Abdurrahman an-Nahlawi mengatakan metode pendidikan Islam sangat efektif dalam membina akhlak anak didik, bahkan tidak sekedar itu metode pendidikan Islam memberikan motivasi sehingga memungkinkan umat Islam mampu menerima petunjuk Allah.
Menurut Abdurrahman an-Nahlawi metode pendidikan Islam adalah metode dialog, metode kisah Qurani dan Nabawi, metode perumpaan Qurani dan Nabawi, metode keteladanan, metode aplikasi dan pengamalan, metode ibrah dan nasihat serta metode targhib dan tarhib.
1) Metode Dialog Qur’ani dan Nabawi
Dialog ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih melalui tanya jawab mengenai suatu topik mengarah kepada suatu tujuan, yang dikehendaki (dalam hal ini oleh guru). Dalam percakapan itu bahan pembicaraan tidak dibatasi, dapat digunakan berbagai konsep sains, filsafat, seni, wahyu, dan lain-lain. Kadangkala keduanya sampai kepada suatu kesimpulan, atau mungkin pula salah satu pihak tidak merasa puas dengan pembicara yang lain. Namun demikian ia masih dapat mengambil pelajaran dan menentukan sikap bagi dirinya. Metode dialog ini berusaha menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain, serta mempunyai manfaat bagi pelaku dan pendengarnya.
Ada beberapa bentuk dialog dalam Alquran, yaitu khitabi, ta’abuddi, deskriptif, naratif, argumentatif, dan nabawiyah.
2) Metode kisah Qurani dan Nabawi
Dalam pendidikan Islam, kisah mempunyai fungsi edukatif yang tidak dapat diganti dengan bentuk penyampaian lain bahasa.
Kewajiban pendidikan sehubungan dengan penyajian kisah-kisah Qur’ānī adalah menemukan dan menunjukkan inti ajaran dan peringatan yang tersirat dalam setiap kisah. Mendiskusikannya dengan para pelajar dalam bentuk dialog yang menuntun mereka ke arah pemahaman akan alam dan kandungan makna kisah-kisah tersebut dan mengamalkannya dalam perilaku sehari-hari.
Kisah atau cerita sebagai metode pendidikan mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan. Islam menyadari sifat alamiah manusia untuk menyenangi cerita itu, dan menyadari pengaruhnya yang sangat besar. Oleh karena itu, Islam mengeksploitasi cerita itu untuk dijadikan salah satu metode pendidikan.
Banyak sekali kisah-kisah dalam Al Qur’an maupun sejarah, baik kisah para nabi, sahabat atau orang-orang shalih, yang bisa dijadikan pelajaran dalam membentuk kepribadian anak. Dengan metode kisah, cerita atau dongeng anak dengan penuh perhatian akan melibatkan diri dengan realita yang diberikan guru.
3) Metode Mauizhah
Dalam tafsir al-Manar sebagai dikutip oleh Abdurrahman An- Nahlawi dinyatakan bahwa nasihat mempunyai beberapa bentuk dan konsep penting yaitu, pemberian nasehat berupa penjelasan mengenai kebenaran dan kepentingan sesuatu dengan tujuan orang diberi nasehat akan menjauhi maksiat, pemberi nasehat hendaknya menguraikan nasehat yang dapat menggugah perasaan afeksi dan emosi, seperti peringatan melalui kematian peringatan melalui sakit peringatan melalui hari perhitungan amal. Kemudian dampak yang diharapkan dari metode mauizhah adalah untuk membangkitkan perasaan ketuhanan dalam jiwa anak didik, membangkitkan keteguhan untuk senantiasa berpegang kepada pemikiran ketuhanan, perpegang kepada jamaah beriman, terpenting adalah terciptanya pribadi bersih dan suci.
Dalam Al-Quran, Allah menganjurkan kepada manusia untuk mendidik dengan hikmah dan pelajaran yang baik.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS an-Nahl [16]: 125)
Nasehat menempati kedudukan tinggi dalam agama karena agama adalah nasehat, hal ini diungkapkan oleh Nabi Muhammad sampai tiga kali ketika memberi pelajaran kepada para sahabatnya. Di samping itu pendidik hendaknya memperhatikan cara-cara menyampaikan dan memberikan nasehat, memberikan nasehat hendaknya disesuaikan dengan situasi dan kondisi, pendidik hendaknya selalu sabar dalam menyampaikan nasehat dan tidak merasa bosan atau putus asa. Dengan memperhatikan waktu dan tempat tepat akan memberi peluang bagi anak untuk rela menerima nasehat dari pendidik.
Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd mengatakan cara mempergunakan rayuan atau sindiran dalam nasehat, yaitu:
-
Rayuan dalam nasehat, seprti memuji kebaikan anak, dengan tujuan agar anak lebih meningkatkan kualitas akhlaknya, dengan mengabaikan membicarakan keburukannya.
-
Menyebutkan tokoh-tokoh agung umat Islam masa lalu, sehingga membangkitkan semangat mereka untuk mengikuti jejak mereka
-
Membangkitkan semangat dan kehormatan anak.
-
Sengaja menyampaikan nasehat di tengah anak.
-
Menyampaikan nasehat secara tidak langsung atau melalui sindiran
-
Memuji di hadapan orang yang berbuat kesalahan, orang yang melakukan sesuatu berbeda dengan perbuatannya. Kalau hal ini dilakukan akan akan mendorongnya untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan keburukan.
Dengan cara tersebut akan memaksimalkan dampak nasehat terhadap perubahan tingkah laku dan akhlak anak, perubahan dimaksud adalah perubahan yang tulus ikhlas tanpa ada kepura- puraan, kepura-puraan akan muncul ketika nasehat tidak tepat waktu dan tempatnya, anak akan merasa tersinggung dan sakit hati kalau hal ini sampai terjadi maka nasehat tidak akan membawa dampak apapun, yang terjadi adalah perlawanan terhadap nasehat yang diberikan.
4) Metode Amsal
Baik dalam Al-Qur’an maupun dalam As-Sunnah terdapat puluhan perumpamaan. Perumpamaan itu merupakan salah satu cara tuhan mengajari umatnya. Cara seperti itu dapat juga digunakan oleh guru dalam mengajar. Pengungkapannya tentu saja sama dengan metode kisah, yaitu dengan berceramah atau membaca teks.
Selain memberikan keindahan kesusastraan, metode perumpamaan juga bertujuan psikologis pedagodis yakni dengan jalan menarik konklusi atau kesimpulan-kesimpulan dan perumpamaan sehingga merangsang kesan dan pesan yang berkaitan dengan makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut. Dan dari itu semua metode perumpamaan mendidik akal supaya berpikir benar dan menggunakan qiyas (silogisme) yang logis dan sehat. Metode perumpamaan ini merupakan alat pendidik (yang bersifat retorik, emosional, dan rasionalisme) yang efektif, kuat pengaruhnya, mengandung makna yang agung serta banyak faidahnya.
Manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan bersih, dalam keadaan seperti ini manusia akan mudah menerima kebaikan atau keburukan. Karena pada dasarnya manusia mempunyai potensi untuk menerima kebaikan atau keburukan hal ini dijelaskan Allah, sebagai berikut:
”Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (Q.S. al-Syams [91]: 7-10)
Ayat tersebut mengindikasikan bahwa manusia mempunyai kesempatan sama untuk membentuk akhlaknya, apakah dengan pembiasaan yang baik atau dengan pembiasaan yang buruk. Hal ini menunjukkan bahwa metode pembiasaan dalam membentuk akhlak mujlai sangat terbuka luas, dan merupakan metode yang tepat. Pembiasaan yang dilakukan sejak dini atau sejak kecil akan memebawa kegemaran dan kebiasaan tersebut menjadisemacam adapt kebiasaan sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari kepribadiannya.
Al-Ghazali mengatakan:
“Anak adalah amanah orang tuanya. Hatinya yang bersih adalah permata berharga nan murni, yang kosong dari setiap tulisan dan gambar. Hati itu siap menerima setiap tulisan dan cenderung pada setiap yang ia inginkan. Oleh karena itu, jika dibiasakan mengerjakan yang baik, lalu tumbuh di atas kebaikan itu maka bahagialah ia didunia dan akhirat, orang tuanya pun mendapat pahala bersama”.
