Bagaimanakah sejarah munculnya bioskop?

Bioskop merupakan tempat menonton film. Bagaimanakan sejarah munculnya bioskop?

ASAL mula pertunjukan film dalam sebuah ruangan dimulai oleh Lumiere bersaudara. Auguste dan Louis Lumiere menciptakan alat Cinematographe yang merupakan modifikasi Kinetoscope ciptaan Thomas Alva Edison.

Kinetoscope digunakan untuk melihat gambar bergerak dengan cara mengintip dari satu lobang, Lumiere membuatnya mampu memproyeksikan gambar bergerak sehingga bisa di nikmati secara bersama-sama.

Pada 28 Desember 1895, untuk pertama kalinya puluhan orang berada didalam suatu ruangan menonton film yang diproyeksikan ke sebuah layar lebar.

Lumiere bersaudara menyewa sebuah ruang bilyard tua di bawah tanah di Boulevard des Capucines, Paris, yang kemudian dikenal sebagai bioskop pertama di dunia. Tempat tersebut kemudian dikenal sebagai Grand Cafe dan menjadi tempat paling populer di Eropa.

Berbicara tentang gedung bioskop sebagai ruang publik yang lahir dari budaya perkotaan berarti juga berbicara tentang bagaimana konsep “ruang” dan “urban” dipahami dan bermanifestasi dalam tatanan masyarakat setempat, sebagaimana pembagian ruang antara yang “publik” dan yang “privat” yang ada kini tidak lain adalah manifestasi fisik dari dinamika hubungan keduanya dalam masyarakat. Hubungan ini bicara banyak hal tentang pola hubungan antara individu dan masyarakat, maupun antara diri dan orang lain.

Sejak masa awal sebuah gedung bioskop dibangun, segregasi sosial yang tegas telah diterapkan kepadanya. Secara arsitektural, balkon yang vertikal menunjukkan garis strata yang jelas antara kelas penonton yang duduk di atas sana, dengan mereka yang masif di bawah sini. Berbicara gedung bioskop, pembagian ruang bioskop mula-mula sebenarnya sangat dipengaruhi oleh penataan sebuah gedung pertunjukan. Hal ini dapat dipahami, mengingat pertunjukan panggung adalah rujukan terdekat masyarakat saat itu dalam menikmati karya film. Sebab lainnya karena pada masa tersebut gagasan tentang pemutaran film, secara teknologi dan penyajiannya, tidak lepas dari tata cara dunia panggung pertunjukan.

Pada masa puncak perayaan film bisu di Amerika, Kanada, dan di beberapa bagian Eropa, berkembang sebuah varian pertunjukan yaitu pemutaran film bisu yang diiringi alat musik berupa sejenis organ pipa yang disebut “organ teater” (theater organ). Organ teater didesain untuk menghasilkan bunyi-bunyian seperti orkestra, sebab dengan ditemani piano saja sebuah film bisu masih terlampau sunyi, sedangkan mendatangkan orkestra di setiap pertunjukan juga bukan hal yang masuk akal. Gerakan pelestarian besar-besaran terhadap kondisi alat musik ini dilakukan oleh American Theater Organ Society dengan sokongan penuh pemerintah kota.[v] Di beberapa gedung pertunjukan tua yang masih tersisa di kota-kota besar di Indonesia (Societeit Militaire di Yogyakarta dan Semarang, serta Gedung Asia Afrika di Bandung), kita masih bisa menemukan panggung lengkap dengan tata lampu di depan layarnya. Saya sempat mengunjungi sebuah bioskop tua di Berlin, Babylon. Bioskop itu tidak saja masih menyimpan dan merawat keberadaan si organ teater, tapi juga mempersembahkan program khusus rutin untuk pertunjukan film ditemani oleh si organ teater ini.[vi]

Tampak dengan jelas betapa ruang bioskop disesuaikan dengan materi tontonan, jenis pertunjukan, dan kelas sosial penontonnya. Pembangunan gedung bioskop dan segala elemen pelengkapnya sepenuhnya bertujuan untuk memenuhi kepuasan penonton yang disasar.

Referensi

http://www.asalasah.com/2012/04/sejarah-singkat-lahirnya-bioskop.html

http://filmindonesia.or.id/article/sejarah-dan-produksi-ruang-bioskop#.WtfjpupzLIU