Bagaimana wajah musik Indonesia diera digital seperti sekarang ini?

musik-music-600x426

Wajah musik Indonesia saat ini dan dulu jelas berbeda, terutama ketika ada kemajuan teknologi yang mendasarinya. lalu bagaimana wajah musik Indonesia di era digital saat ini?

Era jualan album fisik tembus satu juta kopi telah berakhir. Di era digital, musikus harus lebih kreatif lagi bila bicara soal bisnis. Belum lagi kompetisi makin ketat dengan hadirnya talenta-talenta baru, yang dengan mudahnya viral hanya bermodalkan lagu cover.

“Sekarang kita ngomong bisnis musik digital, di mana gue sudah ada kontrak dengan iTunes dan lain-lain. Laporannya, mereka bikin saringan baru lagi. Padahal, gampangnya mereka tinggal kasih saja. Tapi dia kasih laporan soal potongan ke perusahaan ini-itu,” ujar Ridho.

“Sekarang ada gerakan, orang mulai rindu dengan album fisik lagi. Album (fisik) terbaru Slank, laku 150 ribu kopi. Terjual di salah satu gerai makanan ayam. Sekarang itu, jualan album fisik lewat kanal distribusi online juga bisa,” kata Ridho.

Ini membuat musikus seperti Ridho, Polka War (grup band), dan Danilla Riyadi (penyanyi) tidak hanya bergantung pada streaming. Mereka masih optimistis terhadap karya musik asli yang punya pendengar di luar sana. Meski begitu, mereka harus lebih giat manggung dan berstrategi jitu dalam promosi di platform digital.

Danilla, solois yang memulai karirnya di era digital punya pandangan lain soal ini. Sebagai musikus yang lahir di era digital, Danilla melihat era ini dalam kacamata yang lebih positif.

"Era ini era ketika kalian suka, baru beli. Musikus sebenarnya belum bisa disebut sebagai karir yang menjanjikan. Bagi musisi zaman sekarang era digital ini, (streaming) itu pemasukan pasif,” ungkapnya.

Danilla mengakui, konsumen musik saat ini memiliki perilaku konsumsi yang berbeda dari era album fisik.

“Sekarang pendengar tidak mudah menerima apa yang mereka dapatkan. Mereka (pendengar) punya jiwa pemberontak, yang mana mereka akhirnya mencari musik mereka sendiri,” ungkap Danilla.

Sumber