Bagaimanakah Perjalanan Hidup J. E Tatengkeng?


Tatengkeng dilahirkan di Kalongan, Pulau Sangihe (Sulawesi Utara) pada 19 Oktober 1907. Sesuadah tamat HIS (Hollands Inlands School = Sekolah rakyat), kemudian ia melanjutkan pelajaran ke Kweekschool = Sekolah Guru Kristen di Bandung; sesudah itu pindah ke HKS (Horgeere Kweekschool = Sekolah Guru Atas) Kristen di Solo.

Bagaimanakah perjalanan hidup J.E Tatengkeng?

Dalam tahun 1933, ia menjadi guru HIS di Tahuna; kemudian dalam tahun 1940 diangkat menjadi kepala Schakelschool di Ulu Siau, kemudian pindah kembali ke HIS Tahuna sebagai kepala. Selanjutnya dalam tahun 1947, ia menjadi kepala Normaal School dan S.M (Sekolah Menengah) Tahuna.

Selanjutnya dalam tahun itu juga (1947), ketika terbentuk NIT (Negara Indonesia Timur) terpilih menjadi Menteri Muda Pengajaran; kemudian Perdana Menteri NIT; turut menghadiri Konferensi Meja Bundar di Negeri Belanda sebagai anggota seksi Kebudayaan.

Setelah terbentuk Negara Kesatuan, J.E Tatengkeng dalam tahun 1951 ditunjuk untuk mengepalai Perwakilan Jawatan Kebudayaan Kementerian P.P. dan K. di Makassar.

Prof. Dr. A. Teeuw mengatakan bahwa golongan Pujangga Baru dipengaruhi oleh penyair-penyair Belanda, yang biasanya dikatakan angkatan 1880, yaitu mereka yang telah mengadakan revolusi besar dalam kalangan kesusastraan Belanda. Akan tetapi hendaklah berhati-hati menyangkakan bahwa pengaruh Belanda itu terlalu amat besarnya dan lagi pula terlalu sekali nyatanya berlaku.

Selanjutnya, ia mengatakan bahwa puisi Pujangga Baru banyak persamaannya dengan puisi Angkatan 1880, bukannya karena kutipan langsung atau karena tiruan , tetapi karena seolah-olah serupa sama-sama tumbuh dalam iklim yang sama pada tanah yang serupa.

Barangkali Tatengkenglah penyair di masa sebelum perang yang teramat dekat kepada angkatan 1880 Belanda itu; dan yang sungguh-sungguh merasakan pengaruh mereka pada dirinya.

Selanjutnya Teeuw mengatakan bahwa beberapa hal Tatengkeng memperoleh tempat yang istimewa dalam masanya, yaitu ia berasal dari Indonesia Timur dan beragama Kristen. Yang pertama menilai kecakapan menggunakan bahasa Indonesia; dan yang kedua ia beragama Kristen, sudah jelas menempatkan dalam suasana yang lain daripada tempat kebanyakan pembantu Pujangga Baru.

Karangannya ialah: Rindu Dendam (kumpulan sajak, yang dikarangnya dalam tahun 1934). Semboyannya moto Tatengkeng ialah: gerakan sukma (1959 : 153).

ANAKKU

Ya, kekasihku…

Engkau datang menghintai hidup,

Engkau datang menunjukkan muka,

Tapi sekejap matamu kau tutup,

Melihat terang anakda tak suka.

Mulut kecil tiada kau buka,

Tangis teriakmu tak diperdengarkan,

Alamat hidup wartakan suka,

Kau diam anakku, kami kau tinggalkan.

Sedikitpun matamu tak mengerling,

Memandang ibumu sakit terguling,

Air-matamu tak bercucuran,

Tinggalkan ibumu tak penghiburan.

Kau diam, diam, kekasihku,

Tak kau katakan barang pesanan,

Akan penghibur duka di dadaku,

Kekasihku, anakku, mengapa kian?

Sebagai enak melalui sedikit,

Akan rumah kamu berdua,

Tak anak tak insaf sakit,

Yang diderita orang tua.

Tangan kecil lemah tergantung,

Tak diangkat memeluk ibumu,

Menyapu dadanya, menyapu jantung,

Hiburkan hatinya, sayangkan ibumu.

Selekas anakda datang,

Selekas anakda pulang,

Tinggalkan ibu sakit terlentang,

Tinggalkan bapa sakit mengenang.

Selamat datang anakda kami,

Selamat jalan kekasih hati.

Anak kami Tuhan berikan,

Anak kami Tuhan panggilkan,

Hati kami Tuhan hiburkan,

Nama Tuhan kami pujikan.

Sajak di atas mengandung kesedihan atau harapan Tatengkeng ketika anaknya meninggal.

Menurut Usman Effendi, dalam sajak di atas dilukiskan bermacam-macam perasaan. Dalam bait ke-1, ke-2, dan sebagian dari bait ke-3 digambarkan perasaan orang tua pada waktu anaknya lahir.

Dalam bait ke-4 sampai bait ke-8 digambarkan perasaan sedih orang tua ditinggalkan dan tak dihiraukan oleh anaknya. Dalam bait ke-9 digambarkan bahwa anak bagi orang tua pada masa Tatengkeng hanya mempunyai dua kemungkinan yaitu masa datang atau lahir yang menggembirakan dan masa pergi atau perceraian yang menyedihkan. Dalam bait ke-10 disimpulkan bahwa Tuhan selalu berbuat baik dengan memberi, menolong, dan menghibur sehingga sudah pada tempatnyalah bila Tuhan kita puji (1958 : 65).