Bagaimanakah pandangan Islam tentang profesionalisme?

Profesionalisme merupakan sikap dari seorang profesional, dan profesional berarti melakukan sesuatu sebagai pekerjaan pokok, yang disebut profesi, artinya pekerjaan tersebut bukan pengisi waktu luang atau sebagai hobi belaka.

Jika profesi diartikan sebagai pekerjaan dan isme sebagai pandangan hidup, maka profesional dapat diartikan sebagai pandangan untuk selalu berfikir, berpendirian, bersikap dan bekerja sungguh-sungguh, kerja keras, bekerja sepenuh waktu, disiplin, jujur, loyalitas tinggi dan penuh dedikasi demi keberhasilan pekerjaannya.

Bagaimanakah Islam memandang profesionlitas ?

Ajaran Islam sebagai agama universal sangat kaya akan pesan-pesan yang mendidik bagi muslim untuk menjadi umat terbaik, menjadi khalifa, yang mengatur dengan baik bumi dan se isinya. Pesan-pesan sangat mendorong kepada setiap muslim untuk berbuat dan bekerja secara profesional, yakni bekerja dengan benar, optimal, jujur, disiplan dan tekun.

Akhlak Islam yang di ajarkan oleh Nabiyullah Muhammad SAW, memiliki sifat-sifat yang dapat dijadikan landasan bagi pengembangan profesionalisme. Ini dapat dilihat pada pengertian sifat-sifat akhlak Nabi sebagai berikut :

  1. Sifat Kejujuran (shiddiq). Kejujuran ini menjadi salah satu dasar yang paling penting untuk membangun profesionalisme. Hampir semua bentuk uasha yang dikerjakan bersama menjadi hancur, karena hilangnya kejujuran. Oleh karena itu kejujuran menjadi sifat wajib bagi Rasulullah SAW. Dan sifat ini pula yang selalu di ajarkan oleh islam melalui al-Qur’an dan sunah Nabi. Kegiatan yang dikembangkan di dunia organisasi, perusahan dan lembaga modern saat ini sangat ditentukan oleh kejujuran. Begitu juga tegaknya negara sangat ditentukan oleh sikap hidup jujur para pemimpinnya. Ketika para pemimpinya tidak jujur dan korup, maka negara itu menghadapi masalah nasional yang sangat berat, dan sangat sulit untuk membangkitkan kembali.

  2. Sifat Tanggung jawab (amanah). Sikap bertanggung jawab juga merupakan sifat akhlak yang sangat diperlukan untuk membangun profesionalisme. Suatu perusahaan/organisasi/lembaga apapun pasti hancur bila orang-orang yang terlibat di dalamnya tidak amanah.

  3. Sifat Komunikatif (tabligh). Salah satu ciri profesional adalah sikap komunikatif dan transparan. Dengan sifat komunikatif, seorang penanggung jawab suatu pekerjaan akna dapat menjalin kerjasama dengan orang lain lebih lancar. Ia dapat juga meyakinkan rekanannya untuk melakukan kerja sama atau melaksanakan visi dan misi yang disampaikan. Sementara dengan sifat transparan, kepemimpinan di akses semua pihak, tidak ada kecurigaan, sehingga semua masyarakat anggotanya dan rekan kerjasamanya akan memberikan apresiasi yang tinggi kepada kepemimpinannya.

  4. Sifat Cerdas (fathanah). Dengan kecerdasannya seorang profesional akan dapat melihat peluang dan menangkap peluang dengan cepat dan tepat. Dalam sebuah organisasi, kepemimpinan yang cerdas akan cepat dan tepat dalm memahami problematika yang ada di lembaganya. Ia cepat memahami aspirasi anggotanya, sehingga setiap peluang dapat segera dimanfaatkan secara optimal dan nasalah dapat dipecahkan dengan cepat dan tepat sasaran.

    Pekerjaan harus dilakukan berdasarkan keahlian. Seperti sabda Nabi, “Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancuran.” (Hadist Bukhari).

    Selain itu, suatu pekerjaan haruslah berdasarkan kesadaran dan pengetahuan yang memadai. Sebagaimana firman Allah yang artinya,

    Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya. (QS. al-Isra :36).

