Bagaimanakah Konsep Perubahan Makna dalam Linguistik?


Bahasa itu relatif berubah. Perubahan bahasa berupa penggantian ciri-ciri bahasa dari satu tahap ke tahap lain. Perubahan bahasa dapat terjadi di alam dua lapisan, baik lapisan bentuk maupun lapisan makna. Perubahan bentuk bahasa akan mengakibatkan perubahan maknanya.

Bagaimanakah konsep perubahan makna dalam linguistik?

PELANCAR PERUBAHAN MAKNA

Ullmann (1972:193) menyebutkan enam faktor yang memperlancar perubahan makna, yakni bahasa berkembang, bahasa bersifat samat, bahasa bersifat taksa, bahasa kehilangan motivasi, bahasa memiliki struktur leksikal, dan bahasa bermakna ganda.

1. Bahasa itu berkembang

Bahasa berubah dari satu masa ke masa lainnya seperti yang dikatakan Meilet, “A language is change this continous way form one generation to another”. Perubahan bahasa karena perjalanan waktu dapat terjadi dalam bentuk maupun maknanya. Kajian perubahan bentuk dan makna kata secara historis disebut etimologi. Misalnya, kata ‘wanita’ yang berkonotasi tinggi berasal dari kata betina yang berkonotasi rendah.

2. Bahasa bersifat samar

Makna kata dalam suatu bahasa berubah karena dalam behasa terdapat bentuk samar (vagueness). Misalnya, kata ‘anu’ dan yang itu dalam kalimat berikut bersifat samar.

  • Man, anunya sudah diambil?
  • Apa, Mas, yang itu?

Akibat samar atau kaburnya maksud yang dikandung oleh kedua bentuk bahasa di atas, maka akan timbul perubahan makna. Perubahan itu bisa muncul karena pesapa bisa memberikan tafsiran yang berbeda dengan maksud penyapa.

3. Bahasa bersifat taksa

Bentuk taksa atau ambiguitas adalah bantuk bahasa yang menimbulkan berbagai tafsiran. Misalnya, kata menggulai dalam kalimat:

  • Ibu sedang menggulai kambing di dapur.

Setidak-tidaknya mengandung dua tafsiran atau makna , yakni (a) ‘membuat gulai’ dan (b) ‘memberi gula’.

4. Bahasa kehilangan motivasi

Dalam perkembangan kajian bahasa di Yunani dibedakan dua pandangan tentang makna, yakni pandangan naturalistik dan pandangan konvensionalistik. Pandangan naturalistik beranggapan bahwa antara bunyi dan makna memiliki hubungan. Misalnya, kata cecak muncul akibat ada binatang yang berbunyi cak-cak-cak. Kata seperti itu disebut kata yang memiliki dasar (motivasi), yangbiasanya disebut gejala onomatope.

Suatu kata kadang-kadang kehilangan motivasi atau tidak diketahui lagi asal-usul bentuk dan bunyinya. Jika terjadi demikian, maka kata itu mudah berubah. Misalnya, kata buah dalam ungkapan buah baju sudah kehilangan motivasi. Hal ini sesuai dengan pandangan konvensinalistik bahwa hubungan antara bunyi dan makna bersifat konvensional, sesuai dengan perjanjian sosial. Dengan kata lain, tidak ada hubungan langsung antara bunyi dan maknanya.

5. Bahasa memiliki struktur leksikal

Struktur leksikal adalah berbagai hubungan makna dalam leksikon atau kosa kata seperti sinonimi, antonimi, homonimi, hiponimi, dan polisemi. Akibat adanya struktur leksikal, makna dalam suatu bahasa akan mudah berubah. Misalnya, kata buku bermakna ‘batas ruas’ dan bisa juga bermakna ‘kitab’. Jika digunakan dalam kalimat akan mengubah makna.

6 Bahasa bermakna ganda

Istilah makna ganda atau aneka makna lazimnya disebut polisemi. Sebenarnya polisemi termasuk struktur leksikal. Katakata yang bermakna ganda atau berpolisemi jika dipakai dalam kalimat akan mempermudah perubahan makna, setidak-tidaknya karena tafsiran yang berbeda dari pesapanya. Misalnya, kata korban dalam kalimat berikut dapat mengubah makna.

  • Sekarang dia yang menjadi korban.\

PENYEBAB PERUBAHAN MAKNA

Makna kata dalam sebuah bahasa sering mengalami perubahan. Perubah-an itu dapat terjadi karena berbagai faktor, antara lain: faktor linguistik, faktor historis, faktor sosiologis, faktor psikologis, faktor bahasa asing, dan faktor kebutuhan leksem baru.

1. Faktor Linguistik

Kata dalam suatu bahasa berubah maknanya karena digunakan dalam struktur bahasa, biasanya akibat pertemuan unsur bahasa yang satu dengan unsur bahasa yang lainnya. Perubahan makna karena faktor linguistik dapat terjadi dalam tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis. Misalnya, kata tani (tindakan) jika dipertemukan dengan morfem pe- menjadi kata petani berubah maknanya menjadi ‘tukang/pelaku’.

