Bagaimanakah kosep politik yang dikemukakan oleh Plato?

Plato

Plato banyak berbicara tentang negara ideal. Lalu bagaimanakah kosep politik yang dikemukakan oleh Plato itu sendiri?

Setelah kematian filsuf Socrates yang terkenal dengan pemikirannya tentang suatu kabajikan (virtue), tidak hanya berhenti pada saat itu. Pemikiran Socrates itu akhirnya diturunkan oleh seorang muridnya yang bernama Plato.

Plato merupakan murid setia Socrates yang banyak mewarisi keilmuan dan filsafat gurunya Socrates. Yang kita tahu bahwa seorang Socrates tidak pernah menuliskan pemikiran-pemikirannya kedalam sebuah bentuk tulisan, akhirnya Plato mempunyai dan mampu untuk melestarikan pemikiran-pemikiran Socrates ke dalam karya-karyanya. Ajaran Socrates keajikan adalah pengetahuan yang diterima Plato hamper secara taken for granted.

Menurut Plato, Negara ideal menganut prinsip mementingkan kebajikan. Karena kebajikan menurut plato sebuah pengetahuan. Segala hal yang dilakukan atas nama Negara haruslah dimaksudkan untuk mencapai kebajikan itu. Menurut Plato tidak ada cara lain yang paling efektif mendidik warga Negara untuk menguassai pengetahuan kecuali dengan membangun lembaga-lembaga pendidikan itu.

Plato juga beranggapan bahwa munculnya Negara karena adanya hubungan timbal-balik dan rasa membutuhkan antara sesama manusia. Karena manusia tidak dapat hidup tanpa adanya manusia lain. Negara dalam hal ini berkewajiban memperhatikan penukaran timbak balik ini dan harus berusaha agar semua kebutuhan masyarakat terpenuhi sebaik-baiknya.

Negara ideal Plato juga didasarkan pada prinsip atas larangan pemilikan pribadi, baik dalam bentuk uang, harta, keluarga, anak dan istri. Inilah yang disebut nihilisme social yang menurut Plato menghindarkan Negara dari berbagai pengaruh erosive dan destruktif yang pada akhirnya akan mencipatakan disintegrasi Negara kota.

Dalam konteks inilah plato juga mengemukakan gagasan tentang hak kepemilikan bersama, kolektivisme, atau komunisme. Intinya adalah gagasan anti individualisme. Plato juga mengungkapakan bahwa system Negara demokrasi akan melahirkan pemerintahan tirani dan juga dalam Negara demokrasi, kebebasan individual dan pluralism politik adalah dewa yang dianggungkan.

Semua warga Negara memiliki kebebasan dalam mengekspresikan aspirasi tanpa merasa khawatir akan intervensi Negara terhadap kebebasannya itu. Dalam istilah plato demokrasi itu “penuh sesak dengan kemerdekaan dan kebebasan berbicara dan setiap oarng dapat berbuat sekehendak hatinya” dan akhirnya kekerasan dibenarkan atas nama kebebasan dan persamaan hak.

Dalam Gagasan Plato tentang masyarakat persemakmuran, yang hidup bersama, dengan pembatasan hak milik dan penghapusan institusi keluarga, dalam batas-batas tertentu sudah dicoba diterapkan di negara-negara komunis, seperti Uni Soviet dan negara-negara di Eropa Timur. Eksperimen itu sudah gagal, dengan runtuhnya komunisme di Uni Soviet dan Eropa Timur.

Murid Plato, Aristoteles, juga pernah mengeritik pemikiran Plato ini. Aristoteles mengatakan, tujuan Plato –di mana seluruh warganegara bisa merasakan semua rasa senang dan sedih bersama— itu tak akan bisa diwujudkan.

Namun, gagasan Plato tentang komunitas masyarakat yang sama rata dan sama rasa itu juga bisa kita pahami sebagai usahanya menciptakan harmoni. Cara Plato untuk menciptakan harmoni adalah dengan menyingkirkan elemen-elemen demokrasi atau kebebasan perseorangan yang berpotensi merusak.

Plato mencoba menunjukkan kelemahan ide demokrasi, dengan cara menempatkan demokrasi itu ke wujud ekstrem. Kebebasan demokratis, jika diperlakukan seperti itu, akan mendorong etos serba permisif, yang pada dasarnya bersifat anarkis. Jadi Plato mau mengatakan bahwa demokrasi secara inheren menjurus ke pluralitas jalan hidup yang korosif. Dampak semacam inilah yang mau dihindari Plato, dengan membentuk masyarakat yang sama rata dan sama rasa tersebut.