  5. Bersikap Positif dan Berfikir Positif (husnuzh zhan). Berpikir positif akan mendorong setiap orang melaksanakan tugas-tugasnya lebih baik. Hal ini disebabkan dengan bersikap dan berfikir positif mendorong seseorang untuk berfikir jernih dalam menghadapi setiap masalah. Husnuzh zhan tersebut, tidak saja ditujukan kepada sesama kawan dalam bekerja, tetapi yang paling utama adalah bersikap dan berfikir positif kepada Allah SWT. Dengan pemikiran tersebut, seseorang akan lebih lebih bersikap objektif dan optimistik. Apabila ia berhasil dalm usahanya tidak menjadi sombong dan lupa diri, dan apabila gagal tidak mudah putus asa, dan menyalahkan orang lain. Sukses dan gagl merupakan pelajaran yang harus diambil untuk menghadapi masa depan yang lebih baik, dengan selalu bertawakal kepada Allah SWT.

  6. Memperbanyak Shilaturahhim. Dalam Islam kebiasaan shilaturrahim merupakan bagian dari tanda-tanda keimanan. Namun dalam dunia profesi, shilaturahhim sering dijumpai dalam bentuk tradisi lobi. Dalam tradisi ini akan terjadi saling belajar.

  7. Disiplin Waktu dan Menepati Janji. Begitu pentingnya disiplin waktu, al-Qur’an menegaskan makna waktu bagi kehidupan manusia dalam surat al-Ashr, yang diawali dengan sumpah ”Demi Waktu”. Begitu juga menepati janji, al-Qur’an menegaskan hal tersebut dalam ayat pertama al-Maidah, sebelum memasuki pesan-pesan penting lainnya.

    Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. (Al-Maaidah : 1).

    Yang dimaksud aqad-aqad adalah janji-janji sesama manusia.

  8. Bertindak Efektif dan Efisien. Bertindak efektif artinya merencanakan, mengerjakan dan mengevaluasi sebuah kegitan dengan tepat sasaran. Sedangkan efisien adalah penggunaan fasilitas kerja dengan cukup, tidak boros dan memenuhi sasaran, juga melakukan sesuatu yang memang diperlukan dan berguna. Islam sangat menganjurkan sikap efektif dan efesien.

  9. Memberikan Upah Secara Tepat dan Cepat. Ini sesuai dengan Hadist Nabi, yang mengatakan berikan upah sesuai kadarnya, akan mendorong seseorang pekerja atau pegawai dapat memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya secara tepat pula. Sementara apabila upah ditunda, seorang pegawai akan bermalas-malas karena dia harus memikirkan beban kebutuhannya dan merasa karya-karyanya tidak dihargai secara memadai.

Referensi

Zuhdi, M. Najmuddin. 2004, Ber-Islam : Menuju keshalehan individual dan sosial., Surakarta: Lembaga Studi Islam.

Profesionalisme berasal dari kata profesional yang mengandung arti berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya. Kata profesional diartikan pula sebagai suatu pekerjaan yang dilaksanakan secara penuh (full-time). Profesional juga diartikan bekerja dengan maksimal serta penuh komitmen dan kesungguhan.

Dalam terminologi Islam, kata profesional disamakan dengan itqân. Itqân berarti doing at the best possible quality. Bekerja secara itqân artinya mencurahkan pikiran terbaik, fokus terbaik, koordinasi terbaik, semangat terbaik dan dengan bahan baku terbaik. Itqân juga memiliki makna profesionalisme dan spesialisasi.

Dalam dunia kerja, orang yang bekerja pada profesi tertentu disebut profesional. Oleh karena itu, seorang profesional menunjukkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap lebih dibanding pekerja lainnya. Seorang dikatakan profesional jika ia mahir dalam bidang pekerjaannya. Jika orang mengatakan bahwa pekerjaan seseorang itu dilakukan tanpa keahlian atau tidak bersungguh-sungguh maka pekerjaan itu disebut juga “tidak profesional”.

