Bagaimanakah Karakteristik Teks?


Teks juga memilki karakteristik tersendiri sesuai dengan jenisnya.

Bagaimanakah karakteristik teks?

Karakteristik Teks Lisan

Kepandaian keterampilan berkomunikasi manusia yang pertama-tama diperoleh ialah keterampilan berkomunikasi secara lisan. Keterampilan ini diperoleh manusia karena mereka memiliki rongga mulut yang memungkinkan untuk memproduksi suara yang bermacam-macam dan memiliki volume otak sebesar 1500 cc. Kedua potensi tersebut saling melengkapi secara sistemik sehingga melahiran bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi di antara mereka. Sinergi di antara keduanya melahirkan bahasa yang sangat kompleks bahkan sampai pada pengabstraksian semua fenomena yang dijumpainya. Dalam perkembangan selanjutnya, bahasa tersebut menjadi alat komunikasi untuk menyampaikan ide, cerita, dan hasil pemikiran-pemikiran mereka. Pada saat seperti inilah teks lisan dilahirkan.

Teks lisan yang telah diproduksi manusia, sesuai dengan keberadaannya yang secara fungsional menggunakan suara berikut dengan lagu dan semua situasi di sekitar teks ternyata memiliki krakteristik karakteristik khas sebagai berikut:

  • Tidak memiliki kestabilan
    Setiap teks lisan yang diturunkan selalu terkait dengan konteksnya, yang meliputi pendengar, berbagai macam suasana baik yang dimiliki oleh pendengar maupun pengarang atau penceritanya, tempat, dan waktu ketika teks tersebut dilisankan. Kondisi seperti ini selalu terjadi setiap teks tersebut diproduksi atau diturunkan meskipun yang menurunkan adalah pengarangnya sendiri. Apalagi ketika teks lisan tersebut diresepsi pendengarnya dengan menceritakan kembali teks tersebut dihadapan pendengar lain maka resepsi atau tanggapan peresepsi terhadap teks lisan tersebut ikut mendorong tumbuhnya ketidakstabilan teks lisan. Dengan demikian, dapat dipastikan setiap kali teks lisan diturunkan selalau memiliki perbedaan dengan teks rujukannya.

  • Tergantung kepada penceritanya
    Penceritaan atau penuturan sebuah cerita sangat tergantung kepada penceritanya terutama pada unsur gayabahasa, retorika, dan dialog antartokoh yang dimainkan si pencerita. Ketiga unsur intrinsik teks lisan tersebut secara struktural sangat terkait dengan unsur personal penceritanya. Itupun masih ditambah dengan konteks saat penceritaan teks dilangsungan. Meskipun demikian, unsur instrinsik yang lain, yaitu penokohan, alur, dan tema biasanya masih setia pada teks rujukannya.

  • Umur teks lisan terbatas
    Teks lisan begitu selesai dipresentasikan maka selesai pulalah umur teks lisan tersebut. Selanjutnya, umur teks tersebut sangat tergantung dengan kemampuan pencerita atau pendengarnya saja. Pada saat sekarang, umur teks lisan dapat diperpanjang dengan melakukan perekaman baik secara adio maupun visual. Meskipun demikian, perekaman tersebut tidak mampu merekam teks berikut dengan konteksnya sehingga ketika dilakukan pemaknaan terhadap teks maka sering menemukan kesulitan. Oleh karena itu, di samping melakukan perekaman juga harus disertai penjelasan tentang konteks teks lisan yang direkam tersebut dipresentasikan, yaitu meliputi tempat, waktu, kondisi masyarakat, kondisi pencerita, dan kondisi pendengar.

Karakteristik Teks Tulis

Jika kemampuan keterampilan komunikasi lisan merupakan kemampuan pertama yang dimiliki manusia maka kemampuan keterampilan menulis merupakan kemampuan kedua.