Gagasan Plato ini tidak lantas mati atau kehilangan relevansi begitu saja. Krisis ekonomi dahsyat yang melanda ekonomi Amerika dan bagian dunia lain, termasuk Indonesia, di penghujung 2008 ini dipandang berawal dari sifat rakus dan tamak, yang inheren dalam nilai-nilai kapitalisme dan kebebasan yang tak terkontrol.

Pemikiran politik Plato diawali karena adanya kondisi dimana dominasi politik dan kekuasaan negara sangatlah besar terhadap masyarakat sipil (civil society) . Fenomena inilah membuat Plato kecewa, karena ia menyaksikan bagaimana negara telah dijadikan alat untuk memuaskan keinginan para penguasa. Ia juga melihat betapa buruknya sistem pemerintahan yang ada pada masa itu. Negara menjadi rusak dan buruk akibat penguasa yang korup.

Menurut hemat Plato, nasib Athena hanya dapat tertolong dengan mengubah sama sekali dasar hidup rakyat dan sistem pemerintahan. Itulah alasan baginya untuk menciptakan bentuk suatu negara yang ideal.

Jostein Gaarder penulis buku “Sophie’s World” mengatakan bahwa negara ideal yang dimaksud Plato tersebut adalah negara bayangan dan ideal atau yang dinamakan dengan negara utopis, yakni sebuah negara yang diperintah oleh para filsuf. Bagi Plato mereka inilah yang dipandang mampu menuntun akalnya menuju kebijaksanaan. Terciptanya sebuah negara yang baik tergantung pada apakah negara itu diperintah oleh akal. Sebagaimana kepala mengatur tubuh, maka filsuflah yang harus mengatur masyarakat.

Plato berpendapat bahwa negara dan manusia memiliki persamaan, oleh sebab itu masalah moralitas haruslah merupakan yang paling utama yang harus diperhatikan dalam kehidupan bernegara, bahkan harus menjadi yang paling hakiki dalam keberadaan hidup para penguasa dan seluruh warga negara selaku manusia. Bagi Plato negara ideal adalah suatu komunitas etikal untuk mencapai kebajikan dan kebaikan. Inilah pengertian negara menurut Plato.

Selanjutnya, menurut Plato, negara ideal pada hakikatnya adalah suatu keluarga. Ia mengatakan: “… di dalam negara kamu semua bersaudara.

Karenanya setiap warga negara haruslah bersikap kekeluargaan yang mencerminkan adanya kerukukunan dan keharmonisan antara sesama. Baik di kalangan elite pemerintahan maupun rakyat.

Plato

Asal-mula Negara


Organisasi kelompok merupakan suatu kebutuhan bagi kehidupan manusia. Manusia adalah makhluk sosial politik. Manusia diciptakan Tuhan dalam keadaan yang hanya mungkin hidup dan bertahan dengan bantuan orang lain. Untuk mencukupi kebutuhan makan sehari saja diperlukan banyak bantuan dari pihak lain. Demikian juga untuk menjamin keamanan jiwa, tiap orang memerlukan bantuan dari sesamanya untuk pembelaan diri dari ancaman. Di sinilah perlunya ada negara untuk mengatur lalu lintas aktivitas kerjasama agar tercapai tujuannya.

Masyarakat Athena, selama berabad-abad, dari satu generasi ke generasi berikutnya, meneruskan kepercayaan mereka yang mengata- kan bahwa negara Athena diciptakan oleh dewa Kekrops yang kemudian menjadi raja Athena yang pertama.

Pada zaman Socrates dan Plato, doktin teokratis tentang asal-mula negara yang demikian itu telah memudar popularitasnya oleh karena munculnya ajaran kaum sofis. Protagoras, seorang tokoh terkemuka kaum sofis, mengatakan bahwa negara dicipta oleh manusia itu sendiri. Pada mulanya manusia hidup sendiri-sendiri, namun ternyata hidup sendiri-sendiri itu mengundang terlalu banyak gangguan dan kesulitan, terutama yang berasal dari luar dirinya sendiri, misalnya gangguan binatang buas, bencana alam, dan lain-lain. Menyadari bahwa manusia secara sendiri-sendiri begitu sulit untuk menguasai gangguan dan kesulitan serupa itu, maka manusia mulai hidup berkelompok dan kemudian membentuk negara.

