Bagaimanakah Konsep Interpretasi Puisi Antropologi?


Interpretasi itu bebas, terlebih lagi jika berhadapan dengan puisi.

Bagaimanakah konsep interpretasi puisi antropologi?

Puisi adalah karya yang amat padat, tetapi memuat makna yang luas dan bebas. Sastra yang kaya interpretasi boleh ditafsir apa saja. Oleh karena itu, tidak ada tafsir sastra yang bisa disalahkan. Yang terjadi adalah tepat tidaknya, dekat jauhnya, dan sesuai atau kurang sesuai. Puisi antropologi adalah karya yang padat makna. Makna tersembunyi selalu mengitari dunia puisi.

Puisi antropologi dengan sendirinya cukup menggugah para antropolog sastra. Tafsir antropologi sastra bukan menemukan benar dan salah. Maka dari itu, ada pungkapan Barthes (Kurniawan, 2001:92) yang cukup menggelitik. Menurutnya, “A work is like an onion, a construction of layers (or level, or system).” Maksudnya, sebuah karya sastra itu mirip bawang, yaitu konstruksi yang berlapis, berupa tingkat atau sistem. Gagasan hermeneutik menunjukkan bahwa semua penulis, pembaca, dan pengamat nudaya bekerja melawan banyak kerangka filosofis agar semakin objektif dalam penelitian antropologi. Ini juga merupakan ide sentral awal dari pemikiran Boon. Hal itu bukan sikap yang biasa dalam teks dan konstruksi teori dalam antropologi. Sikap umum adalah salah satu dari objektivitas yang terpisah dari pandangan dunia yang memiliki akar pencarian pencerahan.

Hal tersebut jelas merupakan batu ujian bagi antropologi yang mulai mengembangkan konsep “puisi antropologi” atau lebih subjektif dalam pemahaman lintas budaya. Puisi antropologi memerlukan tafsir estetis. Di dalamnya termuat budaya yang amat estetis. Itulah sebabnya, tafsir puisi antropologis membutuhkan pemahaman atas kaidah puisi dan keragaman buduaya. Pemahaman posisi Boon perlu dicatat bahwa strukturalisme konvensional jauh lebih erat dengan tafsir. Hanya saja strukturalisme sering mengedepankan totalitas. Padahal, realitasnya, kita boleh menafsirkan budaya secara parsial. Karena itu, puisi antropologi perlu ditafsirkan secara parsial, misalkan hanya membahas pemilihan diksi dan kode budayanya.

Pendekatan interpretatif terhadap fenomena puisi sebenarnya dapat dikaji menggunakan hermeneutika modern. Namun, sejarah pemikiran hermeneutik juga memiliki paham positivistik. Penelitian antropologi sastra secara hermeneutik selalu menjadi pertentangan dalam konteks pengamat budaya. Biasanya, hermeneutik semacam itu akan menciptakan sejumlah kekacauan teoretis. Pandangan dari antropologi berada dalam suasana mendung, artinya tidak transparan. Oleh karena itu, dengan sadar peneliti banyak menggunakan kacamata budaya untuk menafsirkan sastra. Realitasnya, tidak peduli apa yang mereka pikirkan, pada akhirnya, budaya ibaratnya hanya sebuah lagu yang dimainkan oleh pelantun seni.

Budaya adalah sistem pengetahuan yang terstruktur dan penataan simbol-simbol serta makna yang merupakan prasyarat untuk mempelajari manusia dalam setiap aspek lain. Banyak pertentangan budaya dalam konteks ini karena memiliki momentum historis dan material yang disadari. Pemikiran antropologi dalam berbagai cara —dalam pandangan Husserlian tentang fenomenologi—memberikan pokok persepsi. Hermeneutika menyangkal kebebasan tekstual dan intelektual. Paham Marxisme mengungkap dan bersikeras mengakui pikiran mencemari ideologi budaya borjuis untuk produksi makna, termasuk teks teoretis, tetapi tidak pernah yakin pada titik teori. Berbagai teori tafsir ini dapat dimanfaatkan untuk mencermati puisi antropologi yang melukiskan keragaman budaya.

Tidak ada yang benar-benar tahu apa yang harus dilakukan dengan campuran intelektual dalam berbagai kepentingan dalam hubungannya dengan satu sama lain. Demikian pula, kebutuhan analitis kadang membayangi kontestabilitas hasil etnografis.

Tentu saja tidak semua usaha begitu suram sehingga menginginkan hasil yang lebih aman. Namun, kemajuan intelektual dalam penelitian kemanusiaan telah gelisah. Tampaknya, untuk menyatakan keluhan Montaigne yang belajar lebih dari empat ratus tahun yang lalu dan beberapa kemajuan sepanjang jalan, tidak ada yang menyenangkan, yang mudah, dan berlangsung sangat lama yang dapat disebut sebagai analisis antropologi.

Mediasi masalah ini dari sudut pandang budaya tidak menekankan aspek material dan historisitas dari semua pengetahuan. Boon memberikan pemahaman analisis struktural dan hermeneutik untuk memahami puisi antropologi. Pemahaman semacam itu sebagian dilakukan pula dalam ranah antropologi simbolik. Puisi antropologi biasanya memuat getaran budaya lokal sehingga pemahaman lokalitas amat penting. Hanya saja, puisi antropologi memang bersifat multitafsir. Puisi antropologi biasanya memiliki lapis-lapis memiliki lapis-lapis makna budaya.

Referensi

http://staffnew.uny.ac.id/upload/131872518/penelitian/metodologi-antropologi-sastra.pdf