua fans k-pop itu toxic. pernyataan tersebut hampir sama dengan “fans bola itu fanatik”, atau “fans musik rock itu anarkis”, mereka mendapatkan julukan tersebut karena stigma dan labelisasi yang diberikan oleh masyarakat. hal ini mungkin terjadi karena adanya beberapa oknum yang memang memiliki sikap tersebut, namun hal ini bukan berarti kita harus mengeneralisasi semua fans seperti itu.

Menurutku, tidak semua fans kpop fanatik dan toxic. Semua tergantung individu. Fans cabor seperti sepak bola, bulu tangkis, dan sebagainya pun juga ada yang fanatik dan toxic. Kita tidak boleh menggeneralisir suatu hal.

Yang ingin saya tanyakan, kenapa hanya fans kpop saja yang dianggap fanatik dan toxic? Padahal di luaran sana banyak fans dari tokoh lain yang sama fanatiknya dan toxic.

Menurutku, kalau bicara soal fans toxicity, bukan hanya K-Pop, ya. Dan karena “fenomena” ini tidak di K-Pop saja, alias di semua fandom, jadi rasanya nggak mungkin kalau toxicity ada jangka waktunya—seperti dulu tidak toxic, lalu sekarang iya. Toxicity sendiri adalah trait atau sifat yang ada di masing-masing individu, dan kita tidak bisa mengantisipasinya.

Hanya karena satu hal yang ter-highlighted sehingga menimbulkan label “toxic” untuk sebuah fandom (K-Pop contohnya untuk konteks ini), bukan berarti ke-toxic-an tersebut bisa diantisipasi akan berlangsung berapa lama dan kapan berhentinya. Kalau isi fandom-nya full dengan orang-orang toxic, ada kemungkinan fandom tersebut akan selamanya menjadi toxic fandom. Tapi kalau sebuah fandom itu seimbang, alias ada kubu “sehat” dan kubu toxic, maka toxicity dan fanatismenya tidak bisa diukur. Jadi jawaban atas pertanyaan di atas adalah tidak tahu. Apalagi ada keyword “sekarang”, itu malah membuat orang jadi berpikir, “Kalau sekarang penggemar K-Pop itu fanatik dan toxic, memangnya pemicunya apa? Kenapa cuma sekarang? Kenapa dulu tidak?”