Bagaimanakah konsep kekuasaan?

Politik memang identik dengan sebuah kekuasaan. Menurut Budiardjo, Miriam (2008: 60) pada umumnya sebuah kekuasaan diartikan dengan sebuah kemampuan yang dapat mempengaruhi perilaku orang lain. Seseorang dapat membuat orang lain melakukan apa yang dia kehendaki, yang pada awalnya tidak ada keinginan dari pelaku untuk melakukannya, namun tingkah laku pelaku manjadi sesuai dengan tujuan atau keinginan pemilik kekuasaan.

Pengertian ini juga sesuai dengan definisi kekuasan yang dikemukankan oleh Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan ( Budiardjo, Miriam:2008 hal 60)

Kekuasaan adalah suatu hubungan di mana seseorang atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain ke arah tujuan dari pihak pertama ( power is a relationship in which one person or group is able to determine the action of another in the direction of the former’s own ends)

Dengan pengertian yang bermacam-macam tentang kekuasaan, maka menimbulkan perspektif bahwa kekuasaan identik dengan sebuah paksaan dan kekerasan.

Padahal masih banyak pengimplementasian kekuasaan dengan cara koersi, yaitu dengan melakukan ancaman yang bertujuan untuk membuat orang lain takut untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan yang melanggar, kemudian persuasi yang artinya ajakan kepada seseorang dengan cara memberikan alasan dan prospek baik yang meyakinkannya; bujukan halus (Arti kata persuasi - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online).

Selain cara tersebut terdapat lagi sebuah cara dengan memberikan reward, contohnya ialah pemberian imbalan oleh pemerintah kepada sebuah desa terbersih, karena dapat melakukan pengelolaan sampah didesanya dengan baik. Itu merupakan salah satu upaya pemerintah dalam melakukan pengatasan masalah sampah. Karena pengelolaan sampah sudah menjadi kebijakan pemerintah yang tertuang dalam UU nomer 18 tahun 2008. Namun terdapat juga cara dengan melakukan denda kepada setiap pelaku pelanggaran atau pemberian saksi, inilah yang disebut dengan kukuasaan secara paksaan, yaitu paksaan kepada pelaku pelanggaran untuk membayar denda atas perbuatannya.

Menurut Talcott Parsons (Budiardjo, Miriam:2008 hal 60)

Kekuasaan adalah kemampuan untuk menjamin terlaksananya kewajiban-kewajiban yang mengikat, oleh kesatuan-kesatuan dalam sistem organisasi kolektif. Kewajiban adalah sah jika menyangkut tujuan-tujuan kolektif. Jika ada perlawanan, maka pemaksaan melalui sanksi-sanksi negatif dianggap wajar, terlepas dari siapa yang melaksanakan pemaksaan itu.

Adapun kesimpulan yang dapat saya ambil dari pengertian kekuasaan menurut Parson ialah kekuasan merupakan suatu cara yang digunakan untuk mencapai suatu kewajiban yang mengikat oleh sebuah kesatuan organisasi dan digunakan untuk kepentingan bersama atau kolektif. Apabila dalam suatu perjalanan untuk mencapai semua kewajiban itu terdapat perlawanan atau seorang pemberontak maka akan ada sanksi negatif yang akan diberikan agar menghentikan sikap perlawanan yang dilakukan.

Dalam konsep kekuasaan terdapat beberapa elemen penting, antara lain adalah :

  1. Otoritas/Wewenang (Authority)
    Dianggap memiliki otoritas atau wewenang ialah berhak untuk mengeluarkan perintah dan membuat peraturan-peraturan serta berhak untuk mengharapkan kepatuhan terhadap peraturan-peraturannya.

  2. Legitimasi
    Legitimasi atau keabsahan merupakan sebuah keyakinan pada seluruh anggota masyrakat bahwa wewenang yang dikeluarkan oleh seseorang, kelompok, atau penguasa adalah wajar dan patut dihormati. Sehingga segala bentuk perintah/wewenang yang dikeluarkan akan dilaksanakan oleh seluruh elemen masyarakat secara wajar.

    Menurut A.M Lipset

    “Legitimasi mencangkup kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan kepercayaan bahwa lembaga-lembaga atau bentuk-bentuk politik yang ada adalah yang paling wajar untuk masyarakat” ( Budiardjo, Miriam:2008 hal 65)

  3. Pengaruh
    Menurut Norman Barry: Pengaruh adalah suatu tipe kekuasaan yang, jika seseorang yang dipengaruhi agar bertindak dengan cara tertentu, dapat dikatakan terdorong untuk bertindak demikian, sekalipun ancaman sanksi yang terbuka tidak merupakan motivasi yang mendorongnya ( Budiardjo, Miriam:2008 hal 67)