  • Teks tulis kehilangan konteksnya
    Dalam pemakaian bahasa secara tertulis baik si pembicara (si penulis) maupun pendengar (pembaca) kehilangan konteksnya, yaitu segala sesuatu yang berada di sekitar keberadaan teks. Konteks tersebut bisa berupa sarana komunikasi yang dalam pemakaian bahasa lisan memberi sumbangan paling hakiki untuk terjadi dan berhasilnya komunikasi. Sarana tersebut oleh Uhlenbeck disebut musis, dan paralingual atau ekstralingual. Yang dimaksudkan supra segmental ialah gejala intonasi (aksen, tekanan kata, tinggi rendahnya nada, keras lemahnya suara dan banyak lagi). Gejala-gejala itu sebagian merupakan unsur sistem bahasa yang bersifat fonemik sehinga langsung relevan dengan pemahaman struktur kata dan kalimat. Sebagian pula idak langsung bersifat fonemik, tetapi tidak kurang pentingnya untuk berhasilnya komunikasi : gejala semacam itu misalnya, tekanan suara tertentu, lagu kalimat yang istimewa, bicara yang cepat atau lambat, suara yang keras atau lirih, di samping itu ada gerak-gerik tangan, mata, dan angota badan lain yang dapat mendukung dan turut menjelaskan pesan yang ingin disampaikan. Dari data semacam itulah kita seringkali mengerti keadaan mental si pembicara : apakah dia marah, senang, gembira, gugup, jujur; apakah yang ingin disampaikannya penting atau tidak, dan seterusnya. Seperti dikatakan leh Uhlenbeck (1979:406) :Keberhasilan komunikasi tidak tergantung pada efek sarana-sarana lingual, dan informasi auditf, visual dan kognitif (berdasarkan pengetahuan atau penafsiran).

  • Teks tulis kehilangan hubungan fisik antara komunikator dan komunikan
    Dalam bahasa tulis biasanya tidak ada kemungkinan hubungan fisik antara penulis dan pembaca. Dalam komunikasi lisan kita banyak tergantung pada kemungkinan yang diadakan oleh hubungan fisik; pendengar melihat gerak-gerik pembicara, yang seringkali sangat penting untuk menjelaskan apa yang dimaksudkannya. Ia dapat memberi pula reaksi langsung yang penting lagi untuk pembicara , sebab reaksi semacam itu memberi kemungkinan untuk mengecek apa si pendengar memahami baik apa yang ingin disampaikan. Kalau pendengar mau marah misalnya, si pembicara langsung dapat mencoba menenangkannya; si pendengar dapat pula memberi jawaban, tanggapan langsung, dan seterusnya. Dalam komunikasi lewat bahasa tulis situasi itu lain sekali, dengan segala akibatnya untuk kedua belah pihak. Penulis harus mengucapkan sesuatu dengan lebih eksplisit, harus sejelas mungin, harus hati-hati dan lain-lain, sedangkan pembaca pun harus mengambil sikap yang lain; tugas interpretasi, karena tidak adanya interaksi yang sepontan, jauh lebih sulit.

  • Usia teks tulis tergantung dari bahan naskahnya
    Begitu sebuah cerita ditulis pada sebuah naskah maka sejak itu pula keberadaan teks ditentukan sampai naskah tersebut hilang, rusak, atau hancur dimakan usia. Teks yang ditulis pada bahan yang terbuat dari kertas yang mudah rapuh, disukai oleh kutu buku, atau mudah rusak usianya lebih pendek dibanding teks yang ditulis pada bahan kertas yang berkualitas baik. Usia teks dapat diperpanjang dengan perawatan naskah yang baik, seperti memberi kapur barus atau bubuk lada, menyimpannya dalam lemari dengan kelembaban yang rendah.

  • Teks tulis dapat direproduksi berkali-kali
    Teks tulis sejak diterbitkan telah memiliki kemantapan. Selain dapat dilakukan penyalinan secara manual teks dapat direproduksi dalam berbagai bentuk seperti foto kopi, microfilm, dan lain-lain. Dalam hal penyalinan secara manual karena adanya kelemahan manusia maka terjadilah kesalahan mekanis. Di samping itu, penyalinan manual juga mendorong penyalin melakukan tanggapan secara langsung dalam bentuk pengubahan teks karena adanya kreatifitas atau kepentingan-kepentingan lain baik secara pribadi maupun sebagai bagian dari subjek kolektif.

Karakteristik Teks Cetak

Sejak ditemukannya mesin cetak pada abad keenambelas Masehi hampir semua teks Nusantara yang telah ditelah diteliti para filolog Eropa diterbitkan dalam bentuk teks cetak. Misalnya, Tajussalathin, Hikayat Si Miskin, dan lain sebagainya. Di samping itu, teks-teks lisan yang semula hanya berupa cerita pada saata sekarang ini telah diterbitkan dalam bentuk cetakan baik yang berupa hikayat maupun syair. Seperti Hikayat Putri Hijau, Syair Putri Hijau, dan sebagainya. Dibandingkan dengan dua bentuk teks sebelumnya teks cetak memiliki kualitas yang lebih baik, yaitu usia yang lebih panjang dan hampir semua karakteristik yang dimiliki teks tulis juga dimiliki oleh teks cetak.

