Bagaimana Upaya Mengatasi Obsessive Compulsive Disorder (OCD) di Tengah Pandemi?

“It’s Okay Not to be Okay”
tristytia new

Sudah menjadi rahasia umum bahwa sejak merebaknya pandemi global Covid-19 berimbas pada berbagai aspek, termasuk kesahatan mental. Terutama bagi penderita Obsessive Compulsive Disorder (OCD). OCD dapat terjadi akbiat ketidakseimbangan neuro transmitter, selain itu dapat pula disebabkan oleh faktor genetik maupun faktor lingkungan.

Tak jarang terjadi kesalahpahaman terkait gangguan kompulsif obsesif. Diantaranya melakukan sesuatu yang terus berulang, sering kali dikaitkan dengan OCD. Natascha M. Santos, Psy. D., seorang psikolog perilaku-kognitif yang mengkhususkan diri dalam perawatan Anxiety dan Obsessive Compulsive Spectrum Disorders seperti OCD, menjelaskan bahwa faktanya obsessive compulsive disorder memiliki dua aspek. Yakni terdapat pikiran yang mengganggu berupa dorongan yang dikenal dengan obsesi dan perilaku paksaan yang dilakukan orang untuk meringankan kecemasan yang disebabkan oleh obsesi tersebut. Namun gangguan yang sebenarnya, penderita OCD hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki kontrol atas pikiran obsesif dan perilaku kompulsif mereka. Sehingga tanpa sadar hal tersebut dapat mengganggu kegiatan yang lain secara signifikan.

Dalam hal ini, penderita OCD memahami bahwa mereka bertindak berdasarkan obsesi dan dorongan. Namun mereka tidak mampu untuk menghindari pikiran dan tindakan tersebut, meskipun menyadari ketidakrasionalannya. Hal ini lah yang membuat mereka mengalami kecemasan dan merasa sangat tidak nyaman. Selanjutnya mereka juga akan merasa kesulitan untuk mengendalikan respon diri.

Jenis-jenis tindakan yang sering dihubungkan dengan OCD diantaranya mencuci tangan dan dorongan membersihkan barang secara berlebihan. Obsesi dan dorongan dapat berwujud dalam banyak bentuk yang berbeda, seperti kekhawatiran dari kontaminasi virus dan penyakit. Kondisi tersebut sangat erat kaitannya dengan dampak outbreak Covid-19. Sebab mereka harus bergelut dengan gangguan kompulsif obsesif dan merasakan beban yang lebih berat.

Menurut dr Gina Anindyajati, Psikiater RSCM Jakarta bagi penderita Gangguan Obsesif Kompulsif, anjuran rajin cuci tangan ditambah dengan kecemasan tertular Covid-19 akan berisiko relaps atau memperburuk keadaan. Sehingga harus diimbangi dengan menenangkan diri dan mengupayakan pikiran yang rasional agar tidak terjebak dalam pikiran yang irasional dan dorongan yang sulit dikendalikan. Selain itu, sebenarnya keadaan ini juga bisa dimanfaatkan sebagai suatu strategi terapi (teknik flooding) untuk beradaptasi secara cepat dengan keadaan yang cenderung massif.

Gita Safitri, perempuan yang mengenyam pendidikan di Jurusan Kimia, Universitas Freie, Berlin melalui kanal youtube-nya menjelaskan bahwa mencuci tangan terlalu sering atau sering in contact dengan sabun maupun surfactant dapat menyebabkan kulit kering. Padahal fungsi mencuci tangan pada hakikatnya adalah untuk membersikan tangan dari germ, bacteria, maupun virus. Lebih spesifik lagi, ketika kulit kering, kapabilitas fungsinya menjadi menurun. Terutama pada bagian epidermis yang berfungsi sebagai protective barrier dari bakteri, virus, maupun external insult lainnya. Ketika kulit mengalami transepidermal water loss yang banyak dan kurang moisture, cenderung rentan untuk dimasuki external insult, seperti kuman dan bakteri. Kulit akan menjadi lebih mudah iritasi, gatal-gatal, hingga menyebabkan dermatitis. Untuk itu, setelah melakukan cuci tangan harus segera menggunakan hand cream yang tepat dan sesuai dengan jenis kulit.

Fungsi utama dari ingredients pada hand crem yakni sebagai : conditioning agent dengan 3 kategori. Masing-masing memiliki cara yang berbeda dalam upaya provide moisture ke kulit, diantaranya:

  1. Humectant: substant yang dapat menarik air dari stratum basale (terbawah) atau lapisan epidermis yang masih hidup ke atas yakni stratum corneum (teratas). Selain itu juga dapat mengambil air dari lingkungan sekitar ke stratum corneum di daerah high humidity.
    Seperti: gliserin, urea, sodium PCA (chemical compound untuk attract water)

  2. Emollient: substant yang mengisi ruang sebagai semen di stratum corneum agar kulit menjadi kenyal dan tidak kering
    Seperti: mineral oil dan plant oil

  3. Occlusive: tidak memberikan moisture ke kulit, melainkan membuat protective barrier supaya air di dalam kulit tidak menguap
    Seperti: vasseline, beeswax, silicone

Untuk mendapatkan maximum mousterizing properties dari suatu produk, dapat memilih produk yang memiliki kombinasi dari ketiga kategori tersebut, serta disesuaikan dengan jenis kulit pengguna.

Pemilihan jenis hand cream tersebut selain dapat menjaga kesehatan kulit, juga dapat membuat penderita OCD menjadi lebih percaya diri bahwa usahanya tersebut sudah cukup. Sehingga dapat menekan kekhawatiran berlebih terhadap adanya bakteri pada kulit tangannya.

Upaya lain yang dapat membantu penderita OCD dalam menjalani hidupnya ketika pandemi Covid-19 ini adalah dengan adanya dukungan penuh dari keluarga dan orang terdekat. Sebuah penelitian yang dikutip dari Journal of Affective Disoerder menjelasakan bahwa dukungan sosial berkorelasi dengan obsessive compulsive disorder yaitu pada tingkat keparahan obsessive compulsive disorder, sehingga muncul rekomendasi intervensi yang efektif untuk individu yang mengalami obsessive compulsive disorder berupa integrasi pendekatan psikososial berbasis keluarga dengan memaksimalkan peran dukungan sosial yang menjadi peran sentral dalam pembentukan identitas individu.

Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa peran keluarga di rumah, terlebih selama masa pandemi ini juga dapat membantu penderita OCD untuk memanajemen diri mereka agar tidak larut dalam kecemasan, sehingga dapat menjaga imunitas, sebelum, ketika, maupun setelah terinfeksi.

Selain itu, keluarga dan orang terdekat juga perlu berusaha untuk menjalin komunikasi yang baik untuk membantu penderita OCD agar lebih terbuka dalam menceritakan gejala yang mereka alami. Sebuah penelitian yang berjudul The concealment of obsessions tentang Research and Theraphy menjelaskan bahwa hubungan dukungan sosial dan obsessive compulsive disorder terlihat dari seringnya individu yang mengalami obsessive compulsive disorder menyembunyikan gejala mereka sehingga muncul banyak efek negatif seperti keterlambatan diagnosa, gagal mencari dan mendapatkan pengobatan, menjadi resisten dengan pengobatan dan lain sebagainya. Pengungkapan gejala diperlukan agar individu yang mengalami obsessive compulsive disorder dapat menilai kembali interpretasi dan reaksi mereka terhadap sumber gangguan.

Keterbukaan dengan keluarga dan orang terdekat juga dapat membantu dalam melatih diri untuk berpikir rasional, misalnya cuci tangan dilakukan di waktu tertentu dengan cara tertentu sesuai anjuran WHO, CDC, dan institusi kesehatan lainnya terkait maintaining personal hygiene, namun tidak berlebihan. Usaha tersebut dapat membantu penderita OCD memanajemen hal-hal yang mengganggu. Sehingga dapat menginterupsi atau meredakan disfungsi kognitif penurunan intensitas kecemasan yang dialami, kesulitan dan emosi negatif.

Selanjutnya, di tengah maraknya informasi yang cenderung membingungkan dan tak jarang bertebaran pula berita hoaks, sangat perlu memilih dan memilah informasi. Informasi harus memiliki sumber yang kredibel dan akurat, serta membatasi diri dalam menerima serta menanggapi informasi.

Apabila gejala obsesif kompulsif semakin memberat, sebaiknya melakukan konsultasi dengan psikolog, psikiater, atau konselor kesehatan jiwa agar dapat dipikirkan bersama strategi dan latihan yang efektif untuk menenangkan diri. Terapi yang biasa digunakan berupa terapi kognitif perilaku dan terapi medikasi.

Meski begitu, seorang penderita OCD sebenarnya dapat mengupayakan diri untuk selalu mencari sisi positif terhadap sesuatu yang dialaminya. Menurut keterangan dari Samantha Pena, seorang penderita OCD dalam TEDxYouth@TCS menjelaskan bahwa OCD merupakan salah satu gangguan kecemasan dan semuanya dimulai dengan obsesi berupa pikiran dan kekhawatiran yang tidak nyaman sehingga mengarah pada kompulsi, selanjutnya kompulsi akan menanggapi obsesi. Di satu sisi dia tidak ingin menyingkirkan OCD yang ia derita, namun hanya ingin menanganinya sehingga dapat menjadi lebih baik dan ideal. Karena di sisi yang lain, OCD juga dapat membantu dalam menjaga ambisi dan intensitasnya untuk meraih kesuksesan. Seiring dengan itu, Samantha juga melakukan terapi CBT (Cognitive Behaviour Therapy) dan tidak serta merta ingin menolak atau anti-kecemasan. Sebab baginya, OCD bukan merupakan gangguan, tetapi keuntungan obsesif-kompulsif.

3 Likes

Saya mau tanya, di tengah wabah seperti ini dg anjuran cuci tangan dan kebersihan diri apakah bisa memicu seseorang mengalami gangguan kecemasan (Ocd) ??? Meski pada awalnya orang tsb bukan penderita ocd, karna takut virus dan ada dorongan dr wabah ini ia jadi bertindak berlebih.

Menurut saya, kondisi tersebut mungkin saja terjadi apabila kecemasan seseorang yang terlalu berlebihan sehingga menimbulkan obsesi (semacam gangguan kecemasan maupun dorongan akibat merasa tidak nyaman) dan selanjutnya terdorong untuk melakukan perilaku kompulsif (seperti mencuci tangan hingga terlalu melebihi kebutuhan karena merasa benar-benar takut kalau masih ada bakteri). Meskipun OCD pada sebagian orang disebabkan oleh ketidakseimbangan neurotransmitter, namun dapat pula timbul akibat faktor sosial maupun lingkungan. Untuk itu, sebaiknya kita lebih waspada, bukan hanya memperhatikan kesehatan fisik namun juga diimbangi dengan kesehatan mental. Termasuk dukungan keluarga juga turut mengambil andil besar. Sebab ketika seseorang mulai melakukan perilaku kompulsif tentu anggota keluarganya dapat melihatnya, maka dapat mengingatkan apabila ada perilaku yang mulai tidak normal.

Namun, dengan beberapa gejala yang timbul alangkah lebih baik jika tidak serta merta mendiagosa diri dan langsung meminta bantuan kepada ahli. Seperti psikolog, psikiater, maupun konselor kesehatan jiwa.