Kutipan di atas makin memperjelas kedudukan metode pembiasaan bagi perbaikan dan pembentukan akhlak melalui pembiasaan, dengan demikian pembiasaan yang dilakukan sejak dini akan berdampak besar terhadap kepribadian atau akhlak anak ketika mereka telah dewasa. Sebab pembiasan yang telah dilakukan sejak kecil akan melekat kuat di ingatan dan menjadi kebiasaan yang tidak dapat dirubah dengan mudah. Dengan demikian metode pembiasaan sangat baik dalam rangka mendidik akhlak anak.
5) Metode Teladan
Teladan merupakan alat pendidikan yang utama, sebab terikat erat dalam pergaulan secara wajar. Teladan dimaksudkan untuk membiasakan anak dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Di rumah, anak cenderung meneladani pendidiknya sehingga anak sangat membutuhkan suri teladan yang dilihatnya langsung dari setiap orangtua yang mendidiknya, dan dengan demikian ia merasa pasti dengan apa yang dipelajarinya.
Oleh sebab itu, hendaknya orang tua memiliki akhlak luhur yang diserapnya dari Al Qur’an dan jejak langkah Rasulullah SAW serta hendaknya bersikap sabar dalam menerapkan dan mengamalkannya. Islam telah menjadikan pribadi Rasul sebagai suri teladan yang terus menerus bagi seluruh pendidik, suri teladan yang selalu baru bagi generasi demi generasi, dan selalu aktual dalam kehidupan manusia. Akan tetapi, Islam tidak menyajikan keteladanan ini sekedar untuk dikagumi atau untuk direnungkan, tetapi diterapkan dalam diri sendiri sesuai dengan kemampuannya untuk menyerap dan sesuai dengan kemampuannya untuk bersabar.
Dengan demikian prinsip keteladanan dalam Islam lebih bersifat dinamis (bukan sekedar penurutan yang membabi buta) dan tidak sekedar hayalan tanpa pengaruh secara riil dalam perbuatan hikmah.
6) Metode Targhib dan Tarhib
Targhib adalah janji yang disertai bujukan dan rayuan untuk menunda kemaslahatan, kelezatan, dan kenikmatan.
Tarhib adalah ancaman, intimidasi melalui hukuman.
Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa metode pendidikan akhlak dapat berupa janji atau pahala atau hadiah dan dapat juga berupa hukuman. Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari menyatakan metode pemberian hadiah dan hukuman sangat efektif dalam mendidik akhlak terpuji.
Anak berakhlak baik, atau melakukan kesalehan akan mendapatkan pahala atau ganjaran atau semacam hadian dari gurunya, sedangkan siswa melanggar peraturan berakhlak jelek akan mendapatkan hukuman setimpal dengan pelanggaran yang dilakukannya. Dalam al-Quran dinyatakan orang berbuat baik akan mendapatkan pahala, mendapatkan kehidupan yang baik.
”Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan.” (Q.S. An-Nahl Ayat 97-100)
Berdasarkan ayat di atas dapat diambil konsep metode pendidikan yaitu metode pemberian hadiah bagi siswa berprestasi atau berakhlak mulai, dengan adanya hadiah akan memberi motivasi siswa untuk terus meningkatkan atau paling tidak mempertahankan kebaikan akhlak yang telah dimiliki. Di lain pihak, temannya yang melihat pemberian hadiah akan termotivasi untuk memperbaiki akhlaknya dengan harapan suatu saat akan mendapatkan kesempatan memperoleh hadiah. Hadiah diberikan berupa materi, doa, pujian atau yang lainnya.
Muhammad Jamil Zainul mengatakan,
”Seorang orangtua yang baik, harus memuji anaknya. Jika ia melihat ada kebaikan dari metode yang ditempuhnya itu, dengan mengatakan kepadanya kata-kata “bagus”, “semoga Allah memberkatimu”, atau dengan ungkapan “engkau anak yang baik’.
Sanksi dalam pendidikan mempunyai arti penting, pendidikan terlalu lunak akan membentuk anak kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan hati. Sanksi tersebut dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, dengan teguran, kemudian diasingkan, dan terakhir dipukul dalam arti tidak untuk menyakiti tetapi untuk mendidik. Kemudian dalam menerapkan sanksi fisik hendaknya dihindari kalau tidak memungkinkan, hindari memukul wajah, memukul sekedarnya saja dengan tujuan mendidik, bukan balas dendam.