Bagaimanakah Tahapan Pembuatan Perjanjian Internasional?

Perjanjian Internasional

Bagaimanakah Tahapan Pembuatan Perjanjian Internasional?

Tahap Pembuatan Perjanjian Internasional:

1. Tahap Penjajakan
Pada tahap ini para pihak yang ingin membuat perjanjian menjajaki kemungkinan-kemungkinan untuk dibuatnya perjanjian internasional. Penjajakan dapat dilakukan melalui inisiatif instansi atau lembaga pemerintahan (negara) di Indonesia ataupun inisiatif dari calon mitra. Penjajakan bertujuan untuk bertukar pikiran tentang berbagai masalah yang akan dituangkan dalam perjanjian dimaksud.

2. Tahap Perundingan
Kebutuhan suatu negara untuk berhubungan dengan negara-negara lain untuk membicarakan dan memecahkan berbagai persoalan yang timbul diantara mereka menimbulkan kehendak negara-negara tersebut untuk mengadakan perundingan. Tahap perundingan merupakan suatu upaya yang ditempuh oleh para pihak untuk mencapai kesepakatan atas materi yang masih belum dapat disetujui dalam tahap penjajakan. Tahap ini juga berfungsi sebagai wahana memperjelas pemahaman setiap pihak tentang ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian internasional.

Setelah para pihak mendapatkan persetujuan untuk mengadakan perundingan, maka masing-masing pihak akan menunjuk organ-organ yang berwenang untuk menghadiri perundingan tersebut. Jika Kepala Negara tidak dapat menghadiri perundingan, maka akan diwakili oleh Menteri Luar Negeri, atau wakil diplomatiknya, dan apabila tidak maka akan ditunjuk wakil-wakil berkuasa penuh yang mendapat surat kuasa untuk mengadakan perundingan menandatangani atau menyetujui teks perjanjian dalam konferensi tersebut. Pada tahap perundingan ini, beberapa draft atau rancangan perjanjian ditawarkan dan dibahas, sehingga muncul usul, amandemen, pro maupun kontra.

3. Tahap Perumusan Naskah
Rumusan naskah adalah hasil kesepakatan dalam perundingan oleh para pihak atas materi perjanjian internasional. Pada tahap ini diberikan tanda paraf terhadap materi yang telah disetujui, dan dihasilkan juga Agreed Minutes, atau Minutes of Meeting, atau Records of Discussion atau Summary Records yang berisi hal-hal yang sudah disepakati, belum disepakati, serta agenda perundingan berikutnya. Apabila suatu perjanjian merupakan perjanjian bilateral dari dua negara yang mempunyai bahasa yang sama, hal ini tidak akan menimbulkan kesulitan. Masing-masing pihak pada perjanjian tersebut membuat naskah atas kertasnya sendiri dengan mendahulukan nama negaranya setiap nama negara para pihak muncul. Begitu juga dengan letak tanda tangan, di sebelah kiri ataupun di bagian atas secara berurutan.

Sedangkan bila perjanjian tersebut dibuat oleh lebih dari dua negara atau perjanjian multilateral dapat dibuat dengan memilih salah satu bahasa yang disetujui oleh semua para pihak dalam perjanjian. Sebuah naskah perjanjian juga biasanya terdiri dari unsur-unsur formil, yaitu mukaddimah, batang tubuh, klausula penutup, dan annex. Dalam mukaddimah terkandung unsur-unsur filosofis, politis dan sosiologis sebagai dasar dibentuknya perjanjian tersebut. Khusus bagi negara-negara Islam, mukaddimah biasanya dimulai dengan puji-pujian kepada Tuhan.

4. Tahap Penerimaan
Dalam perundingan bilateral, kesepakatan atas naskah awal hasil perundingan dapat disebut sebagai penerimaan yang ditandai dengan pemberian tanda paraf pada naskah perjanjian oleh masing-masing ketua delegasi. Terhadap perjanjian multilateral, proses penerimaan biasanya merupakan pengesahan suatu negara pihak atas perubahan perjanjian internasional. Penerimaan naskah perjanjian (adoption of the text) dalam suatu perjanjian bilateral ataupun multilateral dengan anggota yang masih terbatas, akan lebih mudah dilakukan dengan suara bulat. Namun untuk perjanjian yang diikuti oleh banyak negara seperti PBB, pengambilan keputusan dengan suara bulat sangat sulit dilakukan, sehingga para pihak menentukan sendiri proses penentuan keputusan mereka.

Konvensi Wina menentukan bahwa penerimaan dapat dilakukan dengan suara bulat ataupun dengan dua pertiga dari peserta yang hadir dan memberikan suara. Kesaksian naskah perjanjian (authentication of the text) adalah suatu perbuatan dalam proses pembuatan perjanjian yang mengakhiri secara pasti naskah yang telah dibuat. Bila suatu naskah sudah disahkan, maka naskah ini tidak boleh diubah lagi. Menurut Pasal 10 Konvensi Wina, pengesahan naskah suatu perjanjian dilakukan menurut prosedur yang terdapat dalam naskah itu sendiri, atau sesuai dengan kesepakatan bersama para pihak. Dapa juga dilakukan dengan membubuhi tanda tangan atau paraf di bawah naskah perjanjian atau tanda tangan dalam suatu final act. Penerimaan naskah berbeda dengan kesaksian naskah.

5. Tahap Penandatanganan
Tahap ini merupakan tahap terakhir dari sebuah perundingan untuk melegalisasi kesepakatan yang dituangkan dalam naskah perjanjian internasional. Namun penandatanganan tidak selalu berarti pemberlakuan perjanjian internasional. Pemberlakuan tergantung dari klausula pemberlakuan yang telah disepakati dalam perjanjian internasional. Akibat dari penandatanganan suatu perjanjian tergantung dari ada atau tidaknya persyaratan ratifikasi perjanjian tersebut. Apabila perjanjian harus diratifikasi, maka penandatanganan hanya berarti utusan-utusan telah menyetujui teks perjanjian dan bersedia menerimanya serta akan meneruskan kepada pemerintah yang berhak untuk menerimnya atau bahkan menolak perjanjian tersebut.

Secara yuridis, apabila suatu negara yang telah menandatangani perjanjian tapi belum meratifikasinya, maka negara tersebut belum merupakan peserta dalam perjanjian. Dalam hal ini negara tersebut berkewajiban untuk tidak melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan obyek dan tujuan perjanjian selama negara tersebut belum meratifikasinya. Penandatanganan disini hanya dapat dilakukan oleh utusanutusan yang memiliki surat kuasa penuh. Penandatangan ini bukan berarti otentifikasi naskah, melainkan persetujuan negara untuk diikat secara hukum. Menurut Pasal 7 (2) Konvensi Wina, hanya kepala negara, kepala pemerintah, dan Menteri Luar Negeri yang dapat menandatangani tanpa memerlukan surat kuasa penuh, sedangkan perwakilan lain wajib memiliki surat kuasa penuh