Bagaimanakah Kode Etik Jurnalistik?


Pada profesi jurnalis, ada yang namanya kode tik jurnalistik.

Bagaimanakah kode etik jurnalisik?

Kode Etik Jurnalistik

Kode etik jurnalistik dirumuskan pada masa revolusi tahun 1947, yaitu pada Konferensi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Malang. Namun pada pertemuan tersebut perumusan kode etik bisa dibilang belum sempurna sehingga diperbaharui lagi di Jakarta pada tahun 1950-an. Tidak cukup sampai di situ, perubahan demi perubahan terus dilakukan. Dua kali perubahan terakhir masing-masing dilakukan di Menado, Sulawesi Utara pada bulan Nopember 1983 melalui Forum Kongres PWI dan di Batam, Riau pada tanggal 2 Desember 1994 melalui Forum Sidang Gabungan Pengurus Pusat PWI bersama Badan Pertimbangan dan Pengawasan (BPP) PWI.

Kode etik jurnalistik PWI (KEJ-PWI) yang telah disempurnakan tersebut mulai dinyatakan berlaku secara resmi semenjak 1 Januari 1995.Setelah masa reformasi bergulir, kebebasan pers semakin terbuka, PWI bukan satu-satunya organisasi wartawan di Indonesia. Berbagai kalangan, tidak hanya media pers cetak namun juga media elektronik, berbondong-bondong ikut mendirikan sekaligus mengikrarkan organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia, misalnya Aliansi Jurnalistik Independen (AJI).

Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati kode etik jurnalistik, yaitu:

  1. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar. Jadi, wartawan Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME melaporkan informasi secara faktual dan jelas dari sumbernya.
  2. Wartawan Indonesia menpuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta membeberkan identitas kepada sumber informasi. Jadi, wartawan Indonesia dalam memperoleh informasi dari sumber berita atau narasumber, termasuk dokumen dan memotret dilakukan dengan cara cara yang dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum.
  3. Wartawan Indonesia menghormati asas asas praduga tak bersalah, tidak mencampuradukkan fakta fakta dengan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidk melakukan plagiat. \
  4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila. Jadi wartawan tidak diperbolehkan menyiarkan informasi yang tidak jelas, rumor atau tuduhan tanpa dasar yang bersifat sepihak.
  5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesinya. Jadi, wartawan Indonesia selalu menjaga kehormatan profesi dengan tidak menerima imbalan dalam bentuk apapun dari sumber berita/narasumber yang berkaitan dengan tugas tugas kewartawanannya dan tidak menyalahgunakan profesia untuk kepentingan pribadi maupun kelompok.
  6. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan. Jadi, wartawan Indonesia melindungi narasumber yang tidak bersedia disebut nama dan identitasnya.
  7. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hak jawab. Jadi, wartawan Indonesia segera meralat kekliruan pemberitaan dan penyiaran yang keliru disertai permintaan maaf. Ralat ditempatkan pada halaman yang sama dengan informasi yang salah atau tidak akurat.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa organisasi pers tidak hanya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), tetapi juga Aliansi Jurnalistik Independen (AJI). Aliansi ini pun juga memiliki kode etik, yaitu:

  1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
  2. Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
  3. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
  4. Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.
  5. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
  6. Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.
  7. Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the record, dan embargo.
  8. Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.
  9. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.
  10. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental atau latar belakang sosial lainnya.
  11. Jurnalis menghormati privasi, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.
  12. Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman kekerasan fisik dan seksual.
  13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
  14. Jurnalis tidak dibenarkan menerima sogokan. Catatan: yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan atau fasilitas lain, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.
  15. Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak.
  16. Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.
  17. Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.
  18. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode Etik.