Dalam hadits Rasulullah digambarkan bahwa Allah menyukai seorang hamba yang melakukan sesuatu secara itqân atau memberikan kualitas terbaik :

Artinya :

Sesungguhnya Allah telah mewajibkan supaya selalu bersikap baik terhadap setiap sesuatu. (HR. Muslim)

Berdasarkan hadist di atas, semakin menjelaskan kepada kita, bahwa Islam adalah agama yang meletakkan dan menekankan nilai-nilai profesionalitas dalam setiap pekerjaan yang dilakukan oleh umatnya. Profesional juga merupakan ciri implementasi dari tingkatan seseorang yang mencapai tingkatan ihsân, yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari pada iman dan Islam.

Sebagai konsekuensi iman, seorang mukmin tidak merasa cukup hanya dengan melakukan pekerjaan sekedarnya saja, tetapi ia akan melakukannya secara profesional dan sungguh-sungguh, mengerahkan segala kemampuannya untuk kebaikan dan akurasi pekerjaannya. Ihsan dalam bekerja merupakan suatu yang diwajibkan bagi setiap muslim.

Bahkan dalam Islam, orang yang melakukan suatu pekerjaan sangatlah dituntut untuk berlaku sesuai pada profesinya masing-masing (profesional) dan peringatan keras bagi mereka yang tidak mengindahkan himbauan ini.

Sebagaimana sabda Rasulullah dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari :

Rasulullah SAW bersabda : “Jika sebuah urusan diberikan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya” (HR Bukhari).

Sifat profesionalisme dalam Islam ini digambarkan dalam Alquran surat al-Israa’ ayat 84 :

Katakanlah: “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing- masing”. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.

Pada ayat di atas, dikemukakan bahwa setiap orang beramal dan berbuat sesuai dengan kemampuan. Hal ini berarti bahwa seseorang harus bekerja dengan penuh ketekunan dengan mencurahkan seluruh keahliannya. Jika seseorang bekerja sesuai dengan kemampuannya, maka akan melahirkan hal-hal yang optimal dan terbaik.

Inti profesionalisme dalam Islam setidaknya dicirikan oleh tiga hal, yaitu :

  1. Kafa’ah, yaitu cakap atau ahli dalam bidang pekerjaan yang dilakukan.

  2. Himmatul-‘amal, yaitu memiliki semangat atau etos kerja yang tinggi.

  3. Amanah, yaitu bertanggung jawab dan terpercaya dalam menjalankan setiap tugas atau kewajibannya. Amanah adalah sikap terpercaya yang muncul dari pribadi seorang muslim yang tidak suka melakukan penyimpangan dan penghianatan. Hal ini didorong oleh pengertian di dalam dirinya bahwa ketaatan adalah ciri pribadi muslim.

Dalam mewujudkan profesionalisme sebagaimana yang dicirikan dalam tiga hal di atas, Islam memberikan tuntunan yang sangat jelas, yaitu :

  1. Kafa’ah diperoleh melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Seseorang dikatakan profesional jika ia selalu bersemangat dan sungguh- sungguh dalam bekerja. Pebisnis muslim yang sungguh-sungguh menerapkan profesionalisme kafa’ah akan menjadikan setiap aktivitas dalam bekerja merupakan bagian dari ibadah. Hasil usaha yang yang diperoleh seseorang muslim dari kerja kerasnya merupakan penghasilan yang paling mulia.

  2. Himmatul-‘amal diraih dengan jalan menjadikan motivasi ibadah sebagai pendorong utama dalam bekerja di samping motivasi ingin mendapatkan penghargaan (reward) dan menghindari hukuman (punishment).

    Motivasi ini penting bagi setiap diri pebisnis agar mampu membentuk mental entrepreneurship dalam pengelolaannya. Dorongan motivasi yang berlandaskan iman kepada Allah SWT, maka pebisnis selalu optimis dalam usahanya dan membentuk pribadi yang bersyukur atas setiap rezeki yang diberikan.

  3. Amanah yang diperoleh dengan menjadikan tauhid sebagai unsur pengontrol utama tingkah laku. Realita yang terlihat sekarang ini adalah banyak orang mempunyai etos kerja yang tinggi, tapi tidak mempunyai amanah sehingga mempergunakan keahliannya dalam hal kejahatan. Oleh karena itu, sifat amanah sangat penting dimiliki oleh pebisnis muslim. Jika sikap ini sudah dimiliki oleh pebisnis, maka ia selalu menyadari bahwa apa pun aktivitas yang dilakukan akan diketahui oleh Allah SWT.