Proses Penciptan Mono dan Poligenesis

Dalam proses penciptaan sebuah karya, secara struktural sebuah karya itu muncul terkait secara sintagmatis dengan unsur-unsur lain yang ada di sekitar kehadiran karya tersebut. Misalnya, kemunculan teks Ramayana secara sintagmatis terkait dengan dreaming cermin hidup bangsa Arya yang ideal pada waktu itu, gambaran alegoris penaklukan orang Arya terhadap bangsa-bangsa lain India Selatan, sejarah perselisihan dalam istana yang menyebabkan pembuangan Rama dan terkait juga dengan dongeng dongeng pembunuhan Rawana yang diambil dari Reg Veda, yaitu sebuah kepercayaan bangsa India.

Teks Ramayana tersebut kemudian menyebar ke berbagai daerah. Di setiap daerah penyebaran teks, teks Ramayana yang secara intrinsik berkonteks India memperoleh tanggapan dengan memberikan warna daerah lain (daerah si pembaca) ke dalam teks tersebut sehingga teks Ramayana yang berasal dari India tersebut dianggap sebagai milik suatu daerah di kawasan Melayu yang sebetulnya hanya meresepsi kehadiran teks. Hal ini terlihat terlihat dengan munculny teks Ramayana Patani yang banyak cerita lokalnya dibanding cerita asalnya. Demikian juga yang terjadi pada masyarakat Jawa yang telah meresepsi cerita Ramayana dengan mengubah akhir ceritanya yang betul-betul happy ending di dunia, sementara pada teks Ramayana India happy ending-nya di kayangan. Proses penciptaan seperti di atas disebut monogenesis. Secara definitif, monogenesis adalah proses penciptaan sebuah karya yang berasal dari satu karya kemudian menyebar ke mana-mana.

Proses penciptaan berikutnya ialah proses penciptaan yang secara struktural terkait dengan unsur-unsur kondisi daerah yang sama dengan daerah-daerah lain. Kondisi seperti tersebut sangat berpotensi melahirkan sebuah karya yang memiliki kesamaan dengan sebuah karya dari daerah lain. Sebuah kepercayaan pada masyarakat Jawa yang dibangun dari fenomena alam pelangi misalnya, melahirkan kepercayaan yang menyatakan bahwa pelangi tersebut adalah sebuah tangga yang digunakan para bidadari di kayangan untuk turun ke dunia dan mandi di telaga-telaga yang ada di dunia. Kepercayaan seperti ini tidak hanya muncul di Jawa tetapi juga di daerah-daerah lain di Indonesia, seperti daerah Melayu dan Sumatera Barat yang juga mengalami peristiwa alam yang penuh warna dan sangat indah tersebut. Dari fenomena alam tersebut, di Jawa muncul cerita Jaka Tarub, di daerah Melayu dan Sumatera Barat muncul Hikayat Malim Deman. Proses penciptaan seperti ini disebut sebagai poligenesis. Secara definitif poligenesis adalah proses keberadaan sebuah karya yang secara struktural dapat muncul di mana-mana dengan karakteristk yang hampir sama

Kedua proses penciptaan tersebut sangat membantu dalam penelitian filologi. Sebagaimana yang kita bahas pada bab terdahulu bahwa salah satu tujuan khusus penelitian filologi adalah mengungkap sejarah terjadinya teks dan sejarah perkembangannya. Untuk dapat memahami dan menentukan beberapa fenomena teks cerita yang ditemukan apakah merupakan teks-teks dari sebuah mata rantai sejarah perkembangan sebuah teks atau hanya merupakan kesamaan teks yang tidak memiliki hubungan sejarah, terlebih dahulu harus dilakukan penelitian dengan merekonstruksi secara struktural sintagmatis sehingga sampai pada kesimpulan apakah proses penciptaan teks tersebut merupakan monogenesis atau poligenesis. Jika teks tersebut merupakan teks monogenesis maka dapat dipastikan bahwa fenomena teks-teks yang ditemukan tersebut merupakan rangkaian sejarah perkembangan teks, sedangkan jika merupakan teks poligenesis maka fenomena teks yang bermacam-macam tersebut bukan merupakan rangkaian sejarah perkembangan teks.

Referensi

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/DIKTAT~Filologi_2.pdf