Ajaran Protagoras ini ternyata cukup mempengaruhi pemikiran Plato. Ia membenarkan ajaran Protagoras yang mengatakan bahwa negara dicipta atau dibentuk oleh manusia. Namun Plato melihat bahwa gangguan dan kesulitan yang harus diatasi oleh manusia bukan hanya berasal dari dirinya sendiri. Bagi Plato, asal-mula negara dimulai dengan keinginan dan kebutuhan manusia yang begitu banyak dan beranekaragam yang tidak dapat terpenuhi dan terpuaskan oleh kekuatan dan kemampuan diri sendiri.

Keinginan dan kebutuhan tersebut tidak hanya dapat dipenuhi apabila manusia bersatu dan bekerjasama untuk dapat saling mencukupi kekurangannya masing-masing, maka bagi Plato, negara haruslah dilihat sebagai suatu sistem pelayanan yang mengharuskan setiap warga negara secara bertanggung jawab, saling mengerti, saling memberi dan menerima, saling menukar jasa, saling memperhatikan kebutuhan sesama warga, dan saling membangun.

Dengan demikian jelas terlihat bahwa negara ideal Plato bukanlah negara khayalan (utopis). Adalah suatu kekeliruan yang amat besar apabila ada orang yang mengira bahwa Plato menciptakan negara idealnya itu sebagai tempat pelarian dari berbagai kenyataan yang tak dapat disenanginya dan pengalaman pahit yang begitu menyakitkan hatinya agar ia dapat tenggelam ke dalam dunia impian dan khayalan yang mengasikkan. Sesungguhnya Plato berusaha menciptakan suatu negara ideal yang realistik.

Plato

Tujuan Negara


Bilamana Plato mengatakan bahwa asal mula negara itu terletak dalam keinginan dan kebutuhan manusia, maka itu berarti bahwa negara dibentuk oleh dan untuk manusia. Sesuai dengan ajaran etik yang dikembangkannya, bagi Plato tujuan negara sinkron dengan tujuan hidup manusia, yaitu kesenangan dan kebahagiaan seluruh warga negara.

Mohammad Hatta menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kesenangan hidup oleh Plato itu bukanlah memuaskan hawa nafsu di dunia ini. Akan tetapi kesenangan hidup diperoleh dengan pengetahuan yang tepat tentang nilai barang-barang yang dituju. Di bawah cahaya ide kebaikan orang harus mencapai terlaksananya keadilan dalam pergaulan hidup. Apa yang baik bagi masyarakat, baik pula bagi orang-seorang. Antara kepentingan orang-seorang tidak boleh ada pertentangan.

Dalam kaitan ini Plato kembali menyebutkan salah satu persoalan pokok di dalam negara, yakni keselamatan rakyat yang diperintah, bukan keselamatan orang yang memerintah. Orang-orang yang memerintah haruslah mempersembahkan hidup mereka bagi pemerintahan dengan mengorbankan kepentingan diri sendiri.

Untuk mencapai kesenangan dan kebahagiaan hidup, sebagai- mana dijelaskan di atas, manusia harus memiliki pengetahuan yang akan menjadikannya bijak untuk menyelami segala sesuatu sampai kepada idenya. Karena ide yang tertinggi berada di dunia ide ialah ide kebaikan, maka kesenangan dan kebahagiaan hidup yang sesungguhnya terletak pada keberhasilannya untuk menghidupi suatu kehidupan yang penuh dengan kebaikan. Dalam konteks ini, maka negara ideal adalah negara yang dipenuhi oleh kebaikan dan kebajikan. Lebih rinci lagi dalam bukunya Republic , Plato memaparkan negara haruslah bersendikan keadilan, kearifan, keberanian atau semangat dan pengendalian diri dalam menjaga keselarasan dan keserasian hidup bernegara. Hanya negara yang demikian itulah yang sanggup mengupayakan kesenangan dan kebahagiaan hidup yang sejati bagi setiap warganya.

Akhirnya Plato berharap bahwa setiap warga negara haruslah melaksanakan kewajibannya, dan sebaliknya negara haruslah menunaikan hak warganya. Negara ideal harus dapat mendudukkan hak dan kewajiban pada tempat yang tepat dan mengatur serta menjaga agar keduanya senantiasa selaras dan serasi, karena hanya dengan cara itulah negara dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan fungsinya untuk mencapai tujuan yang diidamkan oleh seluruh warga negara.

Referensi :

  • J.H. Rapar, Filsafat Politik Plato, (Jakarta: CV. Rajawali, 1991), Cet. ke-3
  • Jostein Gaarder, Sophie’s World, diterjemahkan oleh Rahmani Astuti dengan judul Dunia Sophie : Sebuah Novel Filsafat , (Bandung: Mizan, 1998), Cet. ke-5.