Penamaan
Istilah penamaan, diartikan Kridalaksana (1993), sebagai proses pencarian lambang bahasa untuk menggambarkan objek konsep, proses, dan sebagainya; biasanya dengan memanfaatkan perbendaharaan yang ada; antara lain dengan perubahan-perubahan makna yang mungkin atau dengan penciptaan kata atau kelompok kata.
Penamaan suatu benda di setiap daerah atau di lingkungan kebudayaan tertentu tidak semuanya sama, misalnya:
Sehubungan dengan permasalahan yang terjadi pada perbedaan penamaan pada setiap daerah atau wilayah kebudayaan tertentu, beberapa filosof berpendapat sebenarnya bagaimana hubungan antara nama dengan benda sampai bisa berbeda.
1. Plato
Plato (429 – 348 SM) menjelaskan bahwa ada hubungan hayati antara nama dan benda (kata-kata merupakan nama-nama, sebagai label dari benda-benda atau peristiwa). Pertanyaan yang muncul dari Plato sendiri, berkenaan dengan pendapatnya ini adalah apakah pemberian nama kepada benda secara sewenang-wenang atau dengan perjanjian; apakah penamaan berdasarkan faktor sukarela atau dengan perjanjian dari semua pihak.
2. Aristoteles
Aristoteles (384 – 322 SM), mengatakan bahwa pemberian nama adalah soal perjanjian (bukan berarti dahulu ada sidang nama untuk sesuatu yang akan diberikan namanya). Nama biasanya diberikan dari seseorang (ahli, penulis, pengarang, pemimpin negara, atau masyarakat baik melalui media masa elektronik maupun majalah atau koran). Misalnya, di bidang fisika ada namanama yang kita kenal, seperti, hukum Boyle, hukum Newton, Archimides, dan lain-lain. Dalam bidang permainan olah raga, kita kenal sepak bola, tennis meja, basket ball, bulutangkis, teis lapangan, dan sebagainya. Nama-nama tempat yang kadang-kadang dapat kita telesuri asal-usulnya dari dongeng atau cerita-cerita legenda, seperi Tangkuban Perahu, Bandung, Sumedang, Banyuwangi, Sunda Kalapa, Pandeglang, Banten, Cirebon, Majalengka, Sukapura, dan sebagainya.
3. Socrates
Socrates (469 – 399 SM), mengemukakan bahwa nama diberikan harus sesuai dengan sifat acuan yang diberi nama. Pendapat Socrates ini merupakan kebalikan dari pendapat Aristoteles.
Nama-nama tertentu untuk setiap bidang ilmu yang bersifat khusus disebut istilah. Setiap bangsa memiliki nama sendiri untuk setiap benda. Tiap daerah memiliki nama-nama yang berbeda untuk jenis benda yang sama, atau kadangkadang nama dan benda yang ada di suatu daerah tidak ditemukan di daerah lain. Nama berupa kata atau kata-kata yang merupakan label dari makhluk, benda, aktivitas, dan peristiwa. Istilah adalah nama tertentu yang bersifat khusus atau suatu nama yang berisi kata atau gabungan kata yang cermat, mengungkapkan makna, konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas di bidang tertentu. Definisi adalah nama yang diberi keterangan singkat dan jelas di bidang tertentu.
Sebagai gejala kebudayaan, bahasa bersifat dinamis, bahasa tumbuh dan berkembang sejalan dengan meningkatnya kemajemukan persepsimanusia terhadap dunia sekitar dan dunia yang ada di dalam dirinya. Nama-nama apabila diperhatikan secara seksama, tidak hanya nama benda atau peristiwa yang disekitarnya ada yang berubah, nama baru pun bisa muncul dengan perkembangan tersebut. Unsur nama-nama (kosakata) adalah unsur bahasa yang paling labil. Nama-nama berikut merupakan nama-nama dengan pergeseran, pertahanan, dan perkembangan makna akibat pengaruh budaya. Akibat peristiwa duni, misalnya, negosiasi, malvinas, perang bintang, dan sebagainya. Akibat kemajuan teknologi, misalnya, televisi, computer, satelit, internet, dan sebagainya.
Referensi
http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/KEBAHASAAN_I/BBM_8.pdf