2. Faktor Historis

Makna suatu kata atau leksem bisa berubah karena adanya perjalanan waktu atau faktor historis, yakni dipakai dalam kurun waktu yang berbeda. Misalnya, kata gerombolan pada awalnya bermakna "sekumpulan orang-orang’, sedangkan sekarang bermakna ‘sekumpulan orang-orang yang membuat kerusuhan atau kekacauan’.

3. Faktor Sosiologis

Faktor sosiologis berkaitan dengan lingkungan masyarakat pemakai bahasa. Suatu kata atau leksem akan berubah maknanya jika digunakan dalam lingkungan yang berbeda. Misalnya, kata mancing mengandung makna yang berbeda-beda sesuai dengan lingkungan masyarakatnya, antara lain:

  • ‘kongkur, mengail dengan membayar’, untuk lingkungan pemancing
  • ‘kartu kecil untuk mengetahui nasib seseorang’, untuk lingkungan tukang tujum atau ramal
  • *‘memasukkan bensin ke dalam karburator’, untuk lingkungan sopir atau bengkel kendaraan.
  • ‘menyimpan barang untuk mengundang seseorang yang sedang dicari’, di lingkungan masyarakat umum atau kepolisian.

4. Faktor Psikologis

Makna suatu kata atau leksem akan berubah karena adanya faktor kejiwaan atau subyektivitas pemakainya. Ada tiga faktor kejiwaan yang dapat mengubah makna, yakni:

  • Faktor kesopanan (tatakrama): dapat mengubah makna karena adanya nilai rasa yang berbeda. Misalnya, kata dirumahkan untuk mengganti kata ditahan atau dipenjara.
  • Faktor kepercayaan (tabu): dalam masyarakat dapat mengubah makna suatu kata atau leksem. Misalnya, kata harimau diganti dengan kata nenek dengan maksud ‘agar harimau itu menganggap leluhur yang menyebutnya sehingga tidak mengganggu’.
  • Faktor anggapan masyarakat terhadap suatu leksem: juga dapat mengubah makna. Misalnya, kata merah-putih dipakai untuk menggantikan kata keberanian dan kesucian, kata merah jambu untuk menggantikan kata cinta.

5. Faktor Bahasa Asing

Pemakaian kata-kata asing dalam suatu bahasa selain dapat menambah kosa kata suatu bahasa, juga dapat mengubah makna suatu kata. Misalnya, kata canggih, pada awalnya dalam bahasa Jawa bermakna ‘cerewet’, tetapi setelah masuk ke dalam bahasa Indonesia berubah maknanya untuk menggantikan kata Inggris sophisticated ‘jelimet’.

6. Faktor Kebutuhan Leksem Baru

Makna suatu kata akan berubah karena pemakaian kata atau leksem lain yang baru. Penggantian kata-kata lama dengan kata-kata itu lazimnya karena nilai rasanya yang jelek atau keurang enak didengar. Misalnya:

  • lembaga pemasyarakatan = bui, penjara
  • tuna netra = orang buta

TIPE PERUBAHAN MAKNA

Perubahan makna dalam suatu bahasa memiliki berbagai tipe, antara lain:

1. Peninggian Makna (Ameliorasi)

Peninggian makna adalah proses perubahan makna dari makna yang kurang baik (rendah) menjadi makna yang lebih baik (tinggi), dari kata Latin melior ‘lebih baik’. Misalnya, kata wanita lebih tinggi nilai rasanya dari kata perempuan.

2. Penurunan Makna (Peyorasi)

Penurunan makna adalah proses perubahan makna dari makna yang baik (tinggi) menjadi makna yang kurang baik (rendah). Dari bahasa Latin peyor ‘jelek’. Misalnya, kata mampus dirasakan lebih kasar dari kata meninggal, kata beranak dirasakan lebih kasar dari kata melahirkan, dan sebagainya.

3. Pertukaran Makna (Sinestesia)

Pertukaran makna adalah proses perubahan makna yang terjadi sebagai akibat pertukran tanggapan antara dua indera yang berbeda. Misalnya:

  • Suaranya sedap betul didengar.
  • Nasihat guru kami pahit benar.

Baik kata sedap maupun kata pahit sebenarnya merupakan tanggapan indera perasa, tetapi pada kalimat di atas justru dipakai sebagai tanggapan indera pendengar.

4. Persamaan Makna (Asosiasi)

Persamaan makna adalah proses perubahan makna yang terjadi akibat persamaan sifat antara dua kata atau lebih. Misalnya:

  • Jika ingin mudah berkerja, harus memakai amplop.
  • Kursi itu telah lama idam-idamkannya.

Kata amplop pada kalimat di atas berasosiasi dengan ‘uang sogokan’, sedangkan kata kursi berasosiasi dengan ‘kedudukan, jabatan, posisi’

5. Penggantian Makna (Metonimia)

Penggantian makna adalah proses perubahan makna yang terjadi karena hubungan yang erat antara kata-kata yang terlibat dala suatu lingkungan makna yang sama, biasanya diklasifiksikan berdasarkan tempat-waktu, isi-kulit, sebab-akibat, dsb. Misalnya:

  • Istana Merdeka mengganti Presiden RI.
  • Ohm, ampere, watt mengganti istilah dalam elektronik.
Referensi

http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/196302101987031-YAYAT_SUDARYAT/Makna%20dalam%20Wacana/STRUKTUR_MAKNA.pdf