Bagaimana United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 sebagai Pengaturan Internasional yang Relevan dengan Pemberantasan Illegal Fishing?

United Nations Convention on the Law of the Sea 1982  sebagai Pengaturan Internasional yang Relevan dengan Pemberantasan Illegal Fishing

Bagaimana United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (Konvensi Hukum Laut PBB 1982) sebagai Pengaturan Internasional yang Relevan dengan Pemberantasan Illegal Fishing?

United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (Konvensi Hukum Laut PBB 1982) sebagai Pengaturan Internasional yang Relevan dengan Pemberantasan Illegal Fishing

United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982) merupakan hasil kerja keras masyarakat internasional dalam menyusun perangkat hukum yang mengatur segala bentuk penggunaan laut dan pemanfaatan kekayaan yang terkandung di dalamnya. Konvensi ini dianggap sebagai karya hukum masyarakat internasional yang terbesar di abad ke 20, karena konvensi ini diikuti lebih oleh pihak yang bermacam-macam latar belakang disiplin keilmuan seperti diplomat, ahli hukum, pertambangan, perikanan, perkapalan, aktivis lingkungan hidup dan berbagai profesi lain.

UNCLOS 1982 atau yang dikenal dengan Konvensi Hukum Laut 1982, berisi 17 Bab, 320 Pasal, dan 9 Lampiran yang mempresentasikan capaian monumental masyarakat internasional serta merupakan kerangka pengaturan yang komprehensif dalam mengatur hampir semua kegiatan di laut. UNCLOS 1982 tidak mengatur secara khusus terkait illegal fishing. Wacana tentang illegal fishing muncul bersama-sama dalam kerangka Illegal, Unreported, Unregulated Fishing Practices pada saat diselenggarakannya forum CCAMLR (Commision for Conservation of Atlantic Marine Living Resources) pada tanggal 27 Oktober-7 November 1997.

Dari forum ini kemudian masalah illegal fishing ini dijadikan isu utama di tingkat global oleh FAO dengan alasan kuat, bahwa saat ini cadangan ikan dunia menunjukan tren menurun dan salah satu faktor penyebabnya adalah praktik illegal fishing. Walaupun tidak mengatur khusus terkait illegal fishing, tetapi UNCLOS 1982 mengatur secara umum Penegakan hukum di laut yang berkaitan dengan pemanfaatan negara-negara di seluruh wilayah laut, termasuk pemanfaatan dalam hal penangkapan ikan.

UNCLOS 1982 secara garis besar membedakan atau membagi wilayah laut dan menggambarkan keseimbangan hak dan kewajiban negara-negara dalam pemanfaatan sumber daya laut. Seperti yang telah diuraikan, UNCLOS membagi wilayah laut menjadi tiga bagian, yaitu:

  1. Wilayah yang menjadi kedaulatan negara, yaitu wilayah laut dimana negara mempunyai kewenangan penuh dan dapat menegakkan hukum nasionalnya;
  2. Wilayah laut yang menjadi yurisdiksi negara, yaitu wilayah laut yang hanya menjadi kewenangan dalam hal tertentu;
  3. Wilayah laut yang tidak menjadi yurisdiksi negara.

Wilayah yang menjadi kedaulatan negara berdasarkan Pasal 2 Konvensi ini terdiri dari laut teritorial (territorial sea), perairan pedalaman (Internal waters), dan perairan kepulauan (Archipelagic sea). Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 sudah mengakui konsep negara kepulauan (archipelagic state) maka perairan kepulauan Indonesia juga masuk kedalam perlindungan hukum laut internasional sebagaimana halnya negara-negara kepulauan lainnya. Oleh karena itu suatu negara kepulauan mempunyai kedaulatan di laut teritorial, perairan pedalaman termasuk perairan kepulauan.

Negara kepulauan mempunyai wewenang penuh atas wilayah kedaulatannya tersebut sehingga dapat menetapkan hukum dalam wilayah kedaulatannya. Jika pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan negara pantai terjadi di laut teritorial, perairan pedalaman atau perairan kepulauan suatu negara, maka sesuai dengan kedaulatan yang diberikan oleh Pasal 2 UNCLOS 1982, negara pantai dapat memberlakukan semua peraturan hukumnya bahkan hukum pidananya terhadap kapal tersebut. Sedangkan wilayah laut yang menjadi yurisdiksi (kewenangan) negara adalah zona ekonomi eksklusif (exclusive economic zone), dan landas kontinen (continental shelf). Wilayah ZEE mempunyai status hukum yang sui generis (unik atau berbeda). Keunikan tersebut terletak pada eksistensi hak dan kewajiban negara pantai dan negara lain atas ZEE. Berbeda dengan di laut teritorial, dimana negara pantai mempunyai kedaulatan, di ZEE negara pantai hanya mempunyai hak berdaulat. Hak berdaulat tersebut terbatas pada eksplorasi dan eksploitasi sumber daya kelautan baik sumber daya hayati maupun nonhayati.

Dalam hal penegakan hukum negara pantai di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), berdasarkan Pasal 73 UNCLOS 1982, yang menyatakan bahwa jika kapal asing tidak mematuhi peraturan perundang-undangan perikanan negara pantai di ZEE, negara pantai dapat menaiki, memeriksa, menangkap dan melakukan proses pengadilan atas kapal tersebut dan memberitahu negara bendera kapal. Akan tetapi kapal dan awak kapal yang ditangkap tersebut harus segera dilepaskan dengan reasonable bond (uang jaminan yang layak) yang diberikan kepada negara pantai. Hukuman terhadap kapal asing tersebut juga tidak boleh dalam bentuk hukuman badan yaitu penjara.

Apabila kapal asing yang hendak diperiksa, namun kapal asing tersebut menolak untuk diperiksa bahkan malah melarikan diri, penyidik perikanan dapat melakukan pengejaran seketika (Right of hot pursuit) terhadap kapal asing tersebut. Pengejaran seketika suatu kapal asing dilakukan apabila pihak penyidik perikanan mempunyai alasan yang cukup untuk menduga bahwa kapal tersebut adalah illegal atau telah melanggar peraturan perundang-undangan nasional. Pengejaran dapat dilakukan sampai ZEEI dan berhenti setelah kapal yang dikejar memasuki laut teritorial negaranya sendiri atau ZEE negara ketiga.