Tidak menutup kemungkinan dalam proses tindak tutur, seseorang akan melakukan penyimpangan kesantunan.
Bagaimana konsep penyimpangan kesantunan dalam tindar tutur?
Tidak menutup kemungkinan dalam proses tindak tutur, seseorang akan melakukan penyimpangan kesantunan.
Bagaimana konsep penyimpangan kesantunan dalam tindar tutur?
Sesuai dengan paham bahwa penggunaan bahasa untuk komunikasi merupakan sebuah fakta sosial, pada perspektif pragmatik penggunaan bahasa tersebut dipandang sebagai tindakan, lazim dikenal dengan tindak tutur (Searle, 1969 dalam Yuniarti, 2010: 17). Namun adakalanya tindak tutur itu tidak jelas konteks situasinya, sehingga interpretasi maknanya pun bisa beragam. Tindak tutur ekspresif Aduh misalnya, dapat diujarkan dengan intonasi berbeda dalam konteks situasi yang berbeda dan memiliki makna berbeda pula, seperti kejengkelan, kesakitan, dan kekaguman
Gunarwan (1994:52) menyebutkan bahwa dalam setiap ujaran manusia terdapat makna tambahan. Makna tambahan ini akan tertangkap oleh pendengar sebagai mitratutur. Makna tambahan ini tidak muncul sebagai akibat adanya aturan semantis ataupun sintaksis, tetapi lebih merupakan penerapan kaidah dan prinsip kerja sama. Prinsip ini oleh Grice (1975) dinamakan prinsip kerja sama atau cooperative principle.
Prinsip kerja sama dari Grice ini adalah: Make your conversational contribution such as required, at the stage at which it occurs, by the accepted purpose or direction of the talk exchange in which you are engaged (Buatlah kontribusi percakapan anda sesuai dengan apa yang dibutuhkan pada saat berbicara dengan mengikuti tujuan percakapan yang anda ikuti). Selanjutnya prinsip kerja sama ini dijabarkan kedalam empat bidal, istilah yang digunakan Gunarwan (1996:1) untuk maksim. Bidalbidal tersebut adalah bidal kuantitas, bidal kualitas, bidal relevansi, dan bidal cara.
Menurut Yuniarti (2010: 17), komunikasi dapat berlangsung dengan baik oleh adanya prinsip kerjasama yang perlu dipatuhi oleh penutur dan petutur. Prinsip kerjasama terkait dengan beberapa bidal (maxims) yang dibedakan ke dalam:
Bidal kuantitas terpenuhi karena informasinya lengkap. Bidal kualitas terpenuhi karena informasinya jelas dan tidak menimbulkan kesenjangan komunikasi. Bidal relevansi terpenuhi karena topiknya relevan dengan tujuan komunikasi, yakni untuk memesan kamar. Bidal cara juga terpenuhi karena masing-masing menggunakan sapaan yang berterima. Orang akan langsung memahami konteks situasi terkait.
Artinya kelancaran komunikasi dalam kegiatan berbahasa tidak hanya ditentukan oleh unsur-unsur kebahasaan secara struktural. Akan tetapi, harus diperhatikan pula prinsip-prinsip penggunaan bahasa oleh penutur dan mitra tuturnya. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip kerjasama dan kesopanan dalam penggunaan bahasa, maka maksud atau pesan yang ingin disampaikan mudah diterima oleh mitra tutur. Meskipun demikian, seorang penutur tidak selamanya mematuhi prinsip-prinsip penggunaan bahasa tersebut (Rustono, 2009:68-69)…
Adakalanya justru seorang penutur melakukan penyimpanganpenyimpangan terhadap prinsip-prinsip penggunaan bahasa. Penyimpangan ini menunjukkan adanya maksud-maksud tertentu yang ingin dicapai oleh penutur. ‘Maksud-maksud tertentu’ yang muncul dalam suatu tindak percakapan inilah yang dinamakan implikatur percakapan (Rustono, 2009:66).