Bagaimanakah hukum menjulurkan celana di bawah mata kaki (sbal) dalam Islam ?

Kita tahu bahwa isbal itu berarti menjulurkan celana di bawah mata kaki. Bagaimana sebenarnya pandangan para ulama tentang hukum isbal ini?

Dari Ibnu ‘Umar diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda:

“Barangsiapa memanjangkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya kelak di hari kiamat.” Kemudian Abu Bakar bertanya, “Sesungguhnya sebagian dari sisi sarungku melebihi mata kaki, kecuali aku menyingsingkannya.” Rasulullah Saw menjawab, “Kamu bukan termasuk orang yang melakukan hal itu karena sombong.” [HR. Jama’ah, kecuali Imam Muslim dan Ibnu Majah dan Tirmidizi tidak menyebutkan penuturan dari Abu Bakar.]

Dari Ibnu ‘Umar dituturkan bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:

“Isbal itu bisa terjadi pada celana, sarung dan jubah. Siapa saja yang memanjangkan pakaiannya karena sombong, maka Allah swt tidak akan melihatnya kelak di hari kiamat.” [HR. Abu Dawud, an-Nasa`i, dan Ibnu Majah]

Kata khuyalaa’ berasal dari wazan fu’alaa’. Kata al-khuyalaa’, al-bathara, al-kibru, al-zahw, al-tabakhtur, bermakna sama, yakni sombong dan takabur.

Mengomentari hadits ini, Ibnu Ruslan dari Syarah al-Sunan menyatakan, “Dengan adanya taqyiid “khuyalaa’” (karena sombong) menunjukkan bahwa siapa saja yang memanjangkan kainnya melebihi mata kaki tanpa ada unsur kesombongan, maka dirinya tidak terjatuh dalam perbuatan haram. Hanya saja, perbuatan semacam itu tercela (makruh).”

Imam Nawawi berkata, “Hukum isbal adalah makruh. Ini adalah pendapat yang dipegang oleh Syafi’iy.”

Imam al-Buwaithiy dari al-Syafi’iy dalam Mukhtasharnya berkata, “Isbal dalam sholat maupun di luar sholat karena sombong dan karena sebab lainnya tidak diperbolehkan. Ini didasarkan pada perkataan Rasulullah Saw kepada Abu Bakar ra.”

Namun demikian sebagian ‘ulama menyatakan bahwa khuyala’ dalam hadits di atas bukanlah taqyiid. Atas dasar itu, dalam kondisi apapun isbal terlarang dan harus dijauhi. Dalam mengomentari hadits di atas, Ibnu al-‘Arabiy berkata,

“Tidak diperbolehkan seorang laki-laki melabuhkan kainnya melebihi mata kaki dan berkata tidak ada pahala jika karena sombong. Sebab, larangan isbal telah terkandung di dalam lafadz. Tidak seorangpun yang tercakup di dalam lafadz boleh menyelisihinya dan menyatakan bahwa ia tidak tercakup dalam lafadz tersebut; sebab, ‘illatnya sudah tidak ada. Sesungguhnya, sanggahan semacam ini adalah sanggahan yang tidak kuat. Sebab, isbal itu sendiri telah menunjukkan kesombongan dirinya. Walhasil, isbal adalah melabuhkan kain melebihi mata kaki, dan melabuhkan mata kaki identik dengan kesombongan meskipun orang yang melabuhkan kain tersebut tidak bermaksud sombong.”

Mereka juga mengetengahkan riwayat-riwayat yang melarang isbal tanpa ada taqyiid.

Riwayat-riwayat itu diantaranya adalah sebagai berikut:

“Angkatlah sarungmu sampai setengah betis, jika engkau tidak suka maka angkatlah hingga di atas kedua mata kakimu. Perhatikanlah, sesungguhnya memanjangkan kain melebihi mata kaki itu termasuk kesombongan. Sedangkan Allah SWT tidak menyukai kesombongan.” [HR. Abu Dawud, an-Nasa’i, dan at-Tirmidzi dari haditsnya Jabir bin Salim].

“Tatkala kami bersama Rasulullah Saw, datanglah ‘Amru bin Zurarah al-Anshoriy dimana kain sarung dan jubahnya dipanjangkannya melebihi mata kaki (isbal). Selanjutnya, Rasulullah Saw segera menyingsingkan sisi pakaiannya (Amru bin Zurarah) dan merendahkan diri karena Allah SWT. Kemudian beliau Saw bersabda,

“Budakmu, anak budakmu dan budak perempuanmu”, hingga ‘Amru bin Zurarah mendengarnya. Lalu, Amru Zurarah berkata, “Ya Rasulullah sesungguhnya saya telah melabuhkan pakaianku melebihi mata kaki.” Rasulullah Saw bersabda, “Wahai ‘Amru, sesungguhnya Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya. Wahai ‘Amru sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang yang melabuhkan kainnya melebihi mata kaki.” [HR. ath-Thabarni dari haditsnya Abu Umamah] Hadits ini rijalnya tsiqah. Dzahir hadits ini menunjukkan bahwa ‘Amru Zurarah tidak bermaksud sombong ketika melabuhkan kainnya melebihi mata kaki.