Ciri Muslim Profesional


Untuk dapat mewujudkan seorang muslim yang profesional, kita senantiasa merujuk pada yang dicontohkan Rasulullah SAW dengan karakter yang ada pada diri beliau. Karakter ini mencakup sifat-sifat Nabi yang mulia, yaitu siddîq, amânah ,fathânah dan tablîgh. Selain keempat sifat di atas Hafidhuddin dan Hendri Tanjung menambahkan istiqamah sebagai karakter seorang pebisnis muslim.

Hal ini senada dengan Toto Tasmara bahwa antara profesionalisme dan akhlak adalah dua hal yang bersinggungan. Penghayatan terhadap nilai/makna hidup, agama, pengalaman dan pendidikan harus diarahkan untuk menciptakan sikap kerja profesional, sedangkan apresiasi nilai yang bersifat aplikatif akan membuahkan akhlakul karimah.

Kelima akhlak ini diuraikan sebagai berikut :

  1. Kejujuran (siddîq). Hal ini berarti memiliki kejujuran dan selalu melandasi ucapan, keyakinan serta perbuatan berdasarkan ajaran Islam. Tidak ada kontradiksi dan pertentangan yang disengaja antara ucapan dan perbuatan. Bersungguh-sungguh bekerja merupakan ciri khas profesional. Namun apa artinya kesungguhan itu jika tidak dibarengi dengan sikap jujur. Kejujuran adalah modal sangat berharga bagi setiap manusia dalam menjalankan seluruh aktivitas kehidupannya. Profesi apapun yang ditekuninya, seyogyanya sifat jujur senantiasa menghiasi dirinya. Al-Qur’an memuji orang-orang yang selalu berperilaku jujur.

    Terjemahnya :

    “Ini adalah hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang jujur (disebabkan) kejujuran mereka. Bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah karena Allah Ridha kepada merekadan mereka pun ridha kepada-Nya. Dan itulah keberuntungan yang paling besar,” (QS. al-Mâidah: 119).

    Dalam dunia kerja dan usaha, kejujuran ditampilkan dalam bentuk kesungguhan dan ketepatan (mujahadah dan itqan), baik ketepatan waktu, janji, pelayanan, pelaporan, mengakui kelemahan dan kekurangan (tidak ditutup-tutupi) untuk kemudian diperbaiki secara terus menerus, serta menjauhkan diri dari berbuat bohong dan menipu.

  2. Amanah (al-amânah) atau dapat dipercaya. Amanah merupakan nilai sentral yang terkandung dalam etika profesi. Amanah mengandung beberapa pengertian :

    • Amanah mengandung arti ‘iman”, dan karena itu amanah adalah sikap orang percaya kepada Tuhan, kebenaran dan nilai-nilai yang baik, seperti kejujuran, keadilan, kebenaran, ketaatan dan sebagainya.

    • Amanah juga mengandung arti “dapat dipercaya” (trust) sehingga seorang yang memegang amanah adalah orang yang dapat dipercaya.

    • Amanah mengandung persyaratan “keahlian”, karena keahlian menjadi seseorang untuk dapat dipercaya dalam menunaikan suatu tugas.

    • Amanah adalah nilai yang hanya mengandung arti dalam konteks hubungan sosial. Amanah berkaitan dengan kewajiban kepada umum. Makin tinggi tanggung jawab suatu profesi kepada umum, makin berat amanah itu untuk dipikul.

    Salah satu komitmen penting yang harus kita bangun dalam karir hidup kita, adalah membangun kepercayaan orang lain. Nabi Muhammad SAW berhasil menuai sukses, dalam sisiapapun, setelah beliau berhasil membangun kepercayaan orang lain terhadap dirinya. Memang, komitmen dan kesuksesan hanya akan datang jika kita memiliki kredibilitas dan dipercaya.

    Dalam pandangan Islam, profesionalisme tak dapat dipisahkan dari amanah. Sebab, sifat inilah yang akan selalu membingkai profesionalitas pekerjaan kita agar tetap berada di jalur yang benar. Orang yang tidak amanah berarti tidak profesional dalam menjalankan tugasnya. Rasulullah SAW menjelaskan dalam sebuah haditsnya :

    "Apabila amanah telah disia-siakan, tunggulah saat kehancurannya” (HR Bukhari).

    Unsur profesionalisme dalam perspektif seorang muslim mencakup iman, dapat dipercaya, memerlukan keahlian dan mengandung tanggung jawab sosial. Kesemua unsur ini saling mendukung.

    Konsekuensi amanat adalah mengembalikan setiap hak kepada pemiliknya baik sedikit ataupun banyak, tidak mengambil lebih banyak dari yang ia miliki, dan tidak mengurangi hak orang lain baik berupa hasil penjualan, fee, jasa atau upah buruh, terlebih lagi dalam kerjasama ekonomi, nilai amanah ini adalah salah satu kunci keberhasilan kerjasama tersebut.

  3. Cerdas dan Bijaksana (fathânah). Fathanah berarti mengerti, memahami dan menghayati secara mendalam segala hal yang menjadi tugas dan kewajiban. Sifat ini akan menumbuhkan kreativitas dan kemampuan untuk melakukan berbagai macam inovasi yang bermanfaat.

    Kreatif dan inovatif hanya mungkin dimiliki ketika seorang selalu berusaha untuk menambah berbagai ilmu pengetahuan, peraturan dan informasi baik yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun perusahaan secara umum. Fathanah bukan hanya sekedar bermakna cerdas tetapi juga visioner dan inovatif, tanggap menangkap peluanguntuk maju serta menciptakan sesuatu yang tepat guna, efisien dan berdaya saing tinggi.

  4. Keterbukaan dan Transparansi (tablîgh). Secara harfiah, tabligh bermakna menyampaikan sesuatu apa adanya, tanpa ditutup-tutupi. Dalam konteks bisnis, pemahaman tabligh bisa mencakup argumentasi dan komunikasi. Penjual hendaknya mampu mengkomunikasikan produknya dengan strategi yang tepat, baik media yang digunakan, segmentasi pasar, target daya beli dan lain sebagainya yang berkaitan dengana pemasaran. Dengan sifat tabligh, seroang pebisnis diharapkan mampu menyampaikan keunggulan produk dengan menarik dan tepat sasaran tanpa meninggalkan kejujuran dan kebenaran serta mampu memberikan pemahaman tentang bisnis yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

  5. Istiqamah (kuat pendirian). Pribadi muslim yang profesional dan berakhlak memiliki sikap konsisten, yaitu kemampuan untuk bersikap secara taat asas, pantang menyerah dan mampu mempertahankan prinsip serta komitmennya walau harus berhadapan dengan risiko yang membahayakan dirinya. Mereka mampu mengendalikan diri dan mengelola emosinya secara efektif.

    Tetap teguh pada komitmen, positif dan tidak rapuh walaupun berhadapan dengan situasi yang menekan. Sikap konsisten telah melahirkan kepercayaan diri yang kuat dan memiliki integritas serta mampu mengelola stres dengan tetap penuh gairah. Istiqamah dalam kebaikan ditampilkan dengan keteguhan, kesabaran serta keuletan sehingga mnghasilkan sesuatu yang optimal.

Jelasnya, untuk menjadi profesional, seorang muslim hendaknya mempunyai lima karakter sebagaimana disebutkan di atas. Kelima sifat itu merupakan sifat utama pribadi Rasulullah SAW, yang juga merupakan kunci penting untuk memenangkan persaingan, khususnya di era perdagangan global. Selain dari terpenuhinya kelima nilai inti tersebut, seorang profesional muslim hendaknya juga mempertahankan tujuan inti. Tujuan intinya hanyalah mengabdikan diri pada Allah SWT sebagaimana disebutkan dalam QS.adz-Dzariyât ayat 56 :

“Dan tidak Aku ciptakan golongan jin dan manusia selain untuk mengabdi kepada